Senin, 11 Februari 2019

BERBAKTI KEPADA ORANGTUA





Gaes….

Sering dengarkan  kata bijak “ Orang tua dapat merawat 10 anak, tapi  10 anak tidak dapat merawat orang tuanya.”

“Orang tua kaya anak jadi raja, tapi  anak kaya  orang tua  jadi pembantu anaknya.”
“Harta orang tua adalah harta anak, tapi harta anak bukan harta orangtua.”
 “Orang tua tidak  takut menghabiskan harta untuk anak, dan anak takut miskin bila membiayai orangtua.”

Aku sih welcome aja kalau ada teman yang mau curhat, tapi  aku suka baper kalau ada teman sharing tentang orang tua. Tapi harus bagaimana lagi, kalau seorang teman yang sharing   kesedihannya, masa ditolak.

Dia bercerita kalau orang tuanya sudah lebih dari 10 tahun meninggal. Bersama saudara sekandungnya, mereka bergiliran mengeluarkan biaya untuk orang yang merawat makam orang tuanya. Namun ada saja yang menolak mengeluarkan biaya tersebut, dengan   alasan yang dicari-cari.

“Memang yang lain bisa membiayainya,  tapi hal ini kan sebaiknya dipikul bersama.  Hal itu sebagai bakti anak kepada orang tua, dengan  merawat  makamnya. Biayanya juga  ngga besar,  hanya seharga dua ekor ayam potong,”  tambahnya diujung telepon.  
  
Kenapa sih, aku harus mendengar cerita ini?


Gaes….   Aku paling ngga tahan kalau mendengar  cerita anak yang tidak mau mengurus orang tuanya. Mataku basah tanpa bisa ditahan huhuhu….

Menurut teman tersebut,  setiap anak mendapat giliran hamper setahun sekali doang! Masa sih ngga bisa,  mungkin bukan ngga bisa tapi memang tidak niat. Aku langsung terbayang saat ibu dan bapak masih ada, rasanya belum banyak yang bisa dibalas semua kebaikannya. 

“Aku lelah tarik urat dengan saudara yang menolak mengeluarkan biaya, saat gilirannya tiba.  Tapi  aku tetap memaksa,  agar dia tidak menjadi anak durhaka dan terus berbakti.  Padahal  makam orang tuaku itu ngga perlu mengeluarkan uang sewa setiap tahunnya, karena penghargaan negara atas jasa-jasa bapak.”  Lanjut teman dengan suara tersendat.

 Menurut QS An-Nisa (4:36)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapakmu.”

Gaes……..
Menurut teman tersebut, memang anak yang tidak mau  mempunyai riwayat yang kurang bagus terhadap orang tua.  Mereka menguasai  beberapa harta orang tua dan sempat  ribut dengan orang tua.

Astaqfirullah…….
Aku   percaya apapun yang kita lakukan, akan kembali kepada kita. Jadi apa yang telah kita lakukan untuk ibu bapak, in shaa Allah  kelak anak-anak akan melakukan itu pula kepada kita. Siapa menanam, maka dia pula yang akan menuai. Aku istilahkan hukum sebab akibat,  kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita. Andai baik, kebaikan pula yang akan diterima. Begitu pula sebaliknya. 

Gaes…… berbakti kepada orang tua atau ibu dan bapak adalah perintah utama, maka hukumnya jelas. Berbaktinya seorang anak kepada Orangtuanya adalah hak yang Allah berikan kepada ibu dan bapaknya.  Jangan lupa berdoa yang terbaik untuk orang tua dan sayangi mereka, seperti mereka menyangangi kita sejak kecil.


Berapapun uang yang kita berikan kepada orang tua, itu tidak akan cukup untuk membalas pengorbanan yang telah dilakukannya kepada anak-anaknya. Malah dianjurkan kita bersedekah  untuk orang tua yang telah meninggal.
     
Dalam hadits ini dibolehkan bersedekah untuk mayit dan itu disunahkan melakukannya. Sesungguhnya pahala sedekah itu sampai kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yang bersedekah.  Karena  bersedekah untuk orangtua yang telah meninggal dunia memiliki 3 keutamaan:

1.       Pahala sedekah sampai kepada orang tua yang telah meninggal dunia
2.       Sedekah tersebut bermanfaat/berguna bagi orang tua yang telah berada di alam barzah
3.       Sedekah tersebut dapat menjadi penebus kesalahan orang tua.

Jadi apa yang akan Anda tanam?


Senin, 04 Februari 2019

BERWASIATLAH




Smart Ladies…

Pernah dengarkan kata-kata “Uang itu ngga kenal  saudara” yang artinya kalau  berurusan dengan masalah uang,  saudarapun bisa  saling bermusuhan. Tidak sedikit  antar saudara  terpecah belah karena masalah uang atau harta waris.  Pada saudara, ada  yang bersifat tamak atau serakah kalau berbicara masalah uang atau harta waris. Bahkan ada pula anak yang mengugat orangtuanya, dengan pokok masalah uang atau harta.  Betul ngga?   


Bertolak dari masalah uang atau harta waris, aku mendapat   curhatan  dari beberapa orang tentang masalah tersebut.  Ada  anak yang mau menguasi harta orangtua dan ada pula keluarga lain  yang mau ikut menguasi harta warisan kakak/adik atau keluarga lainnya. Setiap mendengar curhatan masalah tersebut, aku hanya bisa menahan napas  panjang, karena  dalam  keluargaku pun mengalami hal yang sama. 

Kadang   aku sendiri tidak  mengerti,  kenapa   orang   percaya   curhat  masalahnya   padaku.  Apakah karena aku dianggap bisa memberikan solusi, atau  bersedia memasang telinga untuk mendengarkan tanpa protes. Atau  menganggap  curhatannya  pasti aman ditanganku.  Entah lah, tapi  aku pernah bertanya  kepada  salah seorang  yang curhat. Dan jawabannya membuat aku, tersenyum sambal mengernyitkan alis. Katanya aku bisa memberi solusi, karena pandangan dan pengalamannya banyak. Alhamdulillah, andai itu jawabannya semua…hehehe

Tetiba   hp berbunyi nada dering WA masuk dari seorang teman lama  yang  tidak bertemu, tapi  keep contac via hp.  Terbaca  dilayar  hp, dia bercerita  kesal dengan  sang  kakak yang  meributkan  warisan.  Padahal  sang ibu  dalam kondisi sakit, sehingga  sering membuatnya anfal karena memikirkan hal ini. 

“Apa salah, kalau  sertifikat rumah orangtua aku yang simpan?” tanyanya

“Mamamu tau ngga kalau kamu yang menyimpannya?” jawabku

“Ini mama yang memberikan, agar aku simpan. Karena kakak membongkar lemari mama, mencari sertifikat rumah.”

“Oh…ya gapapa kalau memang mamamu yang menyuruhnya. Tapi kalau boleh  saran,  sebaiknya focus mengurus mamamu dulu”

Teman ini hanya dua bersaudara  menurutnya,  sang kakak seringkali meminjam uang ke mama dan tidak pernah dikembalikan. Entah ada masalah apa, sekarang  meminta sertifikat rumah orangtuanya.
Di lain waktu seorang tetangga  mengeluh tentang anak-anaknya,  yang sudah meributkan warisan di saat bapaknya sedang terbaring sakit.  Memang keluarga tersebut, menurut penuturannya memiliki  harga yang tidak sedikit. Hanya mungkin waktunya yang belum tepat saja untuk membicarakan hal tersebut. Namun menurut aku,  apapun harus dibicarakan sebelum masalah jadi berlarut-larut dan tambah runyam. 

Ada  pula yang telah tiada kedua orangtuanya dan anak-anaknya sudah berumah tangga  semua. Tapi rumah peninggalan orangtua di tempati oleh dua anak yang lain, daaan  si adik yang tingal di pavilion di usir sang kakak. Rumah akhirnya dibeli oleh si kakak tapi dia memberi harga  sesuka hatinya. Beruntung anak yang lain tidak ada yang mau ribut, semua diterima dengan ikhlas. Namun yang membuat keluarga tersebut sedih, si kakak pembeli rumah memutuskan tali silaturahmi dengan saudara lainnya.

Ada satu lagi yang agak aneh dan perlu aku cuitkan juga di sini, saat orangtua mereka meninggal. Ada 4 anak yang masih sekolah SMP & SMA. Disamping ada kakaknya yang membantu biaya pendidikan, juga masih ada uang pensiun bapak. Tapiiiii katanya kakak tertua yang menguasai uang pensiun dan barang-barang rumah tangga, diangkut ke rumahnya.  Aku geleng-geleng mendengar curhatan ini, karena ternyata uang pensiun bapaknya  digunakan kakaknya. 

Smart Ladies

Rasanya ngga akan selesai kalau semua curhatan ditulis semuanya di sini. Sebaiknya kita coba memberikan solusi agar hal tersebut tidak terjadi dikeluarga kita,  paling tidak dapat meminimalisir  kondisi yang terjadi.  

