Rabu, 31 Oktober 2018

Bangga Menjadi Ibumu, Nak



Jariku sedang asyik berselancar  di atas keyboard  lappy saat si kakak pulang kerja. Dia duduk disebelahku sambil melepaskan sepatu dan mengatakan, “Aku tahun depan mau nikah, Ma”  

Aku bagai tersengat aliran listrik ribuan watt dan berusaha tenang dan menjawab, “O ya, bukan rencanamu dua tahun lagi? Pertanyaanku dijawab hanya dengan senyuman. Bukan bermaksud menghalangi keinginannya, tapi aku belum siap dana. Saat aku utarakan hal itu kakak hanya menjawab, “Mama doain aja yang terbaik buatku dan nggak usah mikirin dana, aku sudah siapkan”
 
Aku & Kakak
Enam bulan lagi  dan itu bukan waktu yang lama. Berpikir positif dan berdoa adalah yang terbaik yang bisa aku lakukan saat itu.  Akhirnya semua berjalan lancar sampai hari yang ditentukan dan  anak-anak mengurus semua, aku hanya  terima  beres. Alhamdulillah.

Aku mencoba flashback tentang si kakak, sejak kecil tidak pernah merepotkan. Dia sebenarnya anak ke duaku, tapi karena anak pertama telah diambil yang kuasa setelah menanti tiga tahun lamanya. Maka kakak hadir merupakan anugrah terindah yang pernah ada bagi keluarga kecilku. Dalam pelajaran juga berjalan cukup baik, bahkan sebelum selesai kuliah dia telah bekerja.  

Dalam mendidik, anak aku bersama suami melakukannya bersama dan bukan hanya melalui ucapan, tapi dibarengi  dengan contoh  langsung. Karena anak-anak adalah pencontoh terbaik dan langsung paham apa yang kita maksud. Saat masih kecil sampai remaja, anak akan mengikuti apa yang kita sampaikan. Aku mempunyai keyakinan, bahwa anak lebih mudah merekam tingkah laku dari pada  ucapan atau nasehat dari orangtuanya.  
 
Aku & Ade
Namun ketika dewasa anak dengan sendirinya  mengaplikasikan ucapan dan contoh yang didapat dari orangtuanya. Sebagai orangtua kita akan melihat hasil dari apa yang kita ajarkan kepada anak-anak. Aku juga sering kali menceritakan bagaimana dalam mengejar cita-cita atau keinginanku, hal ini sebagai acuan untuk anak ke depan.  

Kita akan terkejut senang kalau yang dilakukan itu benar diaplikasikan dan akan tersenyum kecut karena tidak seperti yang diharapkan. Tapi  jangan bersedih dulu, hal itu masih bisa diperbaiki dengan bimbingan dan  nasehat. 

Aku tidak pernah meminta kakak untuk memberikan nomor telepon teman-temannya, aku hanya berpesan kalau akan main sepulang sekolah atau ada kegiatan lain, jangan lupa memberi kabar. Kebetulan waktu dia SMP telah ada hp dan aku membekalinya untuk alat komunikasi, agar aku tau apa yang dikerjakan dan dimana. Kakak dengan kemauan sendiri memberikan beberapa nomor telepon rumah dan hp teman-teman yang biasa bersamanya. “Catat ya Ma, kalau aku ga bisa di telepon, Mama hubungi nomor-nomor ini ya” tulis pesan singkatnya ke aku dan itu dilakukan sampai dia SMA. Aku bahkan dikenalkan pada teman-temannya saat bertemu bila mengantar atau menjemputnya di sekolah. Aku hanya ingin tetap bisa mengawasi anak-anak walau aku seharian di kantor,  hp salah satu sarana yang memudahkanku  untuk berkomunikasi. 

Setelah kakak menikah aku makin bahagia melihat semua langkah yang diambil adalah hasil didikan dan contoh yang kami berikan. Aku memang telah menyiapkan sebuah rumah buat kakak sejak dia masih SD, sebenarnya hal itu bukan disengaja. Saat terjadi kerusuhan tahun 1998, aku tidak sanggup membayar premi asuransi pendidikannya, karena nilai tukar dollar terhadap rupiah melambung tinggi. Akhirnya uang tersebut aku cairkan dan aku belikan sebuah rumah. Dalam benakku bila nanti  kekurangan dana saat kakak kuliah, rumah tersebut akan aku jual. Alhamdulillah rumah itu tidak terjual sampai sekarang dan kuberikan kepadana. 

Ternyata sebelum mengatakan menikah, kakak telah juga ada rumah yang akan ditinggalinya bersama sang istri. Aku ingin langsung hidup mandiri, seperti mama dulu. Walau rumah itu masih kosong, belum ada perabotan rumah tangga. Nanti pelan-pelan aku beli, katanya menolak permintaanku saat aku tahan untuk tinggal dulu di rumah atau di rumah mertuanya. 

Kebetulan lokasi rumahnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku, kakak bisa bolak-balik menanyakan segala hal untuk mulai membangun rumah tangga kecilnya. Di suatu kesempatan buka di rumah, istrinya bercerita  akan meminjam asisten rumah tangga orangtuanya untuk menyetrika baju selama seminggu. Namun si kakak bilang, tidak usah nanti aku yang mengerjakan. Seperti papa katanya mempunyai tugas menyetrika baju untuk bantuin mama. Kakak juga meminta istri  belanja setiap hari sabtu, seperti mama. Jadi setiap hari masak nggak repot lagi cari tukang sayur,   buat bekal makan siang  di kantor. 

Jadilah hari sabtu lalu aku mengajari anak menantuku belanja dan cara menyimpannya di kulkas. Aku memang selalu berdua dengan suami kalau pergi ke pasar. Aku yang belanja dan suami membawa keranjang belanjaan yang mengekor dibelakangku. Hal itu pula sekarang yang dilakukan si kakak. Aku senang melihat kondisi ini, mereka tidak malu bertanya dan mengaplikasikan apa yang telah aku ajarkan selama ini. Itulah enaknya kalau mendidik anak-anak, selain dengan ucapan juga dengan contoh langsung.

Setiap anak itu unik dan tidak sama antara satu dan lainnya, walau pun saudara sekandung. Si Ade tidak terlalu beda jauh dengan sang kakak, hanya pola pikirnya lebih realistis. Sementara si kakak lebih condong ke seni, santai tapi semua tugas selesai. Bedanya si Ade lebih banyak mengadop jalan pikiranku yang praktis, selalu memasang target dan semua terencana  dengan matang. Cara belajar pun berbeda, saat SMP si kakak kalau belajar sendiri. Setelah merasa sudah mengusai dia akan memintaku untuk mengujinya dengan berbagai pertanyaan. Sementara si Ade, cara mengajarinya aku jadi seperti guru. Dengan white board dan spidol ditangan, aku harus mahir menerangkan pelajaran sekolahnya. Dia lebih suka aku buat seperti skema dan bagaimana detailnya. Repotnya aku harus mempelajari dulu buku pelajarannya, sebelum menjelaskan.

Ade itu kemauannya keras dan never give up. Aku tidak pernah memaksakan kehendak kepada anak-anak, hanya aku mencari info apa yang dipilihnya dan aku jelaskan negative, positif dan masalah apa yang akan dihadapinya. Seperti tekadnya saat akan masuk kuliah, “Aku harus dapat negeri dan di universitas ini” Sampai si kakak menjanjikan akan mengganti hp nya apabila mendapat jalur undangan untuk diterima di universitas negeri. Saat benar mendapat jalur undangan, dia hanya bilang, “Aku nggak mau ambil undangan ini, karena yang diterima pada pilihan kedua. Aku mau ikut tes di universitas negeri yang lain.” Melihat kegigihannya belajar membuat aku geleng-geleng kepala. Alhamdulillah Ade lulus sesuai dengan pilihannya dan kakaknya menepati janjinya mengganti hp Ade. Sementara aku khawatir  dengan pilihannya, karena lokasinya di luar kota. Sementara dia belum pernah jauh dari keluarga, tapi aku pantang memperlihatkan kekhawatiranku. 

Saat mengantarkannya pindah ke tempatnya kuliah, si kakak sambil berlinang air mata pesan ke aku untuk mencarikan tempat kos yang terbaik. “Nanti difoto kamar, kamar mandinya dan fasilitas lainnya” pesan si kakak lagi. Dia tidak bisa mengatar Ade, karena tidak diijinkan cuti.  “Kakak nggak usah nangis dunk, ini simpan foto aku” sambil menyodorkan fotonya. “Simpen di dompet kakak dan kalau kangen tinggal liat fotoku” lanjut si Ade dalam perjalanan menuju stasiun. Dua minggu aku menemaninya di tempat kos dan dengan berat hati serta sederat pesan ku sampaikan. 

Aku menahan diri untuk tidak menelponnya setiap hari, agar Ade tidak bimbang. Ternyata aku salah, dia menjelman dari anak mama menjadi  mandiri dan menjadi tumpuan temen-temannya di saat ada masalah. Yang menjadi ganjalan hanya satu, masalah makanan. Ade itu terbiasa dengan masakanku dan agak sulit menerima masakan orang lain. Namun ada dua hal yang harus dipilih, kelaparan atau makan yang ada. Hebatnya lagi dia menyiasati dengan memasak sendiri. Setiap hari mengalir permintaan resep, “Ma, klo bakwan jagung bumbunya apa? Sayur bayam dan ayam goreng gimana bikinnya?”  Setelah matang, akan di foto dan diposting  ke aku. Seiring berjalannya waktu, kalau aku sedang mengunjunginya kesempatan itulah digunakan untuk belajar memasak. 

Kehebatan berikutnya, dia jago mengatur uang saku. Aku memberikan uang saku sesuai permintaanya yang tentu logis. Uang saku itu bisa sisa yang langsung ditabungnya. Waktu begitu cepat berlalu dan tanpa terasa Ade sudah masuk semester empat. Saat itu jatah aku mengunjunginya, pada suatu malam saat ngobrol-ngobrol dia bilang, "aku pengen cepat pulang Ma"

“wow, kalau mau cepet pulang ya, gampang De. Cepet klar  kuliahnya. Kamu kan yang milih kuliah di sini"

Jawabanku ternyata menjadi pecut baginya. Pagi-paginya aku melihat post it besar berwarna kuning mencolok ditempel didinding dekat meja belajarnya, yang betuliskan "Kalau mau pulang, cepet klar De" dengan ukuran huruf yag besar dan dapat aku baca dari pintu kamar. 

Aku tersenyum membacanya dan dia menjabarkan langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan, lalu bertekad "aku harus lulus secepatnya, Ma"....

Emaknya cuma melongo dan menyuntikan  semangat. "Ok, Mama doain"
Alhamdulilah Ade dapat membuktikan, kuliahnya diselesaikan dalam waktu kurang dari empat tahun  dengan hasil sangat memuaskan. Hanya menunggu dua minggu langsung mengikuti wisuda  dengan menerima beberapa penghargaan dan seminggu setelah itu, dia langsung pulang ke rumah tepat kamar kosnyapun selesai masa sewanya.

Terbayang kembali apa yang aku lakukan dalam mendidik mereka sejak kecil dan hebatnya, anak-anak mengerti semua yang dilakukan orangtuanya adalah rule model yang direkamnya. Kini mereka aplikasi  dalam kehidupannya. Hal ini  membuat mama bangga menjadi ibumu, Nak


#ODOP15



26 komentar:

  1. Masya Allah, rasanya baru saja melihat anak-anak lahir dan kini mereka sudah dewasa aja. Selamat ya mba, anak2nya telah menjadi kebanggaan orang tua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat betul Mba. Rasanya baru kemarin saya menyapihnya, kini sudah satu2 hidup mandiri

      Hapus
  2. Memang kadang kita tidak menyangka, anak di rmh manja. Ternyata, di luar mandiri. Mgkn krn jauh dr ortu jd terpaksa manja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bwtul Mba Liesda, alhamdulillah diluar mereka belajar hidup sendiri & berhasil.

