Senin, 13 Agustus 2018

PELIBATAN KELUARGA PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI ERA KEKINIAN :


                                      Oleh:  Srie Ningsih,  6 Agustus     2018

“ SEKOLAH MERUPAKAN MITRA KELUARGA DALAM MEMBANTU PENDIDIKAN ANAK”

Pada umumnya semua pasangan  dalam berumah tangga  berharap anak-anaknya  dapat sukses  dan hidup lebih baik dari orangtunya.  Untuk itu, semua orang tua tentu sudah mempersiapkan  rencana masa depan bagi anak-anaknya.  Namun untuk mendidik  anak-anak sampai ke sana bukan hanya tanggungjawab sekolah, juga diperlukan  peran orang tua secara nyata. Kesibukan orang tua seringkali dijadikan alasan untuk melepas tanggungjawab dalam mendidik anak-anaknya dan menyerahkan   sepenuhkan kepada sekolah.

Pendidikan  utama sejatinya di rumah, karena  keluarga  adalah  pendidik terbaik bagi  anak. Untuk membentuk karakter anak sebagai individu yang siap  belajar dan berinteraksi  terhadap lingkungan, tentu dilakukan oleh keluarga. Ada pemahaman  dari seorang pendidik yang sekaligus penulis terkenal Elton Trueblood menyatakan,  bahwa “Keluargalah yang membentuk setiap individu didalamnya.”  Sekolah sebagai mitra keluarga  akan bersinergi untuk keberhasilan pendidikan  anak, yang tentu perlu  dukungan   orang tua.  

Banyak orang tua yang  salah kaprah  dengan dalih sibuk,   menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak   kepada sekolah.  Hal ini tentu  akan menghambat  proses   pengembangan akademik, keahlian, dan bakat anak. Karena  tugas keluarga dalam membentuk individu anak  yang siap belajar  terabaikan.  Suka tidak suka, akhirnya  sekolah yang  memikul  tanggungjawab  tersebut.  Sehingga proses pendidikan menjadi tidak efektif, karena  keluarga  tidak berperan sebagai mitra sekolah.  

Bahkan tidak jarang keluarga  tidak menjalankan dengan baik hubungan kemitraan tersebut, malah berlaku sebaliknya. Tidak sedikit  yang  ikut menyalahkan sekolah apabila anak ditindak karena melanggar  peraturan sekolah. Hal ini membuat anak tidak mandiri di sekolah, bahkan keluarga tidak jarang  malah mengintervensi  proses belajar mengajar anak di sekolah.


PERAN EYANG PUTRI DAN ASISTEN RUMAH TANGGA 

Kebiasaan yang berlaku dalam keluarga, ketika kakak  saya melahirkan Ibu akan menungguinya selama empat puluh hari.   Ibu datang minggu sore dan pulang hari sabtu, untuk membantu membimbing kakak  dalam merawat anaknya.   Namun ada pengecualian saat aku melahirkan, Ibu yang merawat dan mengurusi anakku  sampai berusia satu tahun.  Dengan alasan, karena aku bekerja di luar rumah  dan Ibu  mengajari dan  mengawasi  asisten yang khusus mengasuh anakku. Begitu juga saat anak kedua ku lahir yang berjarak lima tahun dengan kakaknya. Setelah itu anak sepenuhnya menjadi tanggungjawab aku sebagai ibunya dan dirawat pengasuhnya saat aku bekerja.

Praktis anak-anak selama aku bekerja, tinggal bersama pengasuhnya di rumah.  Aku memisahkan antara asisten rumah tangga yang mengurusi urusan rumah tangga dan asisten rumah tangga yang aku didik khusus untuk mengasuh anak.  Untuk  mencari seorang pengasuh anak, aku menetapkan   beberapa persyaratan  yang harus dipenuhi. 

Pendidikan : Bukan hanya bisa baca tulis, tapi minimal lulus sekolah dasar.  Hal ini  agar  pada saat anak-anak bertanya dia bisa memberikan penjelasan dengan bahasa yang baik.  Dia juga dapat membacakan buku cerita buat anak-anakku, saat aku tugas keluar kota.

Kebersihan:  Kebersihan diri sang pengasuh juga tidak kalah penting. Pengasuh anak-anak aku dapatkan dari keluarga jauh yang kebetulan tinggal di kampung dan  sudah mengenal  sang pengasuh beserta   keluarganya.  Hal ini sangat membantu aku menentukan pilihan, bahkan  kadang aku terima beres yang direkomendasikan.

Belajar: sebelum bekerja, aku  meminta tolong kepada Eyang Putri untuk mengajari cara merawat anak dan mengawasinya dalam waktu paling lama satu bulan. Setelah itu, aku cukup mengandalkan alat komunikasi berupa telepon genggam. Setiap kurang dari dua jam, aku memantau kondisi anak-anak melalui video call. Hal ini cukup membantu aku dalam mengawasi  anak-anak dari jauh dan mengecek sang pengasuh melakukan jadwal makan dan aktivitas anak sesuai dengan yang telah aku berikan.

Setiap pagi sebelum   berangkat ke kantor, aku menyiapkan sendiri  makanan untuk anak-anak. Begitu tiba di rumah  setelah membersihkan diri, aku langsung mengambil alih pengasuhan anak-anak. Hal ini aku lakukan,  agar  anak-anak tidak lengket kepada pengasuhnya dari pada kepada ibunya sendiri.   Peran sang pengasuh anak ini sangat besar dan aku hargai, sehingga dapat membuat aku tenang dalam bekerja. 

Memang tidak lelah?

Bukan tidak lelah, tapi tidak boleh lelah. Seorang ibu yang berperan ganda, sebagai  ibu rumah tangga dan bekerja, menurut pendapat aku tidak boleh mengenal kata lelah.   Namun menerima itu sebagai suatu konsekwensi atas pilihan yang diambilnya, agar anak  tetap merasakan kehangatan kasih  ibunya.

Memang sesekali Eyang Putrinya datang menjenguk cucunya, tapi Eyang Kakung sangat jarang ikut, karena  tidak tega melihat cucunya di rumah tanpa ditemani ibunya sendiri…..Itu alasan Eyang Kakungnya, karena hanya aku anak perempuannya yang bekerja di luar rumah.  Namun anak bungsu aku paling senang bila Eyang Kakungnya datang dan selalu meminta gendong. Anak-anak cukup dekat dengan ibu-bapak dari pihakku, namun sayang tidak ada yang  mengenal eyang dari pihak bapaknya, karena sudah pergi sebelum anak-anak lahir.

HUBUNGAN   KOMUNIKASI KELUARGA DI ERA DIGITAL

Untuk lancarnya operasional keluarga yang terpisah-pisah karena menjalankan aktivitasnya, dibutuhkan komunikasi yang baik antar anggota keluarga.  Di masa era digital seperti saat ini, kami kapan saja bisa saling  berkomunikasi. Aku dapat langsung mengetahui pergerakan anak-anak dan tugas-tugas apa saja yang diberikan sekolah. Bahkan si bungsu paling tidak sabar, andai mendapat tugas dari guru. Dia akan langsung menghubungiku dan memberitahu apa saja tugas yang diberikan. Bahkan tidak jarang bercerita kegiatannya selama di sekolah. 

Untuk  tugas yang diberikan, kadang ada yang perlu dibeli. Aku memanfaatkan  jam istirahat untuk mencari kebutuhan tersebut atau meminta tolong OB kantor membelikan. Maklum lokasi kantor cukup jauh dari rumah dan saat pulang, aku harus tepat waktu tiba di rumah.  Sesuai kesepakatan kami diawal setelah kehadiran anak, bahwa aku wajib  mengusahankan pulang tepat waktu untuk secepatnya dapat menemani anak-anak.  Karena   suami memang tiba di rumah lebih malam, kecuali aku ada tugas kantor yang harus diselesaikan. Saat itu suami yang akan lebih dahulu menemani anak-anak di rumah, semua itu bisa berjalan dengan mulus berkat bantuan alat komunikasi di era digital saat ini yang membantu tugas orang tua. 

SEKOLAH  SEBAGAI MITRA KELUARGA  

Sebagai ibu yang bekerja di luar rumah, aku membutuhkan sekolah yang dapat memberikan kenyamanan anak dalam belajar.  Dan dapat  menjalin hubungan dua arah antara guru dan orang tua, untuk memantau perkembangan anak.  Hal ini diharapkan  dapat  pengembangkan pendidikan akademik anak dengan  maksimal di sekolah.  Memang secara akademik menjadi tanggungjawab sekolah untuk mengembangkan anak didiknya, sementara  penanaman nilai-nilai budi pekerti, pembentukan karakter dan dapat  berinteraksi  adalah tugas dari keluarga atau orangtua. 

Sebagai orang tua yang memiliki waktu terbatas dalam membantu anak-anak belajar,  aku membutuhkan mitra yang dapat bekerjasama  untuk mewujudkan  pendidikan yang diharapkan.  Saat di rumah aku berusaha membantu anak-anak belajar dan berusaha agar tidak memberi les tambahan. Karena aku masih sanggup mengajarinya sendiri dan beberapa langkah yang aku  ambil:

Hubungan dua arah:  Sekolah sebagai mitra orang tua, aku manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Komunikasi dua arah yang rutin aku lakukan untuk mengetahui perkembangan anak. Aku berkonsultasi dengan guru kelasnya, andai  gagal  menerangkan pelajaran yang ditanyakan.  Bahkan aku pernah ikut  les matematika  bersama beberapa  wali murid lainnya dengan guru sekolah.

Ikut belajar :  Aku ikut  mempelajari bab per bab mata pelajaran sekolah anak-anak, agar dapat menjelaskan saat belajar di rumah sebelum bab tersebut dipelajari di kelas.  Si Kakak apabila penjelasan dari guru  telah dimengerti, ketika belajar di rumah dia meminta aku memberikan pertanyaan seputar pelajaran yang tadi dibahas di sekolah.  Sementara  si Ade, aku harus meringkas  dan menjelaskan menggunakan  white board.  Untuk si Kakak, akhirnya aku membuat pertanyaan-pertanyaan yang diambil dari buku pelajarannya. Untuk si Ade, aku meringkas setiap mata pelajaran guna  dijelaskan di rumah. Sampai anak-anak duduk dibangku SMA, aku masih bisa membantu pelajarannya.  

Semua itu dapat aku lakukan dengan bantuan tehnologi dan berteman dengan Mas Google. Apapun yang ingin kita ketahui dapat ditemukan, hanya dengan ujung jari. Anak-anak aku beli fasilitas  telepon genggam saat  telah duduk di bangku SMP dan   aku tegaskan bahwa  itu untuk mempermudah   komunikasi. Untuk main game,  ada waktu yang sudah kita sepakati. Kapan waktunya dan berapa lama.

LES PELAJARAN TAMBAHAN

Aku memang tidak memberikan pelajaran tambahan atau les kepada anak-anak, selain les musik dan Bahasa inggris. Kakak  les gitar dan Ade les piano, tapi semua itu atas permintaan anak-anak. Si Kakak sampai masuk kuliah, tidak pernah masuk dibimbingan belajar. Namun  saat Ade  kelas tiga SMA, aku  sudah tidak dapat mengikuti lagi pelajarannya. Bersama teman-temannya, aku   ikutkan dibimbingan belajar   untuk persiapan ujian akhir dan mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Alhamdulillah dapat di terima di PTN.

Pada era kekinian, orang tua dimudahkan dalam mencari informasi tentang segala hal. Namun dampak yang ditimbulkan pun tidak sedikit. Orang tua perlu ektra  pengawasan anak yang  dengan gawainya,   dan agama merupakan  salah satu jalan untuk  meredam pengaruh kemajuan tehnologi.  



referensi:
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=39
http://www.penajuara.com/2018/03/lomba-menulis-blog-nasional-2018-gratis.html
Sumber gambar : Pinterest, kantor meme.blogspot
#sahabatkeluarga





34 komentar:

  1. Setuju mbak. Se kekinian apapun jamannya, agama pondasi terkuatnya. Gud luck mba 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah...itu benteng anak2 yg in shaa Allah bisa menangkal semua keburukan

      Hapus
  2. Wah ini sih namanya The Power Of Emak-Emak. Semangat ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba Marda....aku kok jagoan, sok kuat & sok pintar klo buat anak2, karena semua di borong sendiri. Alhamdulillah bisa...

      Hapus
  3. suka caption terakhirnya, Mbak. Agama merupakan salah satu jalan untuk meredam pengaruh kemajuan tehnologi. makasih mba ^,^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba. Hanya kepada Nya kita monta pertolongan & in shaa Allah dilindungi

      Hapus
  4. Mbak Sri udah pengalaman, tentunya jauh lebih paham bagaimana harus bersikap sebagai orangtua. Kami yang masih bau kencur semoga bisa meniru langkah2nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba Damar, klo melihat inu2 muda disekitar saya rasa gemes. Duku semua saya harus bisa melakukan sendiri, terutama buat anak2. Semangaaat Mva Damar

      Hapus
  5. Setuju mba. Agama itu merupakan aspek terpenting jangan sampai abai dengan yang ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu benteng utama Mba Dwi. KepadaNya lah kita berlindung dr segala perubahan jaman. In shaa Allah dapat berjala dengan baik

      Hapus
  6. Bener banget mbak komunikasi 2 arah wajib dilakukan orang tua karena klo yang terwujud hanya 1 arah bisa2 kita ga bisa ngejar penyerapan anak2.. jadi emak2 juga gak boleh gaptek yah heheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuup....saya sangat kenal baik wali kelas anak2, agar dpt mengetahui perkembangannya anak.
      Gemes saya klo ada emak2 bilang gaptek! Itu bukan gaptek, tapi malas!...belajar lah...hehhehe

      Hapus
  7. Mba keren banget ini, emak2 gak boleh lelah. Saya ngurus ponakan aja lelah. Semoga ngurus anak sendiri nanti enggak hehe. Makasih ilmunya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. In shaa Allah ngga akan lelah, karena cinta yg besar & tanggungjawab sbg Emak Mba..hehehe

      Hapus
  8. Setuju, sepesat apapun kemajuan melaju, landasan agama akan meredam pengaruh buruk dari teknologi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba, hanya kpd Nya kita mohon perlindungan kan. Suwun udah mampir ya

      Hapus
  9. Iman sebagai dasar pendidikan dan keluarga yang jadi pemeran utama.
    Setuju Mbak Srie...Terima kasih untuk pencerahan ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Dian, makanya saya menyekolagkan anak di sekolah yg pelajaran agamanya lebih banyak sampau SMP, karena itu pondasi awal. Stlh itu bebas mau pilih SMA mana aja..maklum Emainya kerja. Makasih juga Mba Dian

      Hapus
  10. Ikut belajar bab per bab. Aku juga begitu,terlebih sulungku yang hanya tertarik dengan hal-hal berbau seni. Seperti menggambar, menari atau paduan suara. Jadi utk urusan mata pelajaran lain emak emang harus sedikit ekstra.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah...tooz Mba, dulu si kk semua buku ga boleh ada yg kosong. Pasti dia gambar & dulu pilih kuliahnya di DKV...
      Betul, saya sampe.minta2 les ke gurunya wkt dia SD. abis dia bilang, jelasinnya ga kaya Pak guru.....Jd Emaknya tiap sabtu les sam gurunya.
      .hehehe

      Hapus
  11. Hai Bunda betul sekali, sebagai orangtua kita harus terlibat dalam pendidikan anak2 kita. Karena kita adalah guru pertama mereka begitu pun sebaliknya. Apalagi di era kekinian ini ya 😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai juga Mba Yani....
      Saya hanya ga ngajatin ngaji aja Mba, lainnya ngajarin sendiri. Khusus ngaji manggil guru ke rumah, selain ikut pengajian di masjid dekat rumah.

      Hapus
  12. Wahh oke artikelnya. Meski jaman udah canggih gini agama tetap jadi faktor penting untuk pendidikan anak-anak. Thx ya mb infonya bermanfaat banget...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Mba. Hanya dg agama kita bisa minta perlindungan dr Allah Mba, apalagi di era milenial begini kan..makasih sdh mampir

      Hapus
  13. Benar banget bunda kunci segala sesuatu itu agama termasuk sukses mendidik anak yang utama pendidik agamanya. Menilai sebuah keluarga pun dilihat dari agama mereka seberapa taat nya dalam menjalankan agamanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah Mba, krn saya bekerja sgb pondasi pertama. Anak2 saya sekolahkan di sekolah yg agamanya lebih banyak sampai SMP & SMA baru saya bebaskan bila mau masuk sekolah negeri. Makasih sdh mampir Mba

      Hapus
  14. Kesibukan dan tanggung jawab ibu bekerja emang dobel ya Bun.. emak harus seterong! Semangat

    BalasHapus
  15. Setuju Bu, bahwa rumah ada pendidikan terbaik anak. Guru disekolah adalah mitra, bukan sepenuhnya lepas dari orangtua. Sy jadi diingatkan lagi akan tulisan ini bahwa peran orangtua tidaklah se simple bayar sekolah saja. Tapi juga mendidik :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Septi, justru kita pendidik utama. Betul Mba, tugas orangtua ga sesimple yang diduga. Sulit dan penuh tantangan, tapi bila dijalani dengan ikhlas in shaa Allah dimudahkan Allah

      Hapus
  16. Kalo anakku masih ikut les, mbak. Soalnya gak nurut kalo diajarin sendiri ha ha ha

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh gitu...hehehe. Itulah anak-anak, ga ada yg sama. Anak2 saya semua maunya belajar sama saya, jadi emaknya kuduu belajar terus.

      Hapus
  17. Jadi ibu memang luar biasa ya mbak, paling seru ikutan belajar, apalagi pelajaran sekarang makin maju dan cepat.. hebat mbak😍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba, untuk itu harus rajin belajar juga. Bukan hebat tapi rasa bersalah meninggalkan anak2 bekerja, membuat saya akan melakukan apa saja yang terbaik buat mereka. Mba Dewi juga hebat.

      Hapus