Langkah Solusi

Sebagai orangtua, sebaiknya  terbuka  dengan anak  tentang  apa yang orangtua miliki. Lakukan sejak anak mulai  menginjak SMA. Saya melakukan itu sejak anak-anak SMP. Awalnya  ngobrol santai, menceritakan tentang rumah yang kita tempati dan bagaimana cara mendapatkan rumah tersebut. Jadi  ini rumah kita bersama dan harus dirawat bersama-sama juga. Ada beberapa langkah yang  perlu dilakukan orangtua:

1.  Bicarakan  dengan anak-anak tentang  harta yang orangtua miliki, yang sekira perlu anak mengetahui. Andai orang tua menyiapkan sesuatu bagi anak-anaknya, beritahu dengan alasan yang mudah dicernak.  Hal ini  perlu dilakukan, agar tidak terjadi perebutan harta warisan dikemudian hari.

2.  Ilmu agama sangat perlu ditanamkan, tapi  seringkali  tidak menjadi jaminan anak mengerti pembagiannya. Apalagi  kalau istri atau suami anak ikut campur.

3.    Bagi orang tua yang mampu, biasanya telah  menyiapkan rumah bagi anak-anaknya dan sebaiknya dengan harga yang sama, agar  adil.  Ada baiknya  katakan   hal itu sejak awal kepada anak-anak.

4.    Andai Anda tidak melakukan pemberitahuan kepada anak-anak sejak awal, “berwasiatlah.”  Hal ini sangat penting, karena kita tidak pernah mengetahui kapan kita dipanggil Allah. Hal itu penting untuk  mencegah terjadi perang saudara.  Buat lah wasiat sejak  Anda memang sudah menyiapkan hak anak-anak. Tidak perlu berwasiat dengan menggunakan seorang notaris, cukup buat surat yang Anda tandatangani untuk istri dan anak-anak. Tapi jangan lupa bicarakan dengan pasangan, agar sama-sama mengetahui,  kan kita ngga mengetahu siapa yang akan pergi lebih dahulu.

Berkaca dari pengalaman,  di keluarga saya juga tidak luput dari masalah harta warisan. Memang tidak banyak yang ditinggalkan orang tua,  kita pun tidak pernah meributkan sampai ibu bercerita diakhir kepergiannya. Bahwa  sebuah rumahnya telah dijual salah satu kakakku, tanpa ijin ibu dan diakui sebagai rumahnya.  Sementara rumah yang ditempatinya, ternyata juga telah diambil alih suami dari adikku tanpa sepengetahuan ibu. Alhamdulillah, anak yang lain menerima semua itu tanpa ribut. Yaa..sudah, memang bukan rejeki.  Ibu senang mendengar jawaban anak-anaknya yang tidak mempermasalahkan soal warisan tersebut.

Aku dan suami sejak mempunyai anak, memang sudah berniat  memberikan si  kakak dan Ade rumah. Walau sebenarnya belum mengetahui dari mana uang untuk membelinya. Kita kan boleh bermimpi, aku percaya Allah akan membantu mewujudkan niat tersebut.  Ternyata rumah untuk si kakak aku beli dari uang  asuransi beasiswanya. Saat cair, alhamdulillah aku masih mampu membiayai kuliahnya sampai selesai dan uang asuransinya kubelikan rumah KPR.  Kekurangannya  biayanya aku cicil selama 3 tahun dan begitu pula dengan si Ade.

Saat mereka  SMP, aku sudah mengatakan niat tersebut dan mohon doa mereka agar dapat terwujud. Saat rumah buat si kakak terbeli. Aku beritahukan  dan akan aku berikan saat mereka  telah menikah. Aku tunjukan sertifikat rumah tersebut dan silakan dibalik nama setelah kalian mampu. Aku selalu  berpesan jangan sampai ribut masalah harta, tapi  bagi rata dan jangan ikut sertakan pasangan kalian bila membicarakan hak waris.

Alhamdulillah   si kakak  sudah dapat membeli rumah sendiri  sebelum menikah, yang enak Emaknya. Tiap tahun dapat uang kontrak rumahnya yang aku belikan....hehehe.  Si Ade itu kiblatnya adalah kakaknya, dia ngga mau kalah sama kakaknya.  Sekarang lagi menabung buat ambil rumah juga…hehe

Bukan bermaksud mau show up, tapi belajar dari pengalaman sangat perlu untuk memperbaiki  langkah kita. Ngga ada salahnya kan, apalagi kalau hal itu memang baik.  Kita perlu merencana  semuanya dan berusaha untuk mencapainya, tapi andai tidak semua bisa terwujud. In shaa Allah bisa dilanjutkan oleh anak-anak. Jadi jangan lupa  “Berwasiat lah” Semoga bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya.