Sabtu, 21 Oktober 2017

PATURASAN




Tahun delapan puluhan transmigrasi menjadi salah satu program pemerintah untuk penyebaran penduduk, agar merata di daerah atau provinsi yang masih kurang penduduuknya. Provinsi yang paling terkenal dengan transmigrasi yang berhasil adalah lampung, padahal hampir semua provinsi merambah para transmigrasi. Salah satunya di Nabire, Papua yang terkenal dengan jeruk manisnya. Ternyata yang menanam jeruk tersebut adalah para transmigrasi dari Purworjo, Jawa Tengah. Jeruk tersebut tumbuh subur bahkan buahnya lebih besar dari yang di Purworjo.

Ngomong-ngomong soal transmigrasi, saya punya pengalaman yang tidak terlupakan walau telah berlalu tiga puluh tahun lebih. Tapi  maaf Mba Ida, sesuai gambar alat transportasi yang ditampilkan tidak aku temukan pesawat udara. Semoga tetap boleh ikut ya pangalaman ini..hehehhe.

Dulu salah satu perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mengangkut para transmigrasi, adalah perusahaan tempat aku bekerja. Aku sering mendapat tugas untuk mengantarkan saudara-saudara sebangsa  yang ingin memperbaiki hidup di daerah baru, dan yang paing sering aku mengatarkan ke pulau Kalimantan. Dari sekian kali bertugas mengantarkan para transmigrasi, ada kejadian yang tak terlupakan.  Waktu itu kami satu set crew yang terdiri dari dua penerbang, empat orang awak kabin dan seorang tehnisi, sesuai schedule kami JKT-BDJ-JKT (Jakarta-Banjarmasin-Jakarta). 


Setelah selesai preparation kami siap menerima penumpang untuk boarding dan awak kabin siap diposisis untuk menerima tamu. Aku mendapat posisi di kabin depan dengan Mba senior dan dua lagi bertugas di kabin belakang. Aku sudah biasa membawa para transmigransi dan selalu saja ada hal-hal lucu yang membuat kami tertawa, tapi dapat memaklumi sejauh itu tidak melanggar ketentuan. Maklum mereka pergi untuk pindah rumah, jadi kalau melihat barang bawaannya yang aneh-aneh ya selagi muat disimpan di luggages bin, silakan aja.

“Selamat pagi Pak, berapa nomor kursinya?” Yang ditanya terlihat bingung,  karena tidak mengerti apa yang ditanyakan hehehe…..para transmigrasi ini berasal dari Sukabumi. 
 “Mangga ka lebet, manga calik Pak, Ibu.” Mba senior meminta para penumpang masuk dan duduk agar tidak terjadi penumpukan di aile. Maklum Mba Senior asli orang Cirebon yang tentunya sangat fasih berbahasa sunda dan Alhamdulillah aku pun mengerti dan bisa sedikit-sedikit bahasa tersebut. Di tengah keriuhan mengatur penumpang untuk mencari tempat duduknya, tiba-tiba seorang penumpang yang telah duduk: “Teh, abdi bade piih” Tanya seorang ibu. 

“Mangga, paturasan aya ti payun,” jawab Mba Senior  sambil menunjuk ke arah depan. Melihat wajah bingungnya, akhirnya diantarnya ke kabin depan. Posisi Mba Senior digantikan temanku yang di kabin belakang.
“Teh, abdi bade cai” ucap seorang ibu ke temanku dan dengan sigap dia menjawab :. “Paturasan aya ti payun,” jawab temanku  mengekor ucapan Mba Senior sambil menunjuk kearah depan. Si ibu bengong mendapatkan jawaban dari temanku.  Aku kebetulan lewat dan menyuruhnya untuk duduk, tapi dia menunjukan obat anti mabok ke arahku dan bilang “Abdi hoyong cai”  “Ooh….sakedap yak Bu” jawabku sambil menuju pantry.

Ada beberapa yang meminta air untuk minum obat anti mabok dan semua ditunjukan ke arah paturasan oleh temanku. Aku senyum-senyum dan memberitahu  apa arti yang diinginkan penumpang itu, bukan ke paturasan Aku. maklum dia orang medan dan tidak mengerti bahasa sunda.
“Aku hanya ngikutin yang dibilang  Mba Senior, ternyata lain ya yang diminta” Jawabnya sambil menahan malu. 

Setelah boarding, kami kekurangan dua orang penumpang. Awak kabin belakang melihat seorang ibu sedang pipis di dekat roda tengah pesawat, dengan ditunggui anaknya yang berusia kira-kira tujuh tahun.  Saat itu Bandara Soekarno-Hatta masih sepi, karena masih uji coba dan baru perusahaan tempatku bekerja yang menggunakan bandara tersebut. Petugas ground handling akhirnya membantunya menaiki pesawat. Kami geleng-geleng kepala sambil senyum geli….wkwkwkwk….

Kejutan terakhir yang membuat kami tertawa geli, saat tiba di bandara Samsudin Noor Banjarmasin seorang bapak menanyakan dimana sandalnya.
“Bapak tadi taro dimana sandalnya?” Tanya ku
“Dibawah tangga waktu mau naik tadi”….ealaaaaah……sambil menahan tawa, aku memberikan penjelasan. “Maaf bapak, sandalnya masih di Jakarta. Ngga ke bawa, karena sekarang udah di Kalimantan.” Bapak itu manggut-manggut, “mangga teh, hatur nuhun” sambil turun. 

Daaan…..ketawa kita akhirnya pecah. Itu lah pengalaman yang selalu membuatku tertawa kalau mengingatnya dan tak terlupakan sampai saat ini.


#Ida Fauziah

Sabtu, 07 Oktober 2017

HIDUP PAS-PASAN





Awal berumah tangga pastinya aku memikirkan untuk memiliki keturunan, dan membuat rencana untuk membesarkan anak-anak dengan pendidikan terbaik.  Pertama aku tidak memahami tentang asuransi dan pada tahun delapan puluhan perusahaan asuransi belum sebanyak sekarang. Apalagi tata cara pembayarannya, masih harus dilakukan langsung ke kantor perwakilannya atau titip melalui agentnya. Ribet pokoknya, tapi menurut aku aasuransi sangat penting dan satu-satunya cara untuk memberikan manfaat terbaik kalau terjadi apa-apa padaku atau suami. 

Pertama kali masuk asuransi setelah anakku berusia dua tahun, dengan mata uang dolar amerika. Alhamdulillah aku dapat rutin membayar preminya setiap tahun dengan lancar, tapi kedodoran pada saat terjadi kerusuhan. Dolar melambung tinggi, bertepatan jatuh tempo untuk membayar premi. Celakanya lagi,  perusahaan asuransi  menetapkan pembayaran  harus dengan kurs baru. Memang nggak sepenuhnya kesalahan perusahaan asuransi, aku juga punya andil karena menyimpan uangnya dengan rupiah. Aku minta kebijakan untuk diturunkan, tapi tidak berhasil. Akhirnya aku putuskan perjanjian dengan mencairkan dana asuransi tersebut.. Alhamdulillah  uang asuransi yang cair dalam dolar, setelah aku tukar kerupiah dapat aku manfaatkan untuk membeli sebuah rumah KPR. Apabila suatu waktu aku kekurangan biaya untuk kuliah si kakak, maka rumah itu bisa aku jual. 

Rumah tersebut  adalah investasi pertamaku, Alhamdulillah sampai saat ini masih menjadi milikku. Saat anakku berumah tangga, rumah itu menjadi hadiah untuknya. Karena aku masih sanggup membiayai kuliahnya sampai selesai. Tidak lama adiknya aku masukan asuransi pendidikan,  walau awal pembayarannya titip ke agent. Namun saat bank  menggunakan ATM, pembayaran dialihkan melalui ATM. Aku juga masuk ke asuransi jiwa yang pembayarannya ditagihkan melalui kartu kredit, untuk jangka waktu cukup lama dengan pembayaran hanya lima sampai sepuluh tahun saja.

Hidup itu tidak selalu mulus, semua rencana masa depan yang sudah aku susun, akhirnya berantakan. Hal itu disebabkan perusahaan tempatku bekerja gulung tikar. Suami pensiun setelah si kakak menyelesaikan kuliahnya, tapi adiknya masih SMA. Lalu kuliah di luar kota, memang uang semesterannya tidak besar, tapi biaya kos dan untuk kebutuhan sehari-harinya tidaklah sedikit. Uang pesangonku terkuras sedikit demi sedikit dan akhirnya ludes, sementara kuliah anak belum selesai. Saat anak-anak SMP, aku memasukan keduanya asuransi untuk bekal anak-anak kelak. Satu juta rupiah setiap bulan yang harus aku setorkan selama sepuluh tahun, akhirnya harus dicairkan satu persatu untuk bayar kos si adik setelah berjalan enam tahun. 

Saat si adik banyak biaya untuk pembelian buku dan kebutuhan lainnya, pas salah satu asuransiku cair. Begitu pula saat menyelesaikan ujian skripsinya, banyak biaya yang dibutuhkan. Pas asuransi pendidikan si adik cair, sehingga semua kebutuhan biaya tertutup. Begitu pula saat si kakak menyatakan akan menikah, aku sama sekali tidak memiliki uang untuk biaya pernikahannya. Namun sekali lagi, dua bulan sebelumnya pas asuransi jiwa aku cair. Walau  biaya pernikahan semua ditanggung anakku dan pasangannya, tapi setidaknya aku punya dana untuk membantunya. Jadi itulah warna kehidupanku yang serba pas-pasan. Pas butuh uang pas asuransi cair berkali-kali.


FUTURE-PRESENT-PAST


Bagaimana kita di masa depan?  jawabannya masih misteri, walau apapun yang telah Eamk rencanakan. Tanya kenapa? Karena hanya Allah segala penentu rencana kita.




Menyiapkan masa depan bagi sebuah rumah tangga merupakan suatu keharusan.  Diawali dengan membangun rumah tangga dari nol  dan berusaha menata  kemandirian  dan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.  Syukur-syukur masih bisa menabung,  karena akan hadir anak-anak yang akan menjadi tanggungjawab orangtua. 

Setiap orangtua berusaha bagaimana memenuhi semua kebutuhan rumah tangga dan bisa menabung buat masa depan anak-anaknya. Semua untuk anak, itulah tekad setiap orangtua. Begitu sayangnya setiap orangtua kepada anak, sampai lupa memikirkan dirinya sendiri.  Memang  menyiapkan masa depan anak-anak adalah tannggungjawab orangtua, sampai anak-anak bisa mandiri.  Namun  orangtua  juga harus mempersiapkan  masa tuanya.  

Apakah ibu & bapak mau hidup menumpang dengan anak di masa tua nanti?

Saya yakin semua orangtua  akan koor menjawab, TIDAK!.  tidak ada yang mau menumpang dengan anak di masa tua, kecuali terpaksa. Terpaksa itu  berbagai macam alasannya, seperti tidak memiliki penghasilan lagi, sakit dan lainnya. Untuk itu Maaaak….persiapkan juga masa depan buat diri sendiri. Syukur-syukur bagi yang mempunyai uang pensiun sampai akhir hayat, walau tidak seberapa namun cukup untuk menyambung napas. Tapi kalau tidak ada mau dari mana biaya hidup kita sehari-hari? Minta dari anak, ya kalau  hidup anak mencukupi, kalau tidak. Tidak sedikit  orangtua yang tetap bekerja diusia senja, untuk sekedar menyambung hidup.  Lalu bagaimana kalau sakit? Apakah  Emak punya  asuransi kesehatan?. Itu kalau anak-anak sudah selesai pendidikannya & telah menikah, kalau masih kuliah bahkan ada yang masih sekolah. Tentu orangtua tetap harus bekerja, bukan?.

Untuk menjawab semua itu, sebaiknya Emak juga mempersiapkan diri untuk masa tua dengan cara:

1.   Menabung, menyisihkan berapa persen untuk kehidupan masa tua atau ikut program pensiun. Ada beberapa bank yang memberikan fasilitas ini, terutama bagi pasangan yang tidak memiliki uang pensiun bulanan setelah waktu purna bakti terjadi. Namun yang punya pun dapat mengikuti program ini. Besar kecil iuran setiap bulannya tergantung dari usia dan keinginan masing-masing peserta, nanti bank akan membantu mencarikan yang paling sesuai dengan kantong & kebutuhan Emak.

2.       Emak juga bisa ikut asuransi masa tua, program ini bisa bayar bulanan sampai 5-10 tahun, setelah itu biarkan uang Emak berkembang sampai saatnya jatuh tempo untuk dicairkan. Jangan lupa Emak juga bisa mengikuti asuransi pendidikan bagi anak-anak, yang besarannya bisa disesuaikan dengan kemampuan.

3.    Menyimpan logam mulia, bisa perupa perhiasan maupun emas batangan. Jangan takut dulu ya, emas batangan ini ada yang beratnya hanya 1 gr kok. Kalau perhiasan jika disimpan dalam jangka waktu lama, cukup menguntungkan. Namun bila dalam waktu dekat, sebaiknya menyimpan emas batangan, karena harga jualnya tidak terlalu rugi.

4.     Buka usaha atau bisnis kecil-kecilan. Untuk usaha sebaiknya dijalani lima tahun sebelum waktu pensiun tiba, akan lebih baik kalau dirintis sejak muda. Sehingga waktu tiba masa pensiun, bisnis ini sudah berjalan mulus dan menghasilkan.

Kita tidak pernah tau sampai kapan usia kita. Rencana memang telah disiapkan, tapi jangan lupa kita hanya dapat berencana. Penentu rencana Emak hanya Allah. Apakah rencana kita akan berjalan sesuai rencana kita, atau tiba-tiba perusahaan tempat kita bekerja tutup dan terkena PHK. Belum rencana anak-anak, apakah mereka tepat menyelesaikan pendidikannya atau molor waktunya. Jadi buat rencana A,B atau C  untuk mengcover bila rencana A, gagal dan seterusnya.

Emak boleh biilang, “rejeki Allah yang atur” tapi perlu diingat, bahwa rejeki itu tetap harus dicari dan diusahakan.  Andai Emak mengandalkan bantuan dari anak, Alhamdulillah kalau anak-anak mengerti dan mau mengurus orangtuanya saat mereka telah mandiri. Yang perlu diingat Mak, mungkin anak kita melakukan itu tapi bagaimana dengan menantu kita. Apakah rela berbagai dengan mertuanya? Hal ini perlu dipikirkan juga. Walau kita telah mendidik anak-anak dengan baik, tapi pasangannya akan menarik lebih kuat anak-anak kita.  Hal ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi Emak tetap perlu memikirkan sampai ke sana.Kita sebagai orangtua tentu saja tidak mau berkonfrontasi dengan anak-anak. Jadi sebaiknya siapkan itu dengan baik.

Semua ini pernah saya alami, rencana A gagal karena perusahaan bangkrut walau suami masih tetap bekerja. Sementara anak-anak masih kuliah semua, Alhamdulillah uang pesangon dapat saya simpan untuk keperluan anak-anak & saya dapat kerja kembali. Namun saya harus berhenti kerja karena kesehatan dan setelah suami pensiun putus, uangnya saya jadikan usaha kontrakan. Hal ini saya lakukan agar setiap bulan ada uang masuk untuk biaya hidup sehari-hari. 

Lalu siapa yang menolong pada saat butuh uang untk biaya kuliah anak-anak? Simpanan perhiasan saya, yang membuat  terkejut. Bayangkan perhiasan yang saya beli seharga Rp300.000,- saat saya butuh ternyata laku  Rp9 juta. Akhirnya, bila perlu untuk bayar kos anak perhiasan tersebut saya lego satu-per satu.

Saya juga punya beberapa asuransi dan saat jatuh tempo, bertepatan waktunya dengan kebutuhan yang harus dipenuhi. Sampai saat si kakak mengatakan ingin menikah, asuransi tersebut cair disaat saya butuhkan. Walau biaya pernikahan semua ditanggung si kk dan pasangannya, saya hanya mengeluarkan untuk biaya pengajian dan lainnya.

 Malah asuransi pendidikan si kakak bisa saya belikan sebuah rumah untuknya. Itu merupakan suatu keuntungan luar biasa. Ceritanya saya ikut asuransi pendidikan si kakak dalam bentuk dollar, tapi saat itu terjadi reformasi(kerusuhan thn 1998) yang harga kurs melambung sampaiRp15.500/dollar. Sementara saya harus membayar US$ 600 pada saat dollar begitu tinggi, tentu ga sanggup saya bayar & akhirnya minta dicairkanl saja.  Hasilnya taraaa…..kebeli sebuah rumah dengan luas tanah 152M2.
Jatuh bangun di masa tua adalah hal yang paling menyedihkan dan menyakitkan. Apalagi jika kita sampai sakit, Alhamdulillah  saya dapat melalui itu berkat sebuah hobby & kemampuan manajerial yang  cukup handal, bisa memberikan lembaran rupiah. Tapi apakah Emak akan seperti itu?

Dulu ibu saya membuat aturan, bahhwa setiap anak yang telah menikah harus hidup terpisah. Kalau belum punya rumah, ibu akan mengotrakan sebuah rumah. Bukan kejam, tapi agar kalian merasakan bagaimana mengurus suami/ istri dan rumah tangga. Becermin dari hal itu, aku sampai berniatkalau sudah bekerja akan membeli rumah. Supaya tidak merepotkan ibu untuk mengotrakkan rumah, Alhamdulillah niat itu terwujud, walau beli dengan cara dicicil. Untuk itu anak-anak ku didik untuk bisa memiliki rumah sebelum menikah, walau anak laki-lakiku aku siapkan rumah hasil dari asuransi pendidikannya yang tidak ku pakai. Pada kenyataannya, dia dapat membeli rumah sebelum akad nikah berlangsung. Pendidikan yang diajakan ibu, aku pergunakan untuk mendidik anak-anakku. Didik dan latihlah anak-anak untuk hidup mandiri dini mungkin, tapi ingat mencontohkan hidup mandiri jauh lebih mudah terekam dari pada hanya  berteori. Selamat berjuang Mak…semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menginspirasi.