Selasa, 23 Oktober 2018

SEPENGGAL PERJALANAN BIDUK KAMI MENUJU KE 35 TAHUN




“Jangan mudah putus asa ketika masalah tak juga reda. Segala sesuatu pasti ada akhirnya. Terus berusaha dan semua akan indah pada waktunya.”


Biduk pernikahanku dalam perjalanannya  mengarungi lautan kehidupan rumah tangga,  mengalami pasang surut. Di tiga tahun pertama keegoan masing-masing mulai jauh mereda, tapi riak kecil menghadang di depan. Riak itu datang dari salah seorang kakak  suami yang kebetulan berkunjung ke rumah kami. Aku yang dalam kondisi hamil sempat terguncang dan mempengaruhi kondisi kehamilanku.  Sejak itu aku harus menjalani beberapa pemeriksaan dokter, dan akhirnya pada usia kandunganku delapan bulan, air ketuban pecah dan aku dilarikan ke rumah sakit.
 
kelurga kecilku
Setelah dua hari dirawat bayi dikandunganku belum menampakan tanda-tanda akan lahir, sementara tekanan darahku tinggi. Begitu tekanan darahku menurun, dokter melakukan operasi ceasar dan lahirlah anak pertama kami pada tanggal 28 Agustus 1987. Kebahagian  begitu lekat memeluk jantung kami, terutama suami yang begitu bahagia menyambut kehadiran anak laki-laki dambaannya.

Tetapi rupakan kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, setiap satu jam aku dan bayiku harus periksa darah. Aku sama sekali tidak pernah mendapatkan jawaban kenapa harus dilakukan pemeriksaan darah tersebut dan kenapa pula bayiku tidak dapat aku susui di kamar. Ternyata anakku berada dalam incubator dengan jarum infus menancap dikanan dan kiri kepalanya serta di kedua kakinya. Yaa Allah…kenapa bayiku? Seribu tanya menghujat benakku, kuputari incubator bayiku dan anehnya, kepalanya mengikuti setiap langkahku sehingga air mataku menganak sungai. Ternyata kedekatan batin seorang anak dan ibunya tidak terbantahkan, mereka saling merasakan.
 
Rumah terakhir anak pertamaku 1987
Itulah pertama dan terakhir kali aku melihat bayiku, karena Allah mengambil kembali miliknya dariku. Kejadian ini merupakan cobaan terbesar yang menerpa pernikahan kami.  Cobaan ini memporak porandakan  hati kami dan  kesedihan  mendalam memeluk erat hati kami. Anak pertama yang telah dinanti kehadirannya selama tiga tahun, pergi meninggalkan kami diusia baru lima hari.  Menurut keterangan dokter anak yang merawatnya, karena salah satu katup jantungnya tidak dapat menutup.

Kejadian tersebut semakin  mempererat cinta kami dan saling menguatkan  satu sama lain untuk tetap tegar menghadapi cobaan ini. Kami percaya Allah mempunyai rencana yang lebih baik buat keluarga kami. Di usia lima tahun biduk pernikahan,  Allah menganugrahkan   kami seorang bayi laki-laki yang sehat. Kebahagia ini tidak dapat dilukiskan dengan apapun  dan kami bahu membahu merawatnya dengan penuh kasih sayang  dan bayi itu tumbuh menjadi anak yang sehat dan lucu.  
 
Kakak & Ade
Lokasi kantor kami yang jauh dari rumah membuat waktu bersama si kecil sangat terbatas dan kami membuat kesepakatan untuk saling bahu membahu dalam mengerjakan  pekerjaan rumah tangga. Hidup adalah pilihan dan aku memilih tetap berkarir dengan konsekwensi harus cermat membagi  waktu, agar  anak dan urusan rumah tangga tetap dapat  aku tangani.  

Perjalanan waktu membuat  biduk pernikahan semakin dewasa dan kekurangan atau kelebihan kami dapat saling melengkapi. Di tahun kesepuluh biduk pernikahan, Allah memberikan kembali rejekinya, tapi sayang pada usia kandungan empat bulan aku mengalami perdarahan dan akhirnya harus merelakan calon anak ketiga kami karena toksoplama. Selang  dua bulan berikutnya, aku hamil kembali.

Hamil kali ini benar-benar perjuangan yang membutuhkan kesabaran. Sejak dinyatakan positif hamil, aku harus melakukan berbagai pemeriksaan dan perawatan intensif. Pada usia kehamilan 6 bulan, aku harus dirawat, karena mengalami kontraksi terus menerus. Satu bulan aku hanya tergolek diatas tempat tidur, tidak boleh menonton TV dan membaca koran agar tidak stress. Dalam sehari hanya boleh miring ke kiri dan ke kanan satu kali saja, sementara untuk urusan ke kamar kecil hanya boleh turun 1x.  Itu pun hanya boleh  3 langkah saja dan tidak boleh pakai kloset jongkok.   Semua itu untuk mempertahankan agar si bayi lahir cukup bulan.

Tidak hanya itu saja yang aku alami, karena dikhawatirkan si bayi lahir diusia 6 bulan aku harus diinfus untuk menguatkan paru-paru si bayi andai terpaksa lahir. Tau ngga sih infus tersebut hanya 100-200 ml tapi berlangsung selama 2 hari. Cairan infus tersebut sepintas seperti minyak dan terasa sangat perih saat tetes cairan tersebut masuk ke tubuh.

Setelah sebulan mondok di rumah sakit, aku konsultasi ke dokter. Apakah bisa dirawat di rumah, toh hanya harus bad rest aja.  Akhirnya diijinkan, tapi harus dipatuhi semua anjuran. Satu bulan hanya di tempat tidur, toh tetap tidak dapat menahan si baby tenang sampai waktunya tiba. Dibulan kedelapan, aku tidak dapat menahan kontraksi yang begitu hebat. Akhirnya diminta dokter untuk segera ke rumah sakit.

Setelah dilakukan pemeriksaan, aku mulai dipersiapkan untuk melahirkan dengan operasi. Bagi yang pernah melahirkan, tentu sangat paham betapa sakit luar biasa bila rasa mulas datang.  Hebatnya, aku tidak pernah merasakan mulas saat akan melahirkan. Mana mungkin, kontraksi itu selalu disertai dengan rasa mulas. Itulah kuasa Allah, aku tidak merasakan mulas tapi perut mengeras seperti batu dan sangat tidak enak. Begitu mulas ala aku.
 
Ade saat bayi
 Di ruang operasi terjadi insiden kecil saat dokter siap untuk memulai mengeluarkan bayiku. Saat dokter menempelkan pisau diperutku, untuk memulai operasi. Aku berteriak spontan “dingin dokter” Aku memang dibius spinal, tapi kejadian tersebut ternyata bius tersebut tidak mempan..hahaha…. Aku dibius kembali dengan menaikan cc oba biusnya. Hal ini terjadi katanya,   aku agak imum dengan bius karena beberapa kali dioperasi. Begitu kata dokter bius.

Kejadian berikutnya saat si bayi diangkat keluar ngga terdengar tangisnya. Dipegang kakinya dan kepalanya dibawah, tidak juga menangis. Ditepuk pantatnya, tangisnyapun belum terdengar. Tiba-tiba tangisnya pecah dan tepung tangan dokter & perawat yang ada di ruang operasi terdengar heboh. Ternyata si bayi kedua kakinya dicelupkan ke air es dan tangis pun pecah.

Diletakan di atas dadaku dan ucap syukurku meluncur melihat  seorang bayi perempuan cantic, yang lahir pada usia kehamilan delapan bulan. Subhanallah, doa kami diijabah untuk mendapatkan anak perempuan. Operasi dilanjutkan dengan melakukan pemotongan kedua saluran tuba palopiku, hal itu dilakukan karena usia dan kondisi rahimku yang sudah tidak bagus.   Inilah hadiah terindah lain dariNya diusia sepuluh tahun biduk pernikahan kami.


Kelelahan dalam bekerja, begitu saja raib   ketika tiba di rumah dan bertemu   anak-anak. Komitmen untuk tetap berkarir dan tidak menyerahkan  anak-anak  di tangan pengasuhnya, merupakan kesulitan tersendiri. Kami berbagi tugas dengan cermat dan baik serta  perlu kesabaran tingkat dewa  menghadapi tugas yang tidak putus-putus,  itulah konsekuensi  yang aku ambil. 

 Jam tiga pagi kami telah bangun, aku sibuk di dapur  menyiapkan sarapan, bekal dan   makan siang anak-anak, suami telah sibuk mencuci baju.  Setengah enam kami sudah siap berangkat, mendrop anak-anak disekolah dan langsung lanjut ke kantor. Pembagian tugas itu tetap, bahwa aku harus lebih mengutamakan urusan rumah tangga dan suami focus pada pekerjaan.

Aku harus pulang lebih dulu untuk membantu anak-anak belajar dan menyiapkan keperluan untuk esok hari. Sementara suami agak larut baru tiba di rumah. Memang lelah, tetapi kami senang dan bahagia melakukannya. Seiring berjalannya waktu dan anak-anak beranjak besar, pekerjaan rumah menjadi lebih ringan karena dikerjakan oleh empat orang. Si kakak punya tanggung jawab mengantar dan menjemput adiknya berangkat dan pulang sekolah.



Gelombang besar  menghantam biduk kami di usia pernikahan ke tujuh belas, yang nyaris memporak porandakan biduk kami.  Ada kesalahpahaman dengan suami tapi dengan kesabaran dan pengertian, alhamdulilah  dapat kami lewati dengan baik.   Semakin lanjut usia pernikahan tentu semakin dewasa pemikiran,   penyatuan hati untuk  terus melangkah  bersama.

Pada pernikahan perunggu, aku mendapatkan seuntai kalung emas dari suami tercinta dan kami merayakan dengan makan bersama anak-anak di sebuah resto kesukaan kami.  Kini  memasuki usia tiga puluh lima tahun  pernikahan,  telah mengajarkan kami arti kesabaran dan pengertian, sehingga semua badai dapat kita lalui dengan baik. Cinta kamipun makin erat dan rapat setiap badai dapat kami taklukan.

Diusia pensiun saat ini, kami bahagia dan bersyukur. Si kakak telah berumahtangga dan mohon doa agar segera diberi momongan. Si bungsu telah menyelesaikan kuliahnya dua tahun lalu dan telah bekerja. 

Alhamdulilah kami telah pula memenuhi panggilan Ilahi untuk berkunjung ke Baitullah 6 tahun lalu,  kini hanya tinggal menunggu mendapatkan   menimang cucu.  NikmatMU yang mana lagi yang bisa aku dustai.



 #ODOP11


25 komentar:

  1. Subhanallah, perjalanan rumah tangga yang indah, semoga langgeng sampai akhir hayat ya bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.yra..terima kasih.Mba Sunarti atas doanya.

      Hapus
  2. MasyaAllah.. Sungguh perjalanan rumah tangga yangbluar biasa, semoga sehat selalu ya mbak sekeluarga .

    BalasHapus
  3. MasyaAllah, sehat selalu ya mbak dan keluarga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin yra. Makasih Mba. Salam sehat juga untuk keluarga

      Hapus
  4. Masya Allah perjalanan mengarungi rumah tangga yang luar biasa Mbak. 35 tahun sudah ya Mbak Srie Alhamdulillah. Semoga selalu dikarunia kesehatan dan keberkahan hingga akhir hayat. Selalu SaMaWa Sebumi dan Sesurga-Nya. Doa untuk disegerakan menimang cucu dikabulkan juga doa terbaik untuk kesuksesan semua. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin yaa..Rabb. Makasih doanya Mba Dian, In shaa Allah diijabah. Doa yg sama untuk Mba & Keluarga

      Hapus
  5. Perjalan panjang dan berliku mampu dilewati selama 35 th mengarungi bahtera perkawinan. Semoga Samawa. Bahagia dunia dan akherat

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mba Lies, asam garam sudah dilalui bersama. Aaamiin yra, terima kasih doanya. Doa yg sama untuk Mba & kel.

      Hapus
  6. 35 tahun bukan waktu yang sebentar. Dilalui mb Sri dengan beragam cerita. Semoga sehat selalu ya mb bersama Keluarga...Aamiin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Matur suwuh doanya Mba, doa yg sama untuk Mba & kel

      Hapus
  7. Kesabaran menjalani perjalanan biduk rumah tangga yang penuh liku membuahkan hasil yang luar biasa, ya, Bun. Anak-anak sudah sukses semua dan rumah tangga pun semakin harmonis. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah..In shaa Allah Mba. Aamiin yra..makasih doanya, doa yg sama untuk Mba & keluarga

      Hapus
  8. Masya Allah, menjadi pelajaran berharga untuk saya yang usia pernikahannya dibawah 10 tahun. Semoga semakin samawa biduk rumah tangganya ya, Bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. lhamduulillah bila membawa manfaat. Aaamiin yra, makasih doanya. Doa yg sama untuk Mba & kel.

      Hapus
  9. Selalu ada jalan keluar disetiap permasalahan ya mbak.Alhamdulillah sudah melewati 35 tahun biduk rumah tangga. Semoga selalu samawa mbak, til jannah. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba..aamiin yra, terima.kasih doanya. Doa yg sama.untuk Mba & kel

      Hapus
  10. Bunda, semoga langgeng terus ya, sampai maut memisahkan. Amin 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Makasih doanya sayang. Doa yg sama untukmu & kel.

      Hapus
  11. Barokallah Bunda, banyak hikmah dan pelajaran dari kisah bunda. Semoga keluarga bunda berada dalam lindunganNya, bersama hingga ke JannahNya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Makasih doanya & doa yg sama untuk Mba & kel.

      Hapus
  12. Semoga rumah tangga mba selalu semakin baik dan baik. Dan hanya maut yang memisahkan. Selalu salut dengan pasangan yang mampu berumahtangga awet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Makasih doanya Mba.
      Doa terbaik untuk Mba & kel.

      Hapus
  13. Subhanallah... Semoga sehat selalu ya bunda... amiin

    BalasHapus