Satu
bulan ke depan tempat-tempat peminjaman
uang pasti diserbu masyarakat, seperti pegadaian, koperasi-koperasi kantor dan
begitu pula dengan bank-bank yang menyediakan pinjaman multi guna untuk mencari pinjaman uang. Semua pencarian pinjaman itu, tak lain agar para orang tua
tetap dapat menyekolahkan anak-anaknya. Begitulah dinamika yang tertangkap
setiap awal tahun pelajaran di negeri ini.
Biaya
yang harus dikeluarkan sudah dimulai sejak anak-anak memasuki semester kedua, diawali
dengan pembelian buku paket semester
lanjutan. Setelah itu para orang tua juga
sudah harus menyiapkan dana untuk mengikuti pelajaran tambahan bagi anak-anak
yang akan menghadapi ulangan akhir semester
atau ujian nasional. Ada pelajaran tambahan yang disediakan sekolah atau melalui bimbingan belajar yang
nota bene pengeluaran uang lagi kalau mau naik kelas atau lulus ujian nasional.
Begitu anak-anak naik kelas atau lulus ujian,
pengeluaran berikutnya sudah menanti lagi. Bagi
murid yang naik kelas, pengeluaran
biaya daftar ulang, pembelian buku paket yang harganya selangit, buku tulis, seragam dan pembelian sepatu atau
tas baru sudah membuat kepala para orang
tua pusing tujuh keliling. Sementara
bagi murid yang duduk dibangku akhir sekolah, biasanya orang tua sudah
diberikan surat
pemberitahuan dari sekolah segala biaya yang harus dilunasi sebelum ujian
dilaksanakan. Mulai dari biaya pelajaran tambahan, biaya foto untuk ijasah, pembelian
baju untuk tampil di buku tahunan dengan foto yang sesuai
dengan themanya. Dan buku tahunan
tersebut dijual dengan harga mencapai
ratusan ribu rupiah, celakanya lagi buku tersebut wajib dibeli oleh setiap
murid yang lulus ujian.
Saya
tergelitik untuk menanyakan perihal buku tahunan tersebut kepada pihak sekolah,
karena menurut hemat saya hal itu hanya membuang-buang uang saja.
Ternyata hal itu bukan merupakan kebijakan sekolah, tetapi OSIS. Tapi apakah tidak ada guru yang
mengarahkan OSIS ? Dapat kita
bayangkan, bagaimana jika anak yang orang tuanya tidak mampu. Jangankan untuk
membeli buku tahunan, untuk biaya masuk sekolah lanjutan aja mungkin belum
terbayang dari mana biaya akan di dapat.
Apakah para guru tidak dapat mengarahkan
hal yang lebih berguna dari pada hanya sebuah buku tahunan kepada anak didiknya
?. Dan yang membuat saya lebih terkejut mendengar jawaban seorang guru ketika saya tanya kok
bisa semahal itu harganya ? “Harga
segitu tidak seberapa dan pantaslah, karena dibuat dengan edisi sangat luks.” Begitu
jawabnya. Sebenarnya yang perlu kita pertanyakan. apakah buku tersebut begitu pentingnya
? Bukanlah buku tersebut dapat dibuat sederhana saja.
Lalu apakah biaya itu selesai sampai di situ ?. Oh……belum !. Begitu murid dinyatakan lulus,
masih ada biaya ekstra yang harus dikeluarkan lagi dan tentunya dengan jumlah
yang tidak sedikit.
Tiga atau empat tahun belakang ini ada
tren baru yang menurut saya terlalu
berlebihan atau mengada-ada, yaitu
dengan diadakannya wisuda atau pelepasan siswa tingkat SMP dan SMA yang
telah lulus. Para orang tua harus merogo
sakunya lebih dalam lagi untuk
pembayaran biaya wisuda dan dalam
pelaksanaan wisuda setiap murid putri diwajibkan memakai pakaian nasional dan
murid laki-laki memakai jas lengkap. Biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan
pakaian nasional dan jas, tentunya membutuhkan biaya yang lumayan bagi saku
orang tua. Apakah perayaan ini sudah
berakhir ?. Catat pembaca, belum !.
Masih ada acara berikutnya yang dikhususkan bagi seluruh murid yang lulus, yaitu
malam perpisahan murid yang biasa disebut promp night. . Para
orang tua hanya dapat mengeluh pussiiiiiing…..!
Dapat
Anda bayangkan apabila ada orang tua
yang ekonominya tidak mendukung, padahal semua acara itu tidak dapat ditawar karena harus dan wajib
diikuti oleh setiap murid. Apakah hal ini tidak
dapat membuka mata dan
hati para guru ?. Mudah-mudahan tidak ada murid yang frustasi dan
melakukan nekad karena tidak ada biaya
untuk memenuhi semua itu.
Apakah pengeluaran biaya berhenti sampai di
situ ?. Tentunya tidak. Perjalanan masih panjang untuk pengeluaran
biaya selanjutnya. Yang lulus SD harus
mencari sekolah lanjutan pertama, yang lulus SMP harus mencari sekolah lanjutan
atas dan yang sudah lulus SMA tentunya
masuk kuliah. Pasti sudah terbayang
rupiah yang akan dikeluarkan. Karena masyarakat sudah mengetahui tidak
ada sekolah yang gratis, apalagi untuk biaya pertama kali masuk. Ada uang bantuan gedunglah, ada uang pendaftaranlah
dan ada saja uang lain-lain yang sebenarnya tidak perlu.
Wajib
belajar 9 tahun seakan hanya sebuah
slogan. Karena yang gratis hanya bayarannya, tapi untuk uang pendaftaran, uang
masuk (uang pangkal) dan pembelian buku paket tetap harus keluar uang. Seandainya
kita dapat menyimpan dari uang untuk perayaan kelulusan dan biaya lain yang
tidak perlu. Apalagi bagi siswa yang akan melanjutkan ke SMP dan SMA yang
terpaksa harus mendapatkan sekolah swasta karena NEM-nya kecil dan. Yang
lulus SMA harus meneruskan kuliah,
tentu sudah terbayang berapa lembaran
rupiah yang harus melayang.
Apakah
kita akan selalu menutup mata dengan hal seperti ini ? Sudah susah mencari sekolah karena biaya yang mahal
tapi di lain pihak kita dengan enaknya mengeluarkan uang hanya untuk sebuah
seremonial yang kurang bermaanfaat. Sebaiknya para guru dapat mencarikan cara
untuk melakukan sebuah pelepasan atau pertemuan yang sederhana tetapi berkesan
bagi murid yang akan meninggalkan
sekolah.
Saat ini anak tunggal (perempuan) saya duduk di kelas 6 di salah satu sekolah swasta di Jakarta Selatan.
BalasHapus.
Pada rapat terakhir yang tidak saya hadiri karena berhalangan, rupanya juga dibahas mengenai pendalaman materi dan konsumsi yang saya rasa wajar plus buku tahunan yang direncanakan sebesar Rp 150rb.
.
Di grup WA kelas, saya tanyakan dan tanyakan bagaimana kalo dikeluhkan di media online sekiranya kualitas buku tidak sebanding dengan harganya. Tapi kemudian dianggap tidak boleh protes karena tidak ikut rapat. Ya akhirnya saya hanya diam.
Cuma, masih tidak habis pikir, di saat sudah paperless, masih ada yang terpikir untuk bikin buku dan dengan 150rb, saya membayangkan buku sekelas apa yang bisa saya beli, walau sebenarnya, saat ini saya lebih memilih e-book, saat koleksi saya sudah lewat dari duaribu buah.
Iya Mba, begitulah sekolah anak2 kita. Semua harus orangtua terima tanpa boleh protes, yg pasti menyebalkan.
HapusTerima kasih sdh mampir ya Mba