“Jangan mudah putus asa ketika masalah tak
juga reda. Segala sesuatu pasti ada akhirnya. Terus berusaha dan semua akan
indah pada waktunya.”
Biduk
pernikahanku dalam perjalanannya mengarungi lautan kehidupan rumah tangga, mengalami pasang surut. Di tiga tahun pertama
keegoan masing-masing mulai jauh mereda, tapi riak kecil menghadang di depan.
Riak itu datang dari salah seorang kakak
suami yang kebetulan berkunjung ke rumah kami. Aku yang dalam kondisi
hamil sempat terguncang dan mempengaruhi kondisi kehamilanku. Sejak itu aku harus menjalani beberapa
pemeriksaan dokter, dan akhirnya pada usia kandunganku delapan bulan, air
ketuban pecah dan aku dilarikan ke rumah sakit.
Setelah
dua hari dirawat bayi dikandunganku belum menampakan tanda-tanda akan lahir,
sementara tekanan darahku tinggi. Begitu tekanan darahku menurun, dokter
melakukan operasi ceasar dan lahirlah anak pertama kami pada tanggal 28 Agustus
1987. Kebahagian begitu lekat memeluk
jantung kami, terutama suami yang begitu bahagia menyambut kehadiran anak
laki-laki dambaannya.
Tetapi
rupakan kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, setiap satu jam aku dan bayiku
harus periksa darah. Aku sama sekali tidak pernah mendapatkan jawaban kenapa
harus dilakukan pemeriksaan darah tersebut dan kenapa pula bayiku tidak dapat
aku susui di kamar. Ternyata anakku berada dalam incubator dengan jarum infus
menancap dikanan dan kiri kepalanya serta di kedua kakinya. Yaa Allah…kenapa
bayiku? Seribu tanya menghujat benakku, kuputari incubator bayiku dan anehnya,
kepalanya mengikuti setiap langkahku sehingga air mataku menganak sungai.
Ternyata kedekatan batin seorang anak dan ibunya tidak terbantahkan, mereka
saling merasakan.
Itulah
pertama dan terakhir kali aku melihat bayiku, karena Allah mengambil kembali
miliknya dariku. Kejadian ini merupakan cobaan terbesar yang menerpa pernikahan
kami. Cobaan ini memporak
porandakan hati kami dan kesedihan mendalam memeluk erat hati kami. Anak pertama yang
telah dinanti kehadirannya selama tiga tahun, pergi meninggalkan kami diusia
baru lima hari. Menurut keterangan
dokter anak yang merawatnya, karena salah satu katup jantungnya tidak dapat
menutup.
Kejadian
tersebut semakin mempererat cinta kami
dan saling menguatkan satu sama lain
untuk tetap tegar menghadapi cobaan ini. Kami percaya Allah mempunyai rencana
yang lebih baik buat keluarga kami. Di usia lima tahun biduk pernikahan, Allah menganugrahkan kami seorang bayi laki-laki yang sehat. Kebahagia
ini tidak dapat dilukiskan dengan apapun
dan kami bahu membahu merawatnya dengan penuh kasih sayang dan bayi itu tumbuh menjadi anak yang sehat dan
lucu.
Lokasi
kantor kami yang jauh dari rumah membuat waktu bersama si kecil sangat terbatas
dan kami membuat kesepakatan untuk saling bahu membahu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Hidup adalah pilihan
dan aku memilih tetap berkarir dengan konsekwensi harus cermat membagi waktu, agar
anak dan urusan rumah tangga tetap dapat aku tangani.
Perjalanan
waktu membuat biduk pernikahan semakin
dewasa dan kekurangan atau kelebihan kami dapat saling melengkapi. Di tahun
kesepuluh biduk pernikahan, Allah memberikan kembali rejekinya, tapi sayang
pada usia kandungan empat bulan aku mengalami perdarahan dan akhirnya harus
merelakan calon anak ketiga kami karena toksoplama. Selang dua bulan berikutnya, aku hamil kembali.
Hamil
kali ini benar-benar perjuangan yang membutuhkan kesabaran. Sejak dinyatakan
positif hamil, aku harus melakukan berbagai pemeriksaan dan perawatan intensif.
Pada usia kehamilan 6 bulan, aku harus dirawat, karena mengalami kontraksi
terus menerus. Satu bulan aku hanya tergolek diatas tempat tidur, tidak boleh
menonton TV dan membaca koran agar tidak stress. Dalam sehari hanya boleh
miring ke kiri dan ke kanan satu kali saja, sementara untuk urusan ke kamar
kecil hanya boleh turun 1x. Itu pun
hanya boleh 3 langkah saja dan tidak
boleh pakai kloset jongkok. Semua itu
untuk mempertahankan agar si bayi lahir cukup bulan.
Tidak
hanya itu saja yang aku alami, karena dikhawatirkan si bayi lahir diusia 6
bulan aku harus diinfus untuk menguatkan paru-paru si bayi andai terpaksa
lahir. Tau ngga sih infus tersebut hanya 100-200 ml tapi berlangsung selama 2
hari. Cairan infus tersebut sepintas seperti minyak dan terasa sangat perih
saat tetes cairan tersebut masuk ke tubuh.
Setelah
sebulan mondok di rumah sakit, aku konsultasi ke dokter. Apakah bisa dirawat di
rumah, toh hanya harus bad rest aja.
Akhirnya diijinkan, tapi harus dipatuhi semua anjuran. Satu bulan hanya
di tempat tidur, toh tetap tidak dapat menahan si baby tenang sampai waktunya
tiba. Dibulan kedelapan, aku tidak dapat menahan kontraksi yang begitu hebat.
Akhirnya diminta dokter untuk segera ke rumah sakit.
Setelah
dilakukan pemeriksaan, aku mulai dipersiapkan untuk melahirkan dengan operasi. Bagi
yang pernah melahirkan, tentu sangat paham betapa sakit luar biasa bila rasa
mulas datang. Hebatnya, aku tidak pernah
merasakan mulas saat akan melahirkan. Mana mungkin, kontraksi itu selalu
disertai dengan rasa mulas. Itulah kuasa Allah, aku tidak merasakan mulas tapi
perut mengeras seperti batu dan sangat tidak enak. Begitu mulas ala aku.
Di ruang operasi terjadi insiden kecil saat
dokter siap untuk memulai mengeluarkan bayiku. Saat dokter menempelkan pisau
diperutku, untuk memulai operasi. Aku berteriak spontan “dingin dokter” Aku
memang dibius spinal, tapi kejadian tersebut ternyata bius tersebut tidak
mempan..hahaha…. Aku dibius kembali dengan menaikan cc oba biusnya. Hal ini
terjadi katanya, aku agak imum dengan bius karena beberapa kali
dioperasi. Begitu kata dokter bius.
Kejadian
berikutnya saat si bayi diangkat keluar ngga terdengar tangisnya. Dipegang
kakinya dan kepalanya dibawah, tidak juga menangis. Ditepuk pantatnya,
tangisnyapun belum terdengar. Tiba-tiba tangisnya pecah dan tepung tangan
dokter & perawat yang ada di ruang operasi terdengar heboh. Ternyata si
bayi kedua kakinya dicelupkan ke air es dan tangis pun pecah.
Diletakan
di atas dadaku dan ucap syukurku meluncur melihat seorang bayi perempuan cantic, yang lahir
pada usia kehamilan delapan bulan. Subhanallah, doa kami diijabah untuk
mendapatkan anak perempuan. Operasi dilanjutkan dengan melakukan pemotongan
kedua saluran tuba palopiku, hal itu dilakukan karena usia dan kondisi rahimku yang
sudah tidak bagus. Inilah hadiah terindah lain dariNya diusia
sepuluh tahun biduk pernikahan kami.
Kelelahan
dalam bekerja, begitu saja raib ketika tiba di rumah dan bertemu anak-anak. Komitmen untuk tetap berkarir dan
tidak menyerahkan anak-anak di tangan pengasuhnya, merupakan kesulitan
tersendiri. Kami berbagi tugas dengan cermat dan baik serta perlu kesabaran tingkat dewa menghadapi tugas yang tidak putus-putus, itulah konsekuensi yang aku ambil.
Jam tiga pagi kami telah bangun, aku sibuk di
dapur menyiapkan sarapan, bekal dan makan siang anak-anak, suami telah sibuk
mencuci baju. Setengah enam kami sudah
siap berangkat, mendrop anak-anak disekolah dan langsung lanjut ke kantor. Pembagian
tugas itu tetap, bahwa aku harus lebih mengutamakan urusan rumah tangga dan
suami focus pada pekerjaan.
Aku
harus pulang lebih dulu untuk membantu anak-anak belajar dan menyiapkan
keperluan untuk esok hari. Sementara suami agak larut baru tiba di rumah.
Memang lelah, tetapi kami senang dan bahagia melakukannya. Seiring berjalannya
waktu dan anak-anak beranjak besar, pekerjaan rumah menjadi lebih ringan karena
dikerjakan oleh empat orang. Si kakak punya tanggung jawab mengantar dan
menjemput adiknya berangkat dan pulang sekolah.
Gelombang
besar menghantam biduk kami di usia
pernikahan ke tujuh belas, yang nyaris memporak porandakan biduk kami. Ada kesalahpahaman dengan suami tapi dengan
kesabaran dan pengertian, alhamdulilah
dapat kami lewati dengan baik. Semakin
lanjut usia pernikahan tentu semakin dewasa pemikiran, penyatuan hati untuk terus melangkah bersama.
Pada
pernikahan perunggu, aku mendapatkan seuntai kalung emas dari suami tercinta
dan kami merayakan dengan makan bersama anak-anak di sebuah resto kesukaan
kami. Kini memasuki usia tiga puluh lima tahun pernikahan,
telah mengajarkan kami arti kesabaran dan pengertian, sehingga semua
badai dapat kita lalui dengan baik. Cinta kamipun makin erat dan rapat setiap
badai dapat kami taklukan.
Diusia
pensiun saat ini, kami bahagia dan bersyukur. Si kakak telah berumahtangga dan
mohon doa agar segera diberi momongan. Si bungsu telah menyelesaikan kuliahnya
dua tahun lalu dan telah bekerja.
Alhamdulilah
kami telah pula memenuhi panggilan Ilahi untuk berkunjung ke Baitullah 6 tahun
lalu, kini hanya tinggal menunggu
mendapatkan menimang cucu.
NikmatMU yang mana lagi yang bisa aku dustai.
#ODOP11
Subhanallah, perjalanan rumah tangga yang indah, semoga langgeng sampai akhir hayat ya bun
BalasHapusAamiin.yra..terima kasih.Mba Sunarti atas doanya.
HapusMasyaAllah.. Sungguh perjalanan rumah tangga yangbluar biasa, semoga sehat selalu ya mbak sekeluarga .
BalasHapusAlhamdulillah, AAmiin yra. Makasih Mba
HapusMasyaAllah, sehat selalu ya mbak dan keluarga
BalasHapusAaamiin yra. Makasih Mba. Salam sehat juga untuk keluarga
HapusMasya Allah perjalanan mengarungi rumah tangga yang luar biasa Mbak. 35 tahun sudah ya Mbak Srie Alhamdulillah. Semoga selalu dikarunia kesehatan dan keberkahan hingga akhir hayat. Selalu SaMaWa Sebumi dan Sesurga-Nya. Doa untuk disegerakan menimang cucu dikabulkan juga doa terbaik untuk kesuksesan semua. Aamiin.
BalasHapusAaamiin yaa..Rabb. Makasih doanya Mba Dian, In shaa Allah diijabah. Doa yg sama untuk Mba & Keluarga
HapusPerjalan panjang dan berliku mampu dilewati selama 35 th mengarungi bahtera perkawinan. Semoga Samawa. Bahagia dunia dan akherat
BalasHapusiya Mba Lies, asam garam sudah dilalui bersama. Aaamiin yra, terima kasih doanya. Doa yg sama untuk Mba & kel.
Hapus35 tahun bukan waktu yang sebentar. Dilalui mb Sri dengan beragam cerita. Semoga sehat selalu ya mb bersama Keluarga...Aamiin...
BalasHapusAamiin yra. Matur suwuh doanya Mba, doa yg sama untuk Mba & kel
HapusKesabaran menjalani perjalanan biduk rumah tangga yang penuh liku membuahkan hasil yang luar biasa, ya, Bun. Anak-anak sudah sukses semua dan rumah tangga pun semakin harmonis. Aamiin
BalasHapusAlhamdulillah..In shaa Allah Mba. Aamiin yra..makasih doanya, doa yg sama untuk Mba & keluarga
HapusMasya Allah, menjadi pelajaran berharga untuk saya yang usia pernikahannya dibawah 10 tahun. Semoga semakin samawa biduk rumah tangganya ya, Bun
BalasHapuslhamduulillah bila membawa manfaat. Aaamiin yra, makasih doanya. Doa yg sama untuk Mba & kel.
HapusSelalu ada jalan keluar disetiap permasalahan ya mbak.Alhamdulillah sudah melewati 35 tahun biduk rumah tangga. Semoga selalu samawa mbak, til jannah. Aamiin
BalasHapusBetul Mba..aamiin yra, terima.kasih doanya. Doa yg sama.untuk Mba & kel
HapusBunda, semoga langgeng terus ya, sampai maut memisahkan. Amin 😇
BalasHapusAamiin yra. Makasih doanya sayang. Doa yg sama untukmu & kel.
HapusBarokallah Bunda, banyak hikmah dan pelajaran dari kisah bunda. Semoga keluarga bunda berada dalam lindunganNya, bersama hingga ke JannahNya.
BalasHapusAamiin yra. Makasih doanya & doa yg sama untuk Mba & kel.
HapusSemoga rumah tangga mba selalu semakin baik dan baik. Dan hanya maut yang memisahkan. Selalu salut dengan pasangan yang mampu berumahtangga awet.
BalasHapusAamiin yra. Makasih doanya Mba.
HapusDoa terbaik untuk Mba & kel.
Subhanallah... Semoga sehat selalu ya bunda... amiin
BalasHapus