Selasa, 20 Juni 2017

KLOTER 43 (1) UMROH


Setiap muslim tentu  ingin berkunjung ke Mekah untuk memenuhi rukun islam ke lima, yaitu berhaji. Minimal dapat  umroh, sementara rejeki biar Allah yang mengaturnya. Hanya kita tidak dapat memungkiri, bahwa ketentuan & kehendak Allah itu pasti. Saya yakin setiap umat muslim, pasti ingin dapat ke tanah suci, baik berhaji maupun umroh. Namun kita ketahui untuk  mendapatkan undangan dari Allah agar dapat sampai disana itu yang sulit. Kok begitu? Ya iyalah kalau pemilik rumah nggak memberikan undangan gimana mau sampai disana. Ga percaya?

Yuuk mari kita bahas. Banyak orang yang memiliki rejeki berlebih dan untuk sampai ke Mekah, tentu bukan sesuatu yang sulit. Dana yang tersedia sudah tersedia, tapi kalau Allah belum mengundangnya atau menggerakan hatinya untuk berniat. Yaaa.. ngga akan bisa tentunya.  Coba perhatikan, begitu banyak orang yang memiliki uang banyak & mobil berderet di garasi dan  belum berhaji, bahkan umrohpun belum. Aku percaya hal itu, karena Allah belum menggerakan hatinya untuk ke sana dan pastinya belum bersiap mengirimi orang tersebut undangan berhaji.  Sementara seorang tukang beca, dan tukang urut selama 30 tahun menabung agar bisa menginjakan kakinya di rumah Allah serta memenuhi panggilannya. Iya nggak sih?

Aku mengalami sendiri tetiba ingin berumroh dan hanya dalam waktu seminggu, mendaftar & persiapan lalu bisa berangkat. Semua begitu mudah, seorang teman mengajukan diri untuk membantu mengurus tiket & vaksin. Teman lain memberikan bekal  obat-obatan dan yang mengurusi ke travel bironya. Subhanallah...dimudahkan.

Mina pada th 1995, tempat melempar jumroh
                                                        
Pada saat itu, aku  sendiri sedikitpun belum  terlintas untuk bisa berhaji bareng suami. Aku sedih berangkat umroh sendiri, karena suami belum mau ikut. Jadi berangkatlah aku sendiri dan ternyata aku sangat beruntung karena tidak harus membayar tiket pesawat. Gratis dapat dari perusahaan, bahkan aku dapat tambahan 100 real dari travelnya karena jadi kepala rombongan.

Subhanallah....begitu beruntungnya  aku, pada  saat itu  masih bisa melihat makam Nabi Muhammad SAW yang masih terbuka. Jadi hanya tanah yang nisannya hanya sebuah batu, dipagar setengah tembok dan atasnya ditutup dengan papan, tapi jamaah dapat melihat ke dalam dengan jelas. Bergeser ke kanan dari makam Nabi, terdapat mimbar nabi & alhamdulillah aku dapat sholat persis di tengah antara makam &  mimbar Nabi Allah. Jamaah  umroh masih  belum sepadat sekarang dan waktu pelaksanaan juga cukup lama, yaitu dua belas hari pul di sana.

Aku bahagia dapat melihat langsung sumber sumur air zam zam yang terletak tidak jauh dari Ka'bah dan berwudhu di sana. Kapan saja kita bisa bolak-balik ke masjidil haram, karena hotel tempatku menginap terletak tidak lebih dari 10 langkah saja. Makananpun selalu tersedia di hotel, dengan menu indonesia. Aku bisa berpuas-puas menyiram air zam-zam dari ujung kepala sampai kaki. Jadi di sumur tersebut, ada seperti wastafel dengan gelas kaleng yang diikat rantai. Di depan pintu sebelum kita masuk ke sumur, ada ubin yang lebih rendah dan dialiri air yang berfungsi untuk kita cuci kaki.

Saat  di Madinah hotelnya lebih dekat lagi dengan Masjid Nabawi, keluar hotel sudah ada di halaman masjid aja. Pertama sampai di Madinah, kita disambut hujan deras. Halaman Masjid Nabawi tergenang air, namun dalam sekejap air tersebut hilang tanpa bekas, sementara penduduknya keluar semua untuk menampung air hujan dan beramai-ramai mandi hujan.

Di tahun itu menyiapkan perlengkapan umroh  tidak semudah sekarang. Dulu mencari baju muslim sangat sulit karena masihh belum marak seperti saat ini. Aku  khusus menjahit pakaian muslim berwarna putih dan dengan model   celana panjang longgar dan baju muslim panjang 3 stel. Namun disana aku lebih nyaman menggunakan baju muslim, model celana panjang, baju dan mukena panjang yang menutupi bokong. Kita harus hati-hati dalam berpakaian selama di sana, kalau tidak mau  di tegur askar  yang mengatakan "haram...haram Siti Rahma" kalau pakaian atas kita tidak menutupi bokong. Juga harus ekstra hati-hati kalau nggak mau dibawa kabur supir taksi.

Jam besar di Mekah, dulu belum ada dan disekitar  halaman Masjidil Haram & Masjid Nabawi, penuh dengan pedagang mulai dari pernak-pernik sholat sampai karpet & perhiasan emas. Jika waktunya sholat, dagangan mereka tinggal tanpa di tutup apapun, kecuali toko emas, etalasenya ditutup dengan kain.   Saat itu 1 US dollar masih Rp. 300 aja.

Di Jabal Rachma
                                                               
Kalau di masjid Nabawi, saat kita   berwudhu yang terletak   di sisi kanan, andai kita menghadap kiblad. Kita berwudhu bisa  memandang ke pemakaman. Pintu masuk ke dalam masjid juga hanya satu, yaitu dari makam Nabi yang ada kubah warna hijau. Saat  aku berhaji, semua sudah berubah total. Menu makan dengan ikan atau daging onta yang masih alot, sementara sayur asam yang isinya terong medan (terong sebesar jari dan berwarna hijau). Kita makan di hotel dengan prasmanan dan tersedia susu bubuk merk klim yang gurihnya selangit. Karena belom ada yang jualan seperti sekarang, kalaupun ada yang daging kebab dan martabak telor yang keras karena terigu doang tanpa ada telurnya.
Di Jabal Rachma & nampak dikejauhan Arofah tempat wukuf saat musim haji
                                        
Sementara air zam-zam belum tersedia   di Masjid Nabawi, seperti sekarang yang disediakan dalam   tong-tong dari alumunium dan gelas plastik. Tanah arab masih gersang, belum sehijau sekarang. Betapa terkejutnya aku ketika kembali ke sana semua sudah berubah 180 derajat dan sangat modern. Namun sayangnya aku tidak dapat lagi melihat makan Nabi, karena sekarang hanya terlihat bangunan yang ditutup dengan dinding serba hijau. Sholat jauh dari mimbar Nabi, karena dibatasi partisi yang paten dan hanya ditandai dengan karpet warna hijau, itulah raodah. Kita juga belum menemukan payung raksasa yang super keren.

Keluar dari pintu hotel kita sudah berada di halaman Masjidil Harom. subhanallah, beruntungnya Allah telah mengundangku di saat semua masih bisa disaksikan masih apa adanya. semoga aku bisa kembali kesana membawa anak-anak ku umroh.
                                                       halaman masjid Qiblatain




Tidak ada komentar:

Posting Komentar