Senin, 24 Oktober 2016

ADA BAHAGIA SETELAH DUKA


                                                           Makam anak pertamaku



Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan, tapi menanti hadiran buah hati ga pernah ada kata bosan. Tahun pertama  berlalu tanpa disadari,  karena kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Kami santai aja melalui hari-hari berdua dan juga ga pernah berusaha untuk konsultasi ke dokter. Hal ini dilakukan, karena menurut suami bersabarlah. Sangat mudah kalau Allah akan memberi rejeki dan kepercayaan untuk menitipkan kepada kita, tapi kalau waktunya belum tepat ya bersabarlah.

                                                    ini 2 permata hatiku waktu kecil


Memang ada benarnya, mungkin Allah memberikan kesempatan kepada aku dan suami untuk melalui masa-masa bersama dengan saling mengenal lebih baik lagi. Mungkin ini juga kesempatan kami untuk membantu keluarga kami berdua dan memantapkan keuangan rumah tangga baru ini. Memang seminggu setelah menikah, aku langsung pindah. Kebetulan aku telah memiliki rumah sendiri dan kita benar-benar memulai semuanya dari nol. Berdua menata rumah dan sedikit demi sedikit mengisi perabotan yang dibutuhkan.

Tahun kedua kita lalu juga dengan bahagia dalam mengecap kehidupan baru menjadi keluarga yang hanya tinggal berdua. Untungnya orangtua aku ga ada yang pernah menanyakan, kapan kami punya momongan. Mungkin itu yang membuat aku dan suami santai aja dengan kondisi ini. Apalagi aku juga sibuk dengan dinas-dinas keluar kota dan pada perjalanan dinasku kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Nafsu makanku menghebat dan maunya ngemil, padahal ini bukan merupakan kebiasaanku sehari-hari. Sampai-sampai baju yang aku bawa sesak saat aku gunakan, padahal aku masih lima hari lagi di kota ini. Suatu pagi saat kita sarapan, ketua tim pada tugas ini tiba-tiba bilang “ kamu hamil ya?”  dengan cepat aku jawablah, “ngga”. 
Omongan itu terus saja mengiang, kuurut keanehan yang aku alami. Makan luar biasa banyak & ngemil ga boleh putus, kalau putus kepalaku senut-senut pusing. Pada saat istirahat siang, ketua tim seperti penasaran dan bertanya lagi. “Kamu belum haid kah bulan ini?”  aku gelagapan mendengar pertanyaan ini. Maklum aku ga ingat, karena aku haid  hanya 3 kali dalam setahun dan lupaaaaa kapan terakhirnya... Jadi ingin cepat-cepat pulang dan teman-teman memberi saran untuk cek ke dokter, tapi aku maunya ngecek bersama suami.

                                                               anak-anak ku saat ini

Saat pulang aku langsung ke dokter dan suami aku minta menyusul ke tempat prakter dokter langgananku. Ternyata oooo….ternyata, aku memang positif hamil dan udah sepuluh minggu. Alhamdulillah yaaa Rabb, akhirnya Kau percayakan kami untuk Kau titipkan ciptaanMu. Memang aku tidak merasakan mual tapi kalau berhenti ngunyah, kepala pusing..hahahhaa…katanya hamil kebo. Menginjak usia kehamilan 33 minggu, air ketubanku pecah dan saat itu aku sedang ada dirumah kakak. Secepatnya aku dibawa ke kilinik dan karena keterbatasan fasilitas klinik, akhirnya aku dipindah ke rumah sakit besar tapi langsung masuk ICU. Menurut dokter aku kena pre ekslamsi dengan tekanan darah 220, tapi aku ga merasakan apa-apa. Setelah tekanan darahku normal, aku langsung di operasi  dan lahirlah anak pertamaku. Dengan berat hanya 1.950 gram dan panjang 48 cm. 

Tentu saja kami sangat bahagia, anak yang dinanti selama beberapa tahun akhirnya kami miliki. Aku masih ditempatkan di ICU pasca operasi dan si baby masuk incubator, tapi saat aku dipindah ke ruang perawatan biasa malah anakku dalam kondisi kurang baik. ASI diberikan melalui selang yang terpasang di hidungnya, jarum infus menembus pangkal paha dan kepalanya. Aku dan anakku setiap hari terus saja dicek darahnya, terakhir kami diambil darah pada jam sepuluh malam. Itulah pengambilan darah terakhir untuknya dan jam tiga pagi anak lanangku diambil pemiliknya.

Pagi ini ada yang aneh aku rasakan. Biasanya sehabis subuh suami udah membawakan aku makanan, tapi sampai jam sembilan ga ada satuupun keluargaku yang datang seperti biasa. Keanehan lain tepat jam tiga pagi saat anakku dipanggil keharibaannya, seperti ada sesuatu yang jatuh di dadaku dan air suusuku mengucur deras. Kamarku tampak sepi, karena ga ada yang masuk seperti hari-hari biasa. Hal ini membuat curiga, lalu kakak suami yang kebetulan bidan di rumah sakit tersebut masuk sambil menangis. Terlihat dibelakangnya dokter anak dan dokter kandunganku juga menghampiriku dan akhirnya terjawablahh semua pertanyaanku. Anakku meninggal tadi pagi jam tiga. Aku menangis dan ingin segera pulang untuk melihatnya untuk terakhir kali, tapi dokter kandunganku melarangnnya. “Pikirkan kesehatanmu.” Aku tetap minta pulang dan akhirnya dokter anak yang sejak tadi hanya diam saja, tampil bicara dan mengatakan: “Bu…..seandainya anak itu hidup, dia akan menjalani by pass jantung sebanyak tiga kali pada usia 7, 9 dan 12 tahun. Anak tersebut juga tidak boleh menangis lama dan aktivitasnya harus dibatasi untuk menghidari kelelahan yang berlebih. Apakah ibu sanggup untuk melakukan itu?.”  Aku terdiam dan merenungi paparan dokter anakku. Pelan-pelan, akhirnya aku dapat menerima dan mengatakan, “mungkin itu jalan terbaik untuk anakku.”  

“Alhamduulilah kalau ibu bisa ikhlas, tapi saya sudah jadi korban bapak. Tadi pagi saya sempat dipukul bapak waktu anak ibu dinyatakan meninggal,” kata dokter anakku.  
 Sore saat suami datang aku minta dia menceritakan kronologi kejadian semalam sampai pemakamannya. Semua berjalan lancar, tapi aku jadi sama sekali ga ingat nama anak kita yang telah kita buat. Akhirnya keluarga memutuskan menggunakan nama bulan kelahirannya dan ditambah nama aku. Genap satu minggu usianya saat dia diambil kembali olah Sang Pemilik Hidup. Aku pulang dan ingin segera melihat makamnya, tapi apa yang terjadi? Aku pingsan diatas pusara anakku.  Makam itu bolong karena tanahnya amblas karena diguyur hujan dan aku merasa hatiku hilang, lalu ga ingat apa-apa alias pingsan. Sejak itu aku dilarang mengunjungi makam sampai aku benar-benar siap. 

Suami sakit dan harus istirahat selama satu bulan, karena stress sampai mengganggu jantung. Aku  sendiri tetap harus didampingi, karena sering kali berteriak-teriak kala sedang tidur. Jadi kami seperti pasien yang perlu ditunggu. Dokter kandunganku sampai  seringkali menghubungiku untuk menghibur. Setelah mengadakan peringatan empat puluh hari kepergian anakku, aku harus move on dan ga bisa seperti ini terus. Aku memaksa untuk mengunjungi makam anakku dan bertekad, aku harus kuat, harus!. Bersama suami aku bersimpuh dipusara anak lanangku, memanjatkan doa untuknya dan kelak aku mohon dapat bertemu diakhirat nanti.

Masa cuti hamilku masih satu setengah bulan lagi, dan itu bukan waktu yang sebentar. Apalagi tanpa anak, tentu ga baik kalau aku di rumah. Aku harus bangkit dan  dan ga seperti ini dalam kesedihan yang tak berujung. Aku  minta suami untuk mengatarkan ku ke kantor agar aku bisa masuk kantor kembali, walau belum waktunya masa cutiku berakhir. Aku memutuskan untuk masuk bekerja saja dan mengakhiri masa cuti hamilku, agar tidak ada waktu untuk banyak merenung.

Alhamdulillah sedikit demi sedikit aku dapat menghalau rasa sedih dan terhibur dengan teman-teman di kantor. Suami juga sudah berangsur sembuh.  Kami jalani semua ini dengan sabar dan In sya Allah kami bisa melewati cobaan ini. Pelan tapi pasti, kami mulai move on untuk aktivitas seharian seperti biasa. Bahkan  sebagai gantinya aku lulus tes masuk perguruan tinggi dan dari kantor hanya tiga orang yang berhasil lulus dari ratusan yang ikut. Mungkin ini yang Allah telah rencanakan untukku, dengan diambilnya anak pertamaku. 

Disamping sibuk bekerja dan kuliah, aku terus mengembangkan diri. Pelan tapi pasti aku dan suaminya akhirnya dapat benar-benar move on ke arah yang leih baik. Pada semester empat Allah memberikan aku ganti dengan lahirnya putra kedua kami yang sehat. Kebahagiaan memenuhi segenap relung hati kami, puji syukur tak henti-hentinya kami panjatkan atas titipan yang dipercayakan kepada kami. Alhamdulillah pada tahun 1994 lahir putri kami, walau sebelumnya aku kehilangan lagi anak ketiga. Kini yang kumiliki anak yang bernomor genap saja, sementara anak pertama dan ketiga diambil kepada pemiliknya Allah SWT. Saat ini di kakak sudah 27 tahun dan si adik 22 tahun, keduanyan telah bekerja.  Ternyata Allah menggantikan kebahagian setelah duka berlalu.

 #Sekolah_Perempuan#