      Hapus
  3. Wah Bun...aku tuh masih canggung uy ama mantu perempuan. Boro² aku berani ngajarin belanja dan ajak ke pasar. Haha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menantu itu juga anak kita kan Mba. Dia sudah terbiasa melihat saya, karena saya bekerja & semua harus direncanakan.
      Anak.laki2 saya mengajatkan istrinya seperti yg saya lakukan, & minta belajar sendiri karena dia juga bekerja.

      Hapus
  4. Alhamdulillah anak-anak sudah mandiri ya Mbak Srie..
    Saya simpan buat pembelajaran: teladan orang tua yang utama dan itu melebihi ribuan kata-kata,
    Terima kasih sudah membagikan cerita ini Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 Mba Dian. Sanagt betul, teladan dan role modelitu sangat diperlukan anak2.

      Hapus
  5. Seneng ya, rasanya kayak udah tuntas menjadi orangtua (meskipun belum juga), tapi bisa punya anak-anak kayak gini hebatnya, pasti juga perjuangannya Mbak Sri nggak mudah. Salut Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga ga pernah menyangka Mba. Jadi saya dg suami sepakat untuk memberi pelajaran lengkap dg contoh yg kita.lakukan. dan hasilnya bikin saya takjub. Alhamdulillah semua berbuah manis pada akhirnya.

      Hapus
  6. Wah bun. Ternyata anaknya udah gede ya dan siap nikah. Cerita bunda membuat aku membayangin suatu hari anakku meminta untuk menikah. Pasti perasaanku nanti akan sama seperti yang bunda rasakan ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, timggal si bungsu yg belum menikah. Masih banyak cita2 yg perlu dicapai katanya..hehe..masih mau ambil S2, mau ambil lawyer dan lainnya. Saya bingung melihat semangatnya...semoga semua tercapai..aamiin
      In shaa Allah Mba

      Hapus
  7. Salut sama Bunda Sri, bisa mendidik anak-anak menjadi orang yang sukses semua. Semangat Bun!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Alhamdulillah Mba, ternyata ini hasil yg selama puluhan tahun saya lakukan. Makasih ya supportnya

      Hapus
  8. Alhamdulillah, bahagia banget ya bun, punya anak yang mandiri, serta mengikuti nasehat orang tuanya, semoga menjadi keluarga samara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Mba, semua perjuangan memang ga sia-sia. Aamiin yra. Terima kasih & semoga Mba Sunarti sukses mengantarkan anak-anak.kegerbang kesuksesan.

      Hapus
  9. MasyaAllah ... Anak-anak sholih dan sholihah tentunya nggak lepas dari doa tulus orangtuanya. Semoga mereka senantiasa bertumbuh dan bermanfaat bagi orang banyak ya, Bun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Makasih doanya Mba.
      Alhamdulillah..saya sering ga percaya dg apa yg telah saya tanamkan pd anak2, ternyata begitu lekat dibenak mereka.
      Semoga Mba sukses dlm mengurus anak2 ya

      Hapus
  10. Masya Allah, saya kok ikut bangga ya baca ini. Bunda Srie dan suami bisa mendidik anak2 yg sukses dan saling menyayangi begitu. Sungguh Indah bila masa pensiun spt itu melihat anak2nya berhasil. Salut.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Mba..saya sendiri jg tidak pernah membayangkan, bahwa ini hasil didikan kami. Alhamdulillah...terima kasih Mba

      Hapus
  11. Alhamsulilla anak2 sdh dewasa y mb..
    Smg acaranya so kaka lancar ya mb, aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Alhamdulillah lancar sesuai rencana. Terima kasih Mba

      Hapus
  12. Masyaa Allah, semoga lancar dan dimudahkan niatnya ya, Bun...

    BalasHapus
  13. Masya Allah turut bangga Mbak lihat kesuksesan anak. Semoga berlanjut terus ya. Aamiin

    BalasHapus