Rabu, 15 Oktober 2014

MISKIN KARENA ASURANSI




Benarkah  asuransi membuat  kita miskin?
Gimana ngga miskin, setiap  bulan gaji abis digrogotin buat bayar asuransi. Sementara  kita belum mengetahui  kapan  asuransi itu kita gunakan, ga jelas kan?.   Memang sih  hitung-hitung menabung, tapi  menabung yang dianggap hilang loh!.

Apa yang harus kita lakukan seandainya tiba-tiba suami sakit? Sementara  kita tidak mempunyai uang sama sekali. Yang terlintas diotak dalam kondisi seperti ini, pasti cari pinjaman uang.  Urusan membayarnya nanti saja dipikirkan. 

Setelah  suami sembuh dan keluar dari rumah sakit, terbayanglah dimata cicilan utang yang harus dibayar.   Belum lagi dari mana dapat uang untuk membayarnya, sementara setiap bulan uang  pensiun hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan mengirim biaya hidup anak yang kuliah diluar kota. 

Andai saja ada malaikat yang dapat membantu saya, mungkin saya tidak akan sepusing ini memikirkan dana untuk melunasi hutang tersebut. Terpaksa  melego  perhiasan yang saya miliki, supaya tidak tambah menumpuk bunga pinjamannya. Padahal belum lagi biaya untuk kontrol yang pasti ada obat yang harus ditebus.  Menurut dokter, juga suami harus rutin kontrol setiap bulan kalau obatnya habis.  Mabok ga tuh!. 

Semasa masih kerja dulu, setiap bulan sakit rasanya hati pada saat memisahkan uang belanja untuk membayar premi asuransi kesehatan dua orang anak kami.  Padahal saya juga sudah mengeluarkan asuransi beasiswa anak-anak, yang preminya dibayar pertahun. Namun saat ini jauh lebih terasa sakit karena kenapa hanya anak-anak yang saya masukan asuransi tersebut? Bukankah saya dan suami yang seharusnya diikut sertakan pada asuransi kesehatan karena usia yang  mulai senja.  

Meminjam istilah suami, yang mungkin hanya untuk menenangkan hati istrinya “Kita kan biasa hidup sehat, Ma. Mudah-mudahan kita tambah sehat, asal rutin berolah raga ya.”  

Halaaah… mau sehat gimana, kalau suami itu begitu banyak menerima warisan penyakit dari orang tuanya.  Penyakitnya yang serem-serem  pula yang tentunya butuh dana besar jika sampai warisan tersebut benar-benar kambuh!.
Akhirnya  tanpa menunggu  waktu lama setelah pensiun, warisan itupun diterima dengan terpaksa.  Saya  berpikir mulai untuk mencari jalan untuk  menyiasati kondisi ini.  Bagaimana suami  bisa rutin berobat setiap bulan, tapi tanpa mengeluarkan biaya yang besar. 

Setelah mencari-cari  informasi dan mendengarkan beberapa penawaran dari agen  asuransi, saya akhirnya memilih asuransi Allians.  Perusahaan asuransi  yang menurut  saya   dapat mengakomodir  kebutuhan untuk mengcover biaya  kesehatan suami dan saya. Walau saya terpaksa harus kembali menyisihkan uang pensiun untuk  bisa hidup bahagia  sampai  ajal menjemput, tanpa  menyusahkan anak-anak dengan mengikuti asuransi  tersebut.

                                                   Wisuda anak pertama saya

Anak pertama saya bisa selesai  meraih S1nya berkat asuransi loh!

Andai  saja  dari dahulu saya  bisa menerima dimiskinkan oleh asuransi kesehatan, tentu saat ini saya bisa kaya. Jadi  sekarang suami saya bisa tersenyum, karena setiap bulan dapat ngedate  dengan dokter cantik langganannya. Darah tinggi dan sakit jantung juga aman terkendali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar