Rabu, 08 Agustus 2018

MENULIS BUKU BERSAMA SEKOLAH PEREMPUAN


Buku Solo Perdana

Menjadi  seorang  penjejak  memang  ga pernah  kebayang.  Awalnya  sih  karena  senang  curhat   di buku harian, yang aku lakukan sejak kelas empat   SD.  Ibaratnya buku harian adalah tempat sampah yang menampung  rasa kesel, sedih karena dimarahi dan bahagia yang aku alami sehari-hari.  Bahkan ngga jarang  itu tulisan kabur kena tetesan air mata, saat sedih dan dada  berasa plong  setelah  semua rasa tertumpah  dalam bentuk tulisan.  Biasanya  aku nulis  diatas  tempat  tidur  dan  buku  hariannya disimpan di bawah bantal. Dijamin ngga ada yang  tau, karena  aku tidur  ditempat  tidur  tingkat  dan aku yang diatas…..…...hehehe.


Masih ingat cerita dongeng karangan  HC.Andershon?  Itu buku bacaan masa kecil, bahkan aku  rela ngga dibeliin baju asal dibelikan buku. Saat SMP coret-coret tetap masih berlangsung, bahkan beberapa cerpen diterbitkan di majalah remaja terkenal saat itu. Kirim tulisannya masih dengan ditulis tangan pula yang dikirim melalui pos.  Aku juga punya hobi membaca, kalau sudah membaca novel bisa ngga tidur sehari-semalam. Judulnya penasaraaaan….hahahaha.

Pada masa itu menjadi penulis memang belum semudah dan seindah sekarang. Paling hanya  pekerjaan sampingan saja, nyari kursus menulis juga  sulit. Tapi aku pernah ikut kursus menulis jarak jauh melalui surat-menyurat. Jadi  materi dan tugas-tugasnya dikirim melalui pos, aku punya sertifikatnya dengan nilai cukup bagus loh. Aku tetap aktif menulis buku harian dan membaca buku. Saat aku pindah tugas, aku ditempatkan di Humas dan hobi menulis makin terasah.  Salah satu tugasku adalah membuat berita untuk majalah internal kantor, jadi jurnalis akuh.  Keinginan terpendam akhirnya tersalurkan, kadang aku jadi editor untuk tulisan yang masuk dari pegawai. Ilmu yang didapat dari kursus akhirnya kepakai.

Salah satu buku antologiku yg memberi kata pengantar "Mensos RI"

Meliput kegiatan kantor dan membuatnya jadi sebuah berita di majalah internal kantor,  rasanya  campur aduk. Sering juga buat kontens untuk fyer kantor. Beberapa kali diikutkan  pada pelatihan menulis dan mengantongi beberapa sertifikat. Yang paling bergengsi saat sekolah Jurnalis di Dewan Press, dengan pengajar wartawan senior termasuk   Yakoep Oetama.  Sejak saat itu  pekerjaanku jauh lebih berwarna, bertemu orang banyak sudah biasa tapi mewawancarai pejabat dan pegawai kantor sampai ke daerah, adalah sesuatu banget. I love this job guys!

Dua kali resensi buku diterbitkan di HU. Media Indonesia, dua kali juga menjadi ghostwriter untuk direksi,   membuat buku pedoman tata persuratan & kearsipan perusahaan juga aku kerjakan. Aku juga mulai menulis novel tapi ngga berani untuk diterbitkan, lebih tepatnya belum mengetahui cara mengirim naskah ke penerbit saat itu.  Aku juga diminta sebuah organisasi  yang bergerak di bidang olahraga untuk menerbitkan tabloid  internal, memang oplahnya hanya 1000 exp, tapi  diedarkan ke 31 provinsi sampai tingkat kabupaten.  Di organisasi tersebut  berita tidak selalu hasil liputan, tapi data kegiatan dan foto-foto dikirim dari perwakilan di daerah. Sesekali saja meliput ke daerah, itu aku tekuni selama   selama 12 tahun. 

Buku Antologiku

Setelah pensiun, untuk mengisi mengisi waktu aku  menekuni dunia literasi lagi. Alhamdulilah tanpa sengaja menemukan komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis,  yang didirkan oleh Indari Mastuti di  tabloid Nova. Komunitas ini seakan menggembleng  berbagai ilmu  penulisan yang  dikupas tuntas, ada yang gratis dan berbayar secara online di FB.  Menemukan komunita ini serasa mendapat durian runtuh, bertahun-tahun mencari training seperti ini ga ada. 

Akhirnya  aku mengikuti  training Sekolah Perempuan gelombang  ke tiga, belajarnya  secara online di FB dan webinar.  Materi yang diberikan  cukup lengkap,   di sini  aku dapat  menulis  buku yang   dibimbing  langsung oleh Indari Mastuti  selama tiga bulan.  Biaya yang dibandrol saat itu sebesar satu juta dan alhamdulillah  didanai oleh kantor.  Training ini seakan menghapus dahagaku pada dunia literasi, melalui para mentor yang keren seperti  Indari Mastuti, Ida Fauziah, Juli Nava Artha dan  kepala sekolahnya Anna Farida.  Bayangin deh dimana ada sekolah yang boleh bawa anak dan selagi sang ibu belajar, eee..kepala sekolah yang momong si anak…

in house magazine

Aku seneng banget kalau dikelas, jadi murid dan dipanggil kepala sekolah dengan panggilan sayang “Non” Ini punya cerita sendiri, maklum kelas online. Kepala sekolah biasa menyapaku dengan sebutan tersebut, namun saat kopdar dia kaget, ternyata yang dipanggil Non adalah nenek-nenek…..hahaha, tapi maaf ya aku ngga mau diganti panggilannya. Biar berasa masih bocah…wkwkwkw….Nuhun Bu Kepsek.

Aku jadi lebih mengetahui pakem-pakem dalam membuat suatu tulisan, apalagi terus ikut beberapa training dengan Joeragan Artikelnya Ummi Aleeya. Ditantang langsung praktek dengan status cantic, bikin artikel di Emakpintar.com. Apalagi ikut training khusus editor, wooow  bingit tapi maaf aku nyerah dikasih tugas untuk mengedit. Matanya ngga kuat harus melototin lappy untuk mengedit buku  154 halaman…hehehe…maaf  Chika aku nyerah. 

Setelah itu  tawaran membuat buku antologi bertubi-tubi hadir, maka lahirlah antologi pertama hasil dari lomba dan salah satu yang terpilih untuk dibukukan yaitu “Anakku Mutiaraku” berasa terbang kelangit. Pelan tapi pasti satu persatu buku antologiku lahir, salah satunya “Bangga Menjadi Ibu” sebenarnya tiga tulisanku terpilih menang, hanya satu yang diterbitkan. Dan pada edisi berikutnya buku tersebut kata pengantarnya berasal dari Menteri  Sosial RI, Kofifah Indar Parawansa  yang pada suatu kesempatan bertemu aku minta beliau menandatangin buku tersebut.  Sementara buku solo belum ada jodohnya, begitu kata Indari, sabar ya. It’s ok..padahal sedih bingit…hehehe

Pembaca buku soloku

Kegilaan menulisku membuat tulisanku makin ciamik, kata Enni Kurniawati.  Ilmu yang didapat  membantu mempermudah kegiatan tersebut, tapi ada loh yang mengatakan aku penulis edan.  Pasti kecolek  salah satu tulisanku  ya? Kalau kita ga berbuat seperti yang dikatakan kenapa mesti marah?. Ada pula yang mencibir dan bilang  kalau tulisanku  ga bermutu. Hellooow…….ternyata buku antologi terus lahir, majalah dan tabloid internal perusahaan dinikmati   sampai hampir semua provinsi yang ada di NKRI loh! 

 Aku tak peduli dan jalan terus, karena dengan tulisan aku bisa meninggalkan jejak buat siapa saja, terutama anak-anakku. Tulisan itu banyak bercerita tentang kehidupan dan dapat dijadikan cermin dalam menjalani hidup bagi siapa saja yang membutuhkan. Alhamduulillah aku sudah mencicipi penghasilan dari pasukan endore dan MC, lumayan untuk bisa digunakan untuk ikut training lagi.
Memang jodoh itu hanya Allah yang mengetahui, begitu pula buku soloku. Dalam   waktu seminggu buku soloku terbit, setelah tiga tahun menanti jodoh.  Itu berkat kesaktian Kepala sekolah SP, yang  ruar biyasah. Kecup basah buat yang tercinta Anna Farida….muaaach.

Rasanya baru kemarin aku mengikuti sekolah perempuan  angkatan ketiga, ternyata sudah akan masuk angkatan ke 25. OMG….hal ini terjadi karena misi SP untuk memberikan pengetahuan menulis kepada para perempuan yang dapat menghasilkan dari rumah bagi para IRT.  Yaumil milad Sekolah Perempuan, makin sukses mendidik para perempuan untuk mandiri dan  mendapatkan penghasilan.

#ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN
#sekolahperempuan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar