Mengurus dan mendidik anak adalah kewajiban setiap
orang tua, terutama ibu. Di belahan dunia mana pun tidak ada ibu yang ingin mencelakakan anaknya, bahkan
apapun yang diusahakannya hanya untuk anak-anaknya. Senyuman anak adalah
kebahagiaan orang tua, itu selalu dilakukannya. Sejak anak
masih kecil sampai dewasa, bahkan setelah anak-anak berumah tangga seorang ibu
akan tetap melakukan yang terbaik.
Apapun yang dimiliki orang tua
dipersiapkan hanya untuk anak-anaknya,
rumah dan harta orang tua adalah rumah
dan harta anak. Kebahagiaan anak adalah juga
kebahagiaan ibu, sedihnya anak adalah kehancuran hati orang tua. Bahkan orang tua rela menyerahkan nyawanya
untuk anak-anaknya. Tujuan orang tua
adalah membahagiakan anak, agar kehidupan buah hatinya menjadi lebih baik dari
dirinya.
Namun yang perlu diingat, dalam
menyiapkan masa depan anak, jangan lupa pikirkan juga masa depan diri sendiri.
Karena dalam perjalanan membimbing anak semua telah kita ajarkan, tetapi ada
masa dimana anak akan kurang peduli kepada orang tuanya. Dia akan focus kepada
diri sendiri dan pasangannya saat dewasa tiba. Bukan anak tidak berbakti, tapi
itulah perjalanan masa yang dilaluinya seperti saat kita sebayanya. Pasangannya
adalah yang utama dan digugu, tapi bukan
tidak mendengar saran orang tua. Itu lah masa dimana perasaan cinta yang
berkuasa, seperti ibu mencintai anaknya.
Semua yang terbaik hanya untuk yang dicintai.
Kebayang nggak sih, pada
masa tua kita tidak memiliki bekal yang cukup. Sementara
sudah tidak punya penghasilan karena pensiun. Apakah kita akan meminta kepada
anak? Dari seribu ibu, mungkin hanya satu
yang berani meminta bantuan kepada anak
untuk menopang hidupnya sehari-hari. Sementara lainnya tidak tega mengatakannya dan berharap sang
anak mengerti kebutuhannya. Aku, boro-boro berani minta, ngomong aja suara
tidak keluar. Aku sangat yakin, anakku akan memberi kalau aku memintanya tapi
meminta itu adalah hal yang mustahil bisa aku lakukan.
“Kenapa sih mama nggak bilang,” protes
si kakak kalau tau aku perlu
sesuatu tapi nggak bilang ke dia.
Sementara si Ade, selalu rajin bertanya. “Mama, mau aku beliin ini atau itu”
Itu aja kadang aku nggak bisa
jawab. Alhamdulillah anak-anak paham, kalau mama nya nggak akan pernah mau
bilang bila butuh sesuatu. Mereka berdua berinisiatif memberikan, tapi justru
hal itu yang membuat aku meleleh.
Aku tersenyum dan leleh bahagia,
saat si kakak mengatakan akan menikah dalam waktu dekat. Walau aku terkejut,
karena belum punya persiapan apa-apa. Rencananya 2 tahun lagi tapi malah maju
dan yang bikin aku melongo, ucapan selanjutnya. “Mama tenang aja, aku berdua
udah ada tabungan untuk biaya semuanya. Bulan depan juga aku mau selamat rumah,
dulu.”
“Rumahmu yang di depok? (uang
asuransi beasiswanya aku tarik saat
dolar tembus 15.500 th 1998, karena ga sanggup bayar preminya sebesar US$600. Uang itu aku belikan rumah untuknya).
“Bukan, aku berdua juga udah beli
rumah. Nyicil kok Ma dan udah selesai di renovasi. Lokasinya nggak jauh dari
sini, hanya beda kecamatan sama Mama.”
“Subhanallah, Alhamdulillah..yaaa….Allah,
nikmat mana lagi yang bisa aku dustai ucapku dalam hati.
Sebaiknya orang
tua harus menyiapkan bekal di hari tua untuk dirinya, disamping untuk anak-anak.
Hal ini perlu, agar orang tua tidak
bergantung kapada anak setelah pensiun
dan tetap bisa tersenyum. Perlu saya ingatkan
kembali, bahwa rumah dan harta anak bukan milik orang tua. Banyak terjadi orang tua yang tetap bekerja di
masa tuanya. Hal itu dilakukan, agar
tidak menjadi beban anak-anaknya dan tidak menangis mengharap bantuan anak.
Heuheuuu, aku mrebes mili bacanya bun.. terima kasih sudah mengingatkan :)
BalasHapusMaaf baru balas. Iya Mba, semoga yg lain bisa lebih baik dari saya. Selamat meniti masa depan bersama keluarga. Salam hangat
BalasHapus