Minggu, 26 Mei 2013

Ada Satu yang aku Sesalkan dengan IIDN



Menulis adalah hal yang begitu akrab denganku sejak  aku duduk dibangku SMP, diawali dengan senangnya menulis dibuku harian. Dalam setahun aku bisa menghabiskan dua buah buku harian yang berisi seratus, sampai seratus lima puluh lembar dengan ukuran lebih kecil dari buku tulis.
Diatas tempat tidurku berserakan aneka buku bacaan, mulai dari majalah, koran, buku cerita HC. Anderson, novel sampai komik silat. Ibu selalu marah apabila hendak membelikan baju, karena aku akan bilang “Bu, boleh ditukar sama buku ngga bajunya.”  Berhubung  nilai raporku selalu baik, akhirnya ibu tidak pernah menolak setiap aku meminta dibelikan buku bacaan.
Akhirnya ibu malah memberikan aku langganan majalah remaja yang terkenal pada masa itu dan sampai saat ini, majalah tersebut masih eksis. Majalah tersebut yang memotivasi aku untuk mulai mencoba mengirim cerpen, ada beberapa kali ditolak tapi akhirnya tembus juga satu cerpenku nongol di majalah itu.  Rasa senang itu tidak dapat aku tutupi, tambahan uang jajan aku dapat dan kepada siapa saja aku pamerkan tulisan itu, termasuk kepada guru bahasa indonesiaku. Hal ini berlanjut sampai aku duduk di bangku SMA dan mendirikan majalah dinding sekolah, tetapi sayang setelah lulus aku mulai  jarang menulis lagi. Memasuki dunia kerja yang berpindah-pindah divisi, akhirnya aku  dipindahkan ke divisi humas karena sering mengirim tulisan untuk majalah kantor dan  menjadi reporter. Alhamdulilah ada  beberapa tulisanku yang pernah terbit dikoran ibu kota, berupa artikel dan resensi buku.  
Betapa sengsaranya   menulis pada tahun tujuh puluhan, naskah yang dikirim boleh ditulis tangan dan apesnya kalau tulisannya tidak jelas terbaca maka naskah jangan harap akan diterbitkan. Kadang boleh pinjam mesin ketik bapak, tapi sangat lama mengerjakannya, karena aku mengetiknya dengan sebelas jari (istilah  menggunakan dua jari telunjuk saja). Waktu tahun Sembilan puluhan aku menemukan komunitas menulis Lingkar Pena, tapi sangat sulit untuk menjadi anggotanya.  Akhirnya aku lelah sendiri  dan patah arang, tapi hal itu tidak bertahan lama. Apalagi kalau ada info  lomba cerpen atau novel, aku selalu gatal rasanya jika tidak ikut berpartisipasi. Jadi aku suka mengirimkan  cerpen atau novel yang ada di file, sayangnya belum pernah menang !.
Pada bulan april yang baru lalu aku pernah membaca di tabloid Nova tentang komunitas menulis, aku coba buka alamat webnya dan akhirnya setelah tiga kali daftar berhasil log in di Ibu-ibu Doyan Nulis. Aku tidak dapat menggambarkan betapa senangnya bisa masuk ke komunitas IIDN yang sudah puluhan tahun aku rindukan, sebagai wadah untuk aku bertanya, bertukar pengalaman dan belajar. Hal yang paling membuat aku  bahagia adalah ketika bisa berkomunikasi dengan ratunya IIDN, walau hanya melalui dunia maya. Beberapa pertanyaanku  dijawab dan menghapus rasa dahaga keingintahuanku selama ini. Tapi ada yang sangat aku sesalkan dengan IIDN, adalah kenapa setelah berusia tiga tahun aku baru menemukanmu ? mengesalkan sekalee!. 
Setelah itu, selama dua hari aku melototi si merah lappyku dan berselancar di fb IIDN yang  membuat aku berdecak kagum ketika mengetahui IIDN baru berusia  tiga tahun tetapi   sudah mengantongi angka 6.686 anggota. Sayang jempolku hanya ada empat dengan jempol kaki, kalau saja ada sepuluh masih kurang rasanya untuk mengacung buat   kehebatan IIDN.
Aku copas pelajaran dari Sang Ratu IIDN, Indari Mastuti,  Markom anu geulis LygiaPencanduhujan dan Ibu-ibu Doyan Nulis lainnya, hingga membuat adrenalin  menulisku mengila dan sulit untuk dibendung, maka lahirlah blogku dengan selamat dan cantik.  Belum genap sebulan aku menjadi bagian dari keluarga IIDN,  beberapa artikel dan opini telah aku lahirkan.  Writing is So Easy yang merupakan slogan IIDN, telah aku buktikan kebenarnya.
Begitu banyak cerita ibu-ibu yang telah berhasil menelurkan buku membuat aku  iri dan ngiler. Aku harus bisa menyusul mereka, membuat buku pasti so easy too, apalagi dengan bimbingan para pengurus IIDN yang jempolan semua. Selain itu juga didukung oleh Agensi naskah Indscript Creative yang dikelola Sang Ratu, Indari Mastuti, pastinya keinginanku membuat buku bisa terkabul.
Aku salut dengan niat tulus Sang Ratu IIDN, indari Mastuti yang  dapat membuat ibu-ibu rumah tangga produktif  yang pada ujungnya dapat menghasilkan lembar-lembar rupiah. Apalagi saat ini sepulu prosen dari anggota IIDN sudah berhasil menjadi penulis, baik penulis artikel di media cetak dan online  serta penulis buku yang hebat. Siapa lagi yang mau terjangkit virus dahsyat menulis ? Silakan merapat ke Ibu-ibu Doyan Nulis made in Indari Mastuti. Happy  Milad IIDN tercinta dan sukses selalu membawa ibu-ibu Indonesia berkarya dan bermanfaat bagi orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar