Sabtu, 07 Oktober 2017

HIDUP PAS-PASAN





Awal berumah tangga pastinya aku memikirkan untuk memiliki keturunan, dan membuat rencana untuk membesarkan anak-anak dengan pendidikan terbaik.  Pertama aku tidak memahami tentang asuransi dan pada tahun delapan puluhan perusahaan asuransi belum sebanyak sekarang. Apalagi tata cara pembayarannya, masih harus dilakukan langsung ke kantor perwakilannya atau titip melalui agentnya. Ribet pokoknya, tapi menurut aku aasuransi sangat penting dan satu-satunya cara untuk memberikan manfaat terbaik kalau terjadi apa-apa padaku atau suami. 

Pertama kali masuk asuransi setelah anakku berusia dua tahun, dengan mata uang dolar amerika. Alhamdulillah aku dapat rutin membayar preminya setiap tahun dengan lancar, tapi kedodoran pada saat terjadi kerusuhan. Dolar melambung tinggi, bertepatan jatuh tempo untuk membayar premi. Celakanya lagi,  perusahaan asuransi  menetapkan pembayaran  harus dengan kurs baru. Memang nggak sepenuhnya kesalahan perusahaan asuransi, aku juga punya andil karena menyimpan uangnya dengan rupiah. Aku minta kebijakan untuk diturunkan, tapi tidak berhasil. Akhirnya aku putuskan perjanjian dengan mencairkan dana asuransi tersebut.. Alhamdulillah  uang asuransi yang cair dalam dolar, setelah aku tukar kerupiah dapat aku manfaatkan untuk membeli sebuah rumah KPR. Apabila suatu waktu aku kekurangan biaya untuk kuliah si kakak, maka rumah itu bisa aku jual. 

Rumah tersebut  adalah investasi pertamaku, Alhamdulillah sampai saat ini masih menjadi milikku. Saat anakku berumah tangga, rumah itu menjadi hadiah untuknya. Karena aku masih sanggup membiayai kuliahnya sampai selesai. Tidak lama adiknya aku masukan asuransi pendidikan,  walau awal pembayarannya titip ke agent. Namun saat bank  menggunakan ATM, pembayaran dialihkan melalui ATM. Aku juga masuk ke asuransi jiwa yang pembayarannya ditagihkan melalui kartu kredit, untuk jangka waktu cukup lama dengan pembayaran hanya lima sampai sepuluh tahun saja.

Hidup itu tidak selalu mulus, semua rencana masa depan yang sudah aku susun, akhirnya berantakan. Hal itu disebabkan perusahaan tempatku bekerja gulung tikar. Suami pensiun setelah si kakak menyelesaikan kuliahnya, tapi adiknya masih SMA. Lalu kuliah di luar kota, memang uang semesterannya tidak besar, tapi biaya kos dan untuk kebutuhan sehari-harinya tidaklah sedikit. Uang pesangonku terkuras sedikit demi sedikit dan akhirnya ludes, sementara kuliah anak belum selesai. Saat anak-anak SMP, aku memasukan keduanya asuransi untuk bekal anak-anak kelak. Satu juta rupiah setiap bulan yang harus aku setorkan selama sepuluh tahun, akhirnya harus dicairkan satu persatu untuk bayar kos si adik setelah berjalan enam tahun. 

Saat si adik banyak biaya untuk pembelian buku dan kebutuhan lainnya, pas salah satu asuransiku cair. Begitu pula saat menyelesaikan ujian skripsinya, banyak biaya yang dibutuhkan. Pas asuransi pendidikan si adik cair, sehingga semua kebutuhan biaya tertutup. Begitu pula saat si kakak menyatakan akan menikah, aku sama sekali tidak memiliki uang untuk biaya pernikahannya. Namun sekali lagi, dua bulan sebelumnya pas asuransi jiwa aku cair. Walau  biaya pernikahan semua ditanggung anakku dan pasangannya, tapi setidaknya aku punya dana untuk membantunya. Jadi itulah warna kehidupanku yang serba pas-pasan. Pas butuh uang pas asuransi cair berkali-kali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar