Benarkah asuransi
membuat kita miskin?
Gimana ngga miskin, setiap bulan gaji abis digrogotin buat bayar
asuransi. Sementara kita belum
mengetahui kapan asuransi itu kita gunakan, ga jelas
kan?. Memang sih hitung-hitung menabung, tapi menabung yang dianggap hilang loh!.
Apa yang harus kita lakukan
seandainya tiba-tiba suami sakit? Sementara
kita tidak mempunyai uang sama sekali. Yang terlintas diotak dalam
kondisi seperti ini, pasti cari pinjaman uang.
Urusan membayarnya nanti saja dipikirkan.
Setelah suami sembuh dan keluar dari rumah sakit,
terbayanglah dimata cicilan utang yang harus dibayar. Belum lagi dari mana dapat uang untuk
membayarnya, sementara setiap bulan uang
pensiun hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan mengirim biaya
hidup anak yang kuliah diluar kota.
Andai saja ada malaikat yang
dapat membantu saya, mungkin saya tidak akan sepusing ini memikirkan dana untuk
melunasi hutang tersebut. Terpaksa
melego perhiasan yang saya
miliki, supaya tidak tambah menumpuk bunga pinjamannya. Padahal belum lagi
biaya untuk kontrol yang pasti ada obat yang harus ditebus. Menurut dokter, juga suami harus rutin kontrol
setiap bulan kalau obatnya habis. Mabok
ga tuh!.
Semasa masih kerja dulu, setiap
bulan sakit rasanya hati pada saat memisahkan uang belanja untuk membayar premi
asuransi kesehatan dua orang anak kami. Padahal
saya juga sudah mengeluarkan asuransi beasiswa anak-anak, yang preminya dibayar
pertahun. Namun saat ini jauh lebih terasa sakit karena kenapa hanya anak-anak
yang saya masukan asuransi tersebut? Bukankah saya dan suami yang seharusnya
diikut sertakan pada asuransi kesehatan karena usia yang mulai senja.
Meminjam istilah suami, yang
mungkin hanya untuk menenangkan hati istrinya “Kita kan biasa hidup sehat, Ma.
Mudah-mudahan kita tambah sehat, asal rutin berolah raga ya.”
Halaaah… mau sehat gimana, kalau
suami itu begitu banyak menerima warisan penyakit dari orang tuanya. Penyakitnya yang serem-serem pula yang tentunya butuh dana besar jika
sampai warisan tersebut benar-benar kambuh!.
Akhirnya tanpa menunggu waktu lama setelah pensiun, warisan itupun
diterima dengan terpaksa. Saya berpikir mulai untuk mencari jalan untuk menyiasati kondisi ini. Bagaimana suami bisa rutin berobat setiap bulan, tapi tanpa
mengeluarkan biaya yang besar.
Setelah mencari-cari informasi dan mendengarkan beberapa penawaran
dari agen asuransi, saya akhirnya
memilih asuransi Allians. Perusahaan
asuransi yang menurut saya
dapat mengakomodir kebutuhan
untuk mengcover biaya kesehatan suami
dan saya. Walau saya terpaksa harus kembali menyisihkan uang pensiun untuk bisa hidup bahagia sampai
ajal menjemput, tanpa menyusahkan
anak-anak dengan mengikuti asuransi
tersebut.
Anak pertama saya bisa
selesai meraih S1nya berkat asuransi
loh!
Andai saja
dari dahulu saya bisa menerima
dimiskinkan oleh asuransi kesehatan, tentu saat ini saya bisa kaya. Jadi sekarang suami saya bisa tersenyum, karena
setiap bulan dapat ngedate dengan dokter
cantik langganannya. Darah tinggi dan sakit jantung juga aman terkendali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar