Ingin mendaki gunung tanpa berkemah, bahkan dapat dilakukan hanya dalam waktu sehari. Juga tidak perlu membawa perlengkapan yang membebani punggung ?.
Kita
semua pasti mengenal Gunung Krakatau,
gunung vulkanik yang terletak di Selat Sunda dan merupakan salah satu gunung berapi
yang dimiliki Negara kita. Letusannya tercatat
paling dahsyat dalam sejarah gunung berapi, yang terjadi
pada tanggal 27 Agustus 1883. Letusan tersebut menimbulkan gelombang laut pasang setinggi 40
meter, yang menewaskan 36.000 penduduk di sekitar pulau Jawa dan Sumatra. Suara
letusannya terdengar sampai di Alice Springs di Australia dan Pulau Rodriques
dekat Afrika. Kekuatan ledakannya
diperkirakan mencapai 21.547,6 kali ledakan bom atom. Hujan abu vulkanis dan
batunya mencapai areal seluas 300.000 mil persegi dalam radius 150 km persegi.
Letusan
itu mengakhiri aktivitas Gunung Krakatau yang menghancurkan tiga per empat bagian tubuhnya.
Sisa bagian itu kini hanya merupakan gundukan tanah yang ditumbuhi pohon pinus
yang menyembul di permukaan laut. Gunung Krakatau yang sudah tidak aktif
itu, kini di sebut Pulau Rakata Besar.
Lahirnya Anak Gunung Krakatau
Setelah
tertidur selama 44 tahun dan tidak aktif lagi,
pada tahun 1927 di sekitar lokasi letusan timbul gundukan tanah dari dalam laut yang
menyerupai gunung api di sekitar Gunung Krakatau. Rupanya telah lahir generasi
baru Gunung Krakatau yang dinamai sebagai Anak Gunung Krakatau yang kini
tingginya telah mencapai 315 meter di atas permukaan laut. Anak Gunung Krakatau
ini, terletak di tengah-tengah antara
Pulau Sertung, Pulau Rakata dan Pulau Rakata besar.
Anak
Gunung krakatau dapat dikunjungi
sebagai objek wisata yang sangat eksotik,
kita dapat menyaksikan keindahan alam, gunung, pantai, terumbu
karang dan menyelam. Walaupun Gunung
Krakatau berada di Provinsi Lampung,
tetapi letaknya lebih dekat di capai dari Provinsi Banten. Wisata ini dapat di
kunjungi selama satu hari saja atau
pulang- pergi. Dari Jakarta ke Anyer
dapat di tempuh dengan dengan kendaraan pribadi atau bus yang dapat ditempuh selama 2
jam.
Pucuk di cinta ulam tiba
Sebenarnya saat itu bukan hari libur, tetapi karena
jenuh menghadapi pekerjaan rutin sehari-hari. Saya memutuskan untuk mencari suasana baru barang sejenak. Masih
mikir-mikir mau kemana. Tiba-tiba ada undangan untuk mengunjungi
Anak Gunung Krakatau di Anyer. “Pucuk
di cinta, ulam tiba…..!”.
Karena ingin benar-benar santai, saya memutuskan
untuk mencoba naik kendaraan umum. Setelah
bertanya kepada teman, kendaraan umum apa yang dapat mengantar saya ke Anyer,
akhirnya saya naik bus Arimbi jurusan
Merak dengan ongkos sepuluh ribu rupiah per orang. Rupanya
harga tersebut untuk bus ber AC, kalau tanpa AC hanya delapan ribu rupiah saja
(harga sebelum kenaikan BBM). Bus tersebut cukup bagus dan nyaman. Saya turun di depan Mal Cilegon dan melanjutkan dengan naik angkutan kota jurusan
Labuhan dan turun di depan Hotel Sol
Elite Marbella (Tempat kami menginap)
dengan ongkos sebesar seribu rupiah per orang (Semua harga tersebut sebelum
kenaikan BBM). Jika Anda
menggunakan kendaraan pribadi, dapat melalui
tol Jakarta- Merak dan keluar di
pintu tol Cilegon Barat Anda juga
bisa langsung datang, tanpa harus menginap dahulu. Tetapi berangkatnya tentu harus lebih pagi.
Lukisan Ilahi yang tiada tara
indahnya.
Jam delapan pagi sebuah speed boat telah menjemput kami di belakang
Hotel Sol
Elite Marbella.
Karyawan hotel ini mengadakan acara untuk membersihkan Anak Gunung Krakatau
yang bertema “Bersihlah Krakatauku”.
Acara ini diadakan sebagai wujud kepedulian terhadap asset Negara
yang merupakan obyek wisata yang tidak terurus. Kami bergiliran
naik ke speed boat untuk di transfer ke
kapal laut yang lebih besar, dan parkir (bersandar) agak di tengah laut.
Setelah semua peserta naik, berikut perlengkapan kebersihan (Sapu lidi, pengki
dan plastik hitam) dan perbekalan perut tentunya. Kapal langsung mengangkat sauh dan berangkat. Kapal
besar dapat memuat lima
belas orang penumpang, belum termasuk dua orang
awak kapal. Sementara speed boat
dapat mengangkut lima orang penumpang plus satu orang pengemudi.
Karena laut sedikit kurang bersahabat dengan
ombaknya yang rada lumayan besar,
walaupun langit sangat cerah. Teman-teman mulai ada yang mabuk laut,
dari kanan dan kiri tempat duduk saya, mulai terdengar suara ..hoek…hoek… orang
menumpahkan isi perutnya ke kantong plastik karena terayun-ayun dimainkan ombak.
Setelah menempuh perjalanan satu
jam, pemandangan yang menajubkan terhidang di depan mata. Ada lumba-lumba nampak mengikuti laju geraknya
kapal, sambil melompat-lompat walaupun cuma
beberapa menit saja tontonan tersebut luar biasa menarik. Subhanallah…….!.
Gunung Krakatau Induk terlihat
kehijauan dari kejauhan, bagaikan lukisan
alam ditengah hamparan laut yang membiru. Semakin dekat, pemandangan itu
semakin menajubkan. Dari kejauhan Anak Gunung Krakatau terlihat berwarna hitam
keabu-abuan dan kapal berjalan memutari Anak Gunung Krakatau untuk merapat ke pantai. Semakin
dekat baru terlihat jelas, kenapa warna Anak Gunung Krakatau terlihat hitam
keabu-abuan. Karena sebagian besar memang terdiri dari kerikil dan pasir
hitam, hanya sedikit pohon pinus dan rerumputan liar yang mengelilingi kaki
gunung tersebut.
Akhirnya kami tiba di lokasi dan perjalanan yang seharusnya
dapat ditempuh dalam 1,5 jam, karena ombak yang sedikit mengganggu, akhirnya
waktu tempuh molor menjadi
dua jam lima belas menit. Jarak antara Pantai Anyer,
Carita dan Labuhan ke Anak Gunung Krakatau kira-kira sejauh 48 kilometer. Seperti
waktu berangkat, kini kami harus di
transfer kembali ke speed boat untuk mencapai kaki gunung anak krakatau. Untuk kenyamanan,
sebaiknya kita mengenakan celana pendek, sandal jepit, topi
dan
jangan lupa membawa air minum
jika akan berkunjung kesini (Ngga ada warung yang jualan lo !).
Dari pantai Anak Gunung Krakatau
kita dapat beristirahat sejenak, sambil menikmati deburan ombak biru Selat
Sunda. Pasir putih, bebatuan yang aneka warna dapat ditemukan di sini. Batu
apung bertebaran hampir disetiap tempat,
sedangkan batu koral ada yang berwarna merah, abu-abu, hitam dan kebiruan.
Tidak ketinggalan sampah juga
bertebaran, ada botol plastik, sandal, kaleng dan balok atau batang pohon yang
cukup besar. Sampah-sampah tersebut diduga berasal dari para wisatawan yang
berkunjung dan ada juga yang dibawa oleh
ombak
Setelah puas menikmati deburan ombak
di pantai dan tim kebersihan selesai menjalankan
misinya, kami satu-persatu mulai menapaki
jalan setapak untuk mendaki Anak
Gunung Krakatau. Jalan mulai menanjak dan semakin tinggi mendaki, langkahpun
mulai melambat karena kaki mulai berat diajak melangkah. Rombongan yang tadinya jalan mendaki
sendiri-sendiri, kini mulai berkelompok dan saling membantu bagi rekan yang mulai terengah-engah
dan kehabisan tenaga. Bahkan air minumpun mulai laris dan jadi
rebutan, ditengah sengatan matahari yang
membakar kulit. Kakipun ikut terasa panas yang disebabkan oleh pasir dan
kerikil gunung. Walau dengan tertatih-tatih, akhirnya kami sampai juga mendaki di ketinggian 200 meter diatas
permukaan laut.
Rasa penat, lelah dan panas yang membakar hilang seketika begitu
kita melihat pemandangan indah dari
ketinggian tersebut, di bawah nampak laut biru yang dikelilingi oleh Pulau
Rakata Besar dan Pulau Sertung. Bagaikan sebuah danau biru yang ditopang oleh
kaki langit, seakan lukisan Ilahi yang tiada tara
indahnya.
Cagar Alam Laut
Ironisnya masih sedikit wisatawan
yang berkunjung ke Anak Gunung Krakatau. Setiap minggu hanya berkisar antara 10-20
orang wisatawan saja, bahkan setelah terjadi tsunami di Aceh hampir tidak ada yang datang berkunjung. Kebanyakan
yang berkunjung adalah kaum ekspatriat. Mereka biasanya setelah puas menikmati
keindahan Anak Gunung Krakatau, melanjutkan ke Pulau Rakata Besar untuk
memancing dan menyelam. Karena terumbu karangnya masih terjaga dengan baik,
bahkan kita dapat menyaksikan aneka ikan
yang berenang-renang dari atas perahu. Sayangnya keindahan Anak Gunung Krakatau,
pada bulan Nopember sampai dengan Januari
tidak dapat dinikmati, karena kapal tidak berani mengantar. Di bulan tersebut, ombaknya terlalu besar.
Sedikitnya wisatawan yang
berkunjung, apalagi wisatawan domestik, mungkin disebabkan karena masyarakat
kurang mengetahui kemana mereka
mendaftar atau mencari informasi untuk berkunjung. Atau mungkin Dinas
Pariwisata kurang gencar mempromosikan obyek wisata ini, atau karena mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan. Hotel Sol Elite Marbella, harus merogoh kocek
dalam kegiatan ini sebesar Rp. 9 juta belum termasuk biaya snack dan makan
siang untuk kira-kira 20 orang. Dengan rincian, untuk sewa kapal dengan
kapasitas 15 orang sebesar Rp. 7 juta dan sebuah speed boat untuk 5 orang sebesar Rp. 2 juta. Kalau dihitung
secara kasar, biaya yang dikeluarkan
untuk setiap orang sebesar Rp. 500.000,-.
Sebenarnya
kawasan Anak Gunung Krakatau dan sekitarnya ditetapkan sebagai kawasan cagar
alam laut, sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 85/Kpts.II/1990
tanggal 26 Februari 1990 yang papan pemberitahuannya dipasang di pantai Anak
Gunung Krakatau. Wisata ini sayangnya, belum dikelola dengan baik. Jika Anda
tertarik untuk berpetualang mendaki Anak Gunung Krakatau yang merupakan juga
cagar alam dan bagi yang ingin observasi tetang gunung berapi dapat dilakukan
di tempat ini. Untuk memudahkan perjalan anda dapat menghubungi Bpk. Ansori di No. telepon (0254)-384159 atau HP No. 0813- 14791172. Biaya sebesar Rp.
500.000,- per orang belum termasuk biaya asuransi dan pembelian tiket. Walau
saat ini memang tidak ada tiket resmi untuk memasuki obyek wisata kawasan Anak
Gunung Krakatau, sejak tahun 2002 tidak ada lagi petugas penjaga tiket masuk di
Labuhan. Pos penjaga di Anak Gunung Krakataupun, dibiarkan kosong tidak berpenghuni.
Tapi Anda tidak akan merasa rugi mengeluarkan uang sebesar itu, untuk
menikmati Lukisan Alam nan Elok. Memandang
deburan ombak dipantai, mendaki gunung,
memancing, dan menyelam.