Tahun delapan puluhan transmigrasi menjadi
salah satu program pemerintah untuk penyebaran penduduk, agar merata di daerah
atau provinsi yang masih kurang penduduuknya. Provinsi yang paling terkenal
dengan transmigrasi yang berhasil adalah lampung, padahal hampir semua provinsi
merambah para transmigrasi. Salah satunya di Nabire, Papua yang terkenal dengan
jeruk manisnya. Ternyata yang menanam jeruk tersebut adalah para transmigrasi
dari Purworjo, Jawa Tengah. Jeruk tersebut tumbuh subur bahkan buahnya lebih
besar dari yang di Purworjo.
Ngomong-ngomong
soal transmigrasi, saya punya pengalaman yang tidak terlupakan walau telah
berlalu tiga puluh tahun lebih. Tapi maaf Mba Ida, sesuai gambar alat transportasi
yang ditampilkan tidak aku temukan pesawat udara. Semoga tetap boleh ikut ya
pangalaman ini..hehehhe.
Dulu
salah satu perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk mengangkut para
transmigrasi, adalah perusahaan tempat aku bekerja. Aku sering mendapat tugas
untuk mengantarkan saudara-saudara sebangsa
yang ingin memperbaiki hidup di daerah baru, dan yang paing sering aku
mengatarkan ke pulau Kalimantan. Dari sekian kali bertugas mengantarkan para
transmigrasi, ada kejadian yang tak terlupakan.
Waktu itu kami satu set crew yang terdiri dari dua penerbang, empat
orang awak kabin dan seorang tehnisi, sesuai schedule kami JKT-BDJ-JKT
(Jakarta-Banjarmasin-Jakarta).
Setelah
selesai preparation kami siap menerima penumpang untuk boarding dan awak kabin
siap diposisis untuk menerima tamu. Aku mendapat posisi di kabin depan dengan
Mba senior dan dua lagi bertugas di kabin belakang. Aku sudah biasa membawa
para transmigransi dan selalu saja ada hal-hal lucu yang membuat kami tertawa,
tapi dapat memaklumi sejauh itu tidak melanggar ketentuan. Maklum mereka pergi
untuk pindah rumah, jadi kalau melihat barang bawaannya yang aneh-aneh ya selagi
muat disimpan di luggages bin, silakan aja.
“Selamat
pagi Pak, berapa nomor kursinya?” Yang ditanya terlihat bingung, karena tidak mengerti apa yang ditanyakan
hehehe…..para transmigrasi ini berasal dari Sukabumi.
“Mangga ka lebet, manga calik Pak, Ibu.” Mba
senior meminta para penumpang masuk dan duduk agar tidak terjadi penumpukan di
aile. Maklum Mba Senior asli orang Cirebon yang tentunya sangat fasih berbahasa
sunda dan Alhamdulillah aku pun mengerti dan bisa sedikit-sedikit bahasa
tersebut. Di tengah keriuhan mengatur penumpang untuk mencari tempat duduknya,
tiba-tiba seorang penumpang yang telah duduk: “Teh, abdi bade piih” Tanya
seorang ibu.
“Mangga,
paturasan aya ti payun,” jawab Mba Senior
sambil menunjuk ke arah depan. Melihat wajah bingungnya, akhirnya diantarnya
ke kabin depan. Posisi Mba Senior digantikan temanku yang di kabin belakang.
“Teh,
abdi bade cai” ucap seorang ibu ke temanku dan dengan sigap dia menjawab :. “Paturasan
aya ti payun,” jawab temanku mengekor
ucapan Mba Senior sambil menunjuk kearah depan. Si ibu bengong mendapatkan
jawaban dari temanku. Aku kebetulan lewat
dan menyuruhnya untuk duduk, tapi dia menunjukan obat anti mabok ke arahku dan
bilang “Abdi hoyong cai” “Ooh….sakedap
yak Bu” jawabku sambil menuju pantry.
Ada
beberapa yang meminta air untuk minum obat anti mabok dan semua ditunjukan ke arah
paturasan oleh temanku. Aku senyum-senyum dan memberitahu apa arti yang diinginkan penumpang itu, bukan
ke paturasan Aku. maklum dia orang medan dan tidak mengerti bahasa sunda.
“Aku
hanya ngikutin yang dibilang Mba Senior,
ternyata lain ya yang diminta” Jawabnya sambil menahan malu.
Setelah
boarding, kami kekurangan dua orang penumpang. Awak kabin belakang melihat seorang
ibu sedang pipis di dekat roda tengah pesawat, dengan ditunggui anaknya yang
berusia kira-kira tujuh tahun. Saat itu
Bandara Soekarno-Hatta masih sepi, karena masih uji coba dan baru perusahaan
tempatku bekerja yang menggunakan bandara tersebut. Petugas ground handling
akhirnya membantunya menaiki pesawat. Kami geleng-geleng kepala sambil senyum
geli….wkwkwkwk….
Kejutan
terakhir yang membuat kami tertawa geli, saat tiba di bandara Samsudin Noor
Banjarmasin seorang bapak menanyakan dimana sandalnya.
“Bapak
tadi taro dimana sandalnya?” Tanya ku
“Dibawah
tangga waktu mau naik tadi”….ealaaaaah……sambil menahan tawa, aku memberikan
penjelasan. “Maaf bapak, sandalnya masih di Jakarta. Ngga ke bawa, karena
sekarang udah di Kalimantan.” Bapak itu manggut-manggut, “mangga teh, hatur
nuhun” sambil turun.
Daaan…..ketawa kita akhirnya pecah. Itu lah pengalaman
yang selalu membuatku tertawa kalau mengingatnya dan tak terlupakan sampai saat
ini.
#Ida
Fauziah
Masya Allah Mbak Srie ini pengalamannya banyaaak sekali
BalasHapusPolos sekali para transmigran ini ya Mbak...
Untunglah cabin crewnya sudah terlatih sabar untuk melayani.
Saya saja pernah ajak Ibu mertua ke mall di Jakarta sampai ikut masuk ke toiletnya. Karena Beliau bingung gimana caranya..:)
Makin banyak umur biasanya pengalamannya lumayan banyak...hehehe...betul Mba, kita paham ga semua orang ngerti dg kondisi kekinian.hehhe
HapusPermisi bune,, numpang ngakak yaa
BalasHapusSilakan Mba..e....ikut aah...wkwkwkkw
HapusYa ampuuun tyt cabin crew punya pengalaman unik juga yaaa... Btw, penasaran nih sama tempat kerjanya mba Srie, apaan sih kepooo?
BalasHapusHehehe...blm pernah baca dunia.kerja aku toh..pdhal.pernah dikirim di GWA..baiklah, waktu masih muda terbang sbg pramugari ☝ ada fotoku yg tengah belakang. Stlh punya anak lanjut diground & instruktur awak kabin, pensiun th 2008..ditarik mantan direktur CC citi bank diperusahaanya sbg manager hrd, 2 th resign ken sakit. Ditawarin freelance di tempat lain sbg pemred in house magazine & resign jan 2018. Sekarang drs alias dirumah aja..jadi kaya CV..hehe
HapusNgakak saya membacanya mbak
BalasHapus