Buku Solo Perdana |
Menjadi seorang penjejak memang ga pernah kebayang. Awalnya sih karena senang curhat di buku harian, yang aku lakukan sejak kelas empat SD. Ibaratnya buku harian adalah tempat sampah yang menampung rasa kesel, sedih karena dimarahi dan bahagia yang aku alami sehari-hari. Bahkan ngga jarang itu tulisan kabur kena tetesan air mata, saat sedih dan dada berasa plong setelah semua rasa tertumpah dalam bentuk tulisan. Biasanya aku nulis diatas tempat tidur dan buku hariannya disimpan di bawah bantal. Dijamin ngga ada yang tau, karena aku tidur ditempat tidur tingkat dan aku yang diatas…..…...hehehe.
Masih ingat cerita dongeng
karangan HC.Andershon? Itu buku bacaan masa kecil, bahkan aku rela ngga dibeliin baju asal dibelikan buku.
Saat SMP coret-coret tetap masih berlangsung, bahkan beberapa cerpen
diterbitkan di majalah remaja terkenal saat itu. Kirim tulisannya masih dengan
ditulis tangan pula yang dikirim melalui pos.
Aku juga punya hobi membaca, kalau sudah membaca novel bisa ngga tidur
sehari-semalam. Judulnya penasaraaaan….hahahaha.
Pada masa itu menjadi penulis memang
belum semudah dan seindah sekarang. Paling hanya pekerjaan sampingan saja, nyari kursus menulis
juga sulit. Tapi aku pernah ikut kursus
menulis jarak jauh melalui surat-menyurat. Jadi
materi dan tugas-tugasnya dikirim melalui pos, aku punya sertifikatnya
dengan nilai cukup bagus loh. Aku tetap aktif menulis buku harian dan membaca
buku. Saat aku pindah tugas, aku ditempatkan di Humas dan hobi menulis makin
terasah. Salah satu tugasku adalah membuat
berita untuk majalah internal kantor, jadi jurnalis akuh. Keinginan terpendam akhirnya tersalurkan,
kadang aku jadi editor untuk tulisan yang masuk dari pegawai. Ilmu yang didapat
dari kursus akhirnya kepakai.
Salah satu buku antologiku yg memberi kata pengantar "Mensos RI" |
Meliput kegiatan kantor dan
membuatnya jadi sebuah berita di majalah internal kantor, rasanya
campur aduk. Sering juga buat kontens untuk fyer kantor. Beberapa kali diikutkan pada pelatihan menulis dan mengantongi
beberapa sertifikat. Yang paling bergengsi saat sekolah Jurnalis di Dewan
Press, dengan pengajar wartawan senior termasuk Yakoep
Oetama. Sejak saat itu pekerjaanku jauh lebih berwarna, bertemu
orang banyak sudah biasa tapi mewawancarai pejabat dan pegawai kantor sampai ke
daerah, adalah sesuatu banget. I love this job guys!
Dua kali resensi buku diterbitkan
di HU. Media Indonesia, dua kali juga menjadi ghostwriter untuk direksi, membuat buku pedoman tata persuratan &
kearsipan perusahaan juga aku kerjakan. Aku juga mulai menulis novel tapi ngga
berani untuk diterbitkan, lebih tepatnya belum mengetahui cara mengirim naskah
ke penerbit saat itu. Aku juga diminta
sebuah organisasi yang bergerak di
bidang olahraga untuk menerbitkan tabloid
internal, memang oplahnya hanya 1000 exp, tapi diedarkan ke 31 provinsi sampai tingkat
kabupaten. Di organisasi tersebut berita tidak selalu hasil liputan, tapi data
kegiatan dan foto-foto dikirim dari perwakilan di daerah. Sesekali saja meliput
ke daerah, itu aku tekuni selama selama 12 tahun.
Buku Antologiku |
Setelah pensiun, untuk mengisi mengisi
waktu aku menekuni dunia literasi lagi.
Alhamdulilah tanpa sengaja menemukan komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis, yang didirkan oleh Indari Mastuti di tabloid Nova. Komunitas ini seakan menggembleng berbagai ilmu penulisan yang
dikupas tuntas, ada yang gratis dan berbayar secara online di FB. Menemukan komunita ini serasa mendapat durian
runtuh, bertahun-tahun mencari training seperti ini ga ada.
Akhirnya aku mengikuti
training Sekolah Perempuan gelombang
ke tiga, belajarnya secara online
di FB dan webinar. Materi yang
diberikan cukup lengkap, di
sini aku dapat menulis
buku yang dibimbing
langsung oleh Indari Mastuti selama
tiga bulan. Biaya yang dibandrol saat
itu sebesar satu juta dan alhamdulillah didanai
oleh kantor. Training ini seakan
menghapus dahagaku pada dunia literasi, melalui para mentor yang keren
seperti Indari Mastuti, Ida Fauziah,
Juli Nava Artha dan kepala sekolahnya
Anna Farida. Bayangin deh dimana ada
sekolah yang boleh bawa anak dan selagi sang ibu belajar, eee..kepala sekolah
yang momong si anak…
in house magazine |
Aku seneng banget kalau dikelas,
jadi murid dan dipanggil kepala sekolah dengan panggilan sayang “Non” Ini punya
cerita sendiri, maklum kelas online. Kepala sekolah biasa menyapaku dengan
sebutan tersebut, namun saat kopdar dia kaget, ternyata yang dipanggil Non
adalah nenek-nenek…..hahaha, tapi maaf ya aku ngga mau diganti panggilannya.
Biar berasa masih bocah…wkwkwkw….Nuhun Bu Kepsek.
Aku jadi lebih mengetahui
pakem-pakem dalam membuat suatu tulisan, apalagi terus ikut beberapa training
dengan Joeragan Artikelnya Ummi Aleeya. Ditantang langsung praktek dengan
status cantic, bikin artikel di Emakpintar.com. Apalagi ikut training khusus
editor, wooow bingit tapi maaf aku
nyerah dikasih tugas untuk mengedit. Matanya ngga kuat harus melototin lappy
untuk mengedit buku 154
halaman…hehehe…maaf Chika aku nyerah.
Setelah itu tawaran membuat buku antologi bertubi-tubi
hadir, maka lahirlah antologi pertama hasil dari lomba dan salah satu yang
terpilih untuk dibukukan yaitu “Anakku Mutiaraku” berasa terbang kelangit.
Pelan tapi pasti satu persatu buku antologiku lahir, salah satunya “Bangga
Menjadi Ibu” sebenarnya tiga tulisanku terpilih menang, hanya satu yang
diterbitkan. Dan pada edisi berikutnya buku tersebut kata pengantarnya berasal
dari Menteri Sosial RI, Kofifah Indar
Parawansa yang pada suatu kesempatan
bertemu aku minta beliau menandatangin buku tersebut. Sementara buku solo belum ada jodohnya, begitu
kata Indari, sabar ya. It’s ok..padahal sedih bingit…hehehe
Pembaca buku soloku |
Kegilaan menulisku membuat
tulisanku makin ciamik, kata Enni Kurniawati.
Ilmu yang didapat membantu
mempermudah kegiatan tersebut, tapi ada loh yang mengatakan aku penulis edan. Pasti kecolek salah satu tulisanku ya? Kalau kita ga berbuat seperti yang
dikatakan kenapa mesti marah?. Ada pula yang mencibir dan bilang kalau tulisanku ga bermutu. Hellooow…….ternyata buku antologi
terus lahir, majalah dan tabloid internal perusahaan dinikmati sampai
hampir semua provinsi yang ada di NKRI loh!
Aku tak peduli dan jalan terus, karena dengan
tulisan aku bisa meninggalkan jejak buat siapa saja, terutama anak-anakku.
Tulisan itu banyak bercerita tentang kehidupan dan dapat dijadikan cermin dalam
menjalani hidup bagi siapa saja yang membutuhkan. Alhamduulillah aku sudah
mencicipi penghasilan dari pasukan endore dan MC, lumayan untuk bisa digunakan
untuk ikut training lagi.
Memang jodoh itu hanya Allah yang
mengetahui, begitu pula buku soloku. Dalam
waktu seminggu buku soloku terbit, setelah tiga tahun menanti
jodoh. Itu berkat kesaktian Kepala
sekolah SP, yang ruar biyasah. Kecup
basah buat yang tercinta Anna Farida….muaaach.
Rasanya baru kemarin aku
mengikuti sekolah perempuan angkatan
ketiga, ternyata sudah akan masuk angkatan ke 25. OMG….hal ini terjadi karena
misi SP untuk memberikan pengetahuan menulis kepada para perempuan yang dapat
menghasilkan dari rumah bagi para IRT.
Yaumil milad Sekolah Perempuan, makin sukses mendidik para perempuan
untuk mandiri dan mendapatkan
penghasilan.
#ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN
#sekolahperempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar