Buku Solo |
Dengan membaca aku dapat berbagi cerita dan menyampaikan inti cerita tersebut kepada teman-teman. Mereka senang mendengarnya dan tidak lupa aku selipkan nilai kebaikan dari dongeng tersebut. Bahkan ada teman yang meminjam buku tersebut. Itu yang aku lakukan setelah membaca buku dongeng koleksi ku, ketika masih kelas empat sekolah dasar. Aku merasa selangkah di depan teman-teman karena banyak membaca dan berharap ada teman yang tertarik ikut membaca.
Sejak kelas empat sekolah dasar, aku mulai senang membaca. Buku dongeng HC. Anderson semua aku lahap abis, bahkan rela menukar baju baru dengan sebuah buku. Jadi kalau Ibu mau membelikan baju, aku selalu menawar. Apakah boleh uang buat membeli baju, dibelikan buku cerita saja?. hehehe...
Adakalanya Ibu tetap membelikan baju, tapi dengan bonus membelikan aku buku cerita juga. Namun tidak jarang, benar-benar hanya dibelikan buku. Hanya buku yang dibelikan lebih banyak, sesuai harga baju. Kebiasaan tersebut berlanjut sampai SMA, tapi yang dibaca mulai beralih ke novel dan buku apa saja yang ada. Waktu SMP selain membaca buku, juga senang membaca cerpen, karena Ibu berlangganan majalah "Gadis" untukku.
Akhirnya aku dapat membuat cerpen dan beberapa kali diterbitkan di majalah gadis. Saat itu menulisnya dikertas folio bergaris dengan tulisan tangan. Biasanya Bapak yang menyediakan kertas tersebut. Honor yang didapat, lumayan buat jajan dan membeli buku.
Ketika SMP selain dikenal sebagai kapten tim basket sekolah, aku juga dikenal sebagai penulis cerpen yang digandrungi ceritanya oleh teman-teman. Maklum ceritanya kebanyak kejadian diseputar sekolah yang aku oleh menjadi sebuah cerpen. Waktu SMA sama seperti itu, hanya teman-teman mengenal tulisan-tilisanku melalui mading sekolah. Keren kan?.
Kutu Buku
Kutu buku, itulah lebel yang diberikan ibu kepadaku. Di rumah memang aku lebih banyak membaca. Buku bertebaran di atas tempat tidurku dan tidak boleh ada yang memindahkannya. Aku bisa tidak tidur kalau membaca buku belum sampai selesai, terutama diakhir minggu. Ibu dan bapak hanya geleng-geleng kepala, kalau melihat aku dikamar tenggelam dalam tumpukan buku dan tidak bisa diganggu. Sayangnya pda masa itu, di sekolah tidak ada perpustakaan. Aku mengumpulkan uang jajan, agar dapat membeli buku.
Terminal bus lapangan banteng menjadi tempat aku berburu buku murah, setiap pulang sekolah. Terminal ini letaknnya tidak jauh dari rumah, cukup ditempuh dengan berjalan kaki selama sepuluh menit. Aku bisa berjam-jam nongkrong di depan penjual buku yang digelar sepanjang pintu keluar terminal. Sesekali aku beli di terminal senen, bila ingin mencari buku-buku terbitan baru.
Mau Bisa Membuka Jendela Dunia
Hayo….siapa yang tidak tertarik bisa membuka jendela dunia?.
Kalau kita bisa membuka jendela dunia, berarti kita juga dapat melihat semua yang ada di luar sana. Dengan membaca bukan hanya dapat membuka jendela dunia, tapi juag dapat mengubah pola pikir. Ngga percaya? Silakan buktikan sendiri.
Dengan membaca banyak pengetahuan yang aku dapat, sehingga pola pikir jadi lebih luas. Banyak ide bermunculan dan juga bisa mendatangkan penghasilan. Aku beberapa kali mendapat honor dari Koran Media Indonesia dengan mengirimkan resensi buku, artikel di Tabloid kontan dan juga dari majalah info wisata perusahaan yang diperuntukan bagi penumpang pesawat udara.
Dulu tehnologi belum seperti sekarang, untuk mendidik anak aku dapat dari buku. Walau buku parenting belum semarak sekarang dan bukulah sumber informasi yang aku butuhkan. Gramedia yang terletak di Pasar Baru Jakarta merupakan tempat langgananku, karena lokasinya tidak jauh dari kantor. Setelah bekerja di kantor, kemampuan menulisku makin berkembang. Perusahaan memberi kepercayaan kepadaku untuk menjadi anggota redaksi majalah internal perusahaan. Untuk mendukung pekerjaan, perusahaan mengirim aku sekolah jurnalis di Dewan Press. Alhamdulillah, aku pernah menjadi murid Jakob Oetama pemilik Koran Kompas.
Kegiatan membaca makin gencar, karena aku juga ditunjuk sebagai Kepala Perpustakaan perusahaan. Setiap bulan ada sepuluh buku koleksi terbaru perpustakaan yang harus aku baca, agar dapat membuat katalognya. Bahkan setelah pensiun, aku dipinang seorang mantan bankir karena kesukaanku membaca untuk bekerja diperusahaannya. Tiga tahun aku mengabdi di perusahaan tersebut dan diminta untuk freelancer di salah satu organisasi olahraga, sebagai pemimpin redaksi tabloid internal selama dua belas tahun.
Aku tidak pernah menduga membaca dapat memberikan begitu banyak lompatan dan pengalaman yang mewarnai perjalanan hidup. Salah satu alasan aku membaca adalah untuk mendapatkan ide yang bermunculan, bak jamur dimusim penghujan dan ide tersebut melahirkan satu buku solo dan empat puluh lebih buku antalogi. Juga artikel di media online di usia yang sudah tidak muda lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar