Awal
berumah tangga pastinya aku memikirkan untuk memiliki keturunan, dan membuat
rencana untuk membesarkan anak-anak dengan pendidikan terbaik. Pertama aku tidak memahami tentang asuransi
dan pada tahun delapan puluhan perusahaan asuransi belum sebanyak sekarang.
Apalagi tata cara pembayarannya, masih harus dilakukan langsung ke kantor
perwakilannya atau titip melalui agentnya. Ribet pokoknya, tapi menurut aku
aasuransi sangat penting dan satu-satunya cara untuk memberikan manfaat terbaik
kalau terjadi apa-apa padaku atau suami.
Pertama
kali masuk asuransi setelah anakku berusia dua tahun, dengan mata uang dolar
amerika. Alhamdulillah aku dapat rutin membayar preminya setiap tahun dengan lancar,
tapi kedodoran pada saat terjadi kerusuhan. Dolar melambung tinggi, bertepatan jatuh
tempo untuk membayar premi. Celakanya lagi,
perusahaan asuransi menetapkan
pembayaran harus dengan kurs baru.
Memang nggak sepenuhnya kesalahan perusahaan asuransi, aku juga punya andil karena
menyimpan uangnya dengan rupiah. Aku minta kebijakan untuk diturunkan, tapi
tidak berhasil. Akhirnya aku putuskan perjanjian dengan mencairkan dana
asuransi tersebut.. Alhamdulillah uang
asuransi yang cair dalam dolar, setelah aku tukar kerupiah dapat aku manfaatkan
untuk membeli sebuah rumah KPR. Apabila suatu waktu aku kekurangan biaya untuk
kuliah si kakak, maka rumah itu bisa aku jual.
Rumah
tersebut adalah investasi pertamaku,
Alhamdulillah sampai saat ini masih menjadi milikku. Saat anakku berumah
tangga, rumah itu menjadi hadiah untuknya. Karena aku masih sanggup membiayai
kuliahnya sampai selesai. Tidak lama adiknya aku masukan asuransi pendidikan, walau awal pembayarannya titip ke agent. Namun
saat bank menggunakan ATM, pembayaran
dialihkan melalui ATM. Aku juga masuk ke asuransi jiwa yang pembayarannya
ditagihkan melalui kartu kredit, untuk jangka waktu cukup lama dengan
pembayaran hanya lima sampai sepuluh tahun saja.
Hidup
itu tidak selalu mulus, semua rencana masa depan yang sudah aku susun, akhirnya
berantakan. Hal itu disebabkan perusahaan tempatku bekerja gulung tikar. Suami
pensiun setelah si kakak menyelesaikan kuliahnya, tapi adiknya masih SMA. Lalu
kuliah di luar kota, memang uang semesterannya tidak besar, tapi biaya kos dan
untuk kebutuhan sehari-harinya tidaklah sedikit. Uang pesangonku terkuras
sedikit demi sedikit dan akhirnya ludes, sementara kuliah anak belum selesai.
Saat anak-anak SMP, aku memasukan keduanya asuransi untuk bekal anak-anak
kelak. Satu juta rupiah setiap bulan yang harus aku setorkan selama sepuluh
tahun, akhirnya harus dicairkan satu persatu untuk bayar kos si adik setelah
berjalan enam tahun.
Saat
si adik banyak biaya untuk pembelian buku dan kebutuhan lainnya, pas salah satu
asuransiku cair. Begitu pula saat menyelesaikan ujian skripsinya, banyak biaya
yang dibutuhkan. Pas asuransi pendidikan si adik cair, sehingga semua kebutuhan
biaya tertutup. Begitu pula saat si kakak menyatakan akan menikah, aku sama
sekali tidak memiliki uang untuk biaya pernikahannya. Namun sekali lagi, dua
bulan sebelumnya pas asuransi jiwa aku cair. Walau biaya pernikahan semua ditanggung anakku dan
pasangannya, tapi setidaknya aku punya dana untuk membantunya. Jadi itulah warna
kehidupanku yang serba pas-pasan. Pas butuh uang pas asuransi cair berkali-kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar