Kamis, 27 September 2018

ULOS BATAK






Ulos merupakan  salah satu seni kerajinan tenun yang bernilai tinggi
dan tidak dapat  dipisahkan dari kehidupan  adat Suku Batak,
karena  digunakan   dalam  berbagai   aspek kehidupan orang Batak.

Pada hari  Rabu, 19 September 2018 aku  menghadiri  undangan  “Afternoon Tea Pameran Ulos  Hangoluan dan Tondi” di Museum Tekstik Jakarta.  Acara ini  bertujuan untuk melestarikan dan memperkenalkan   ULOS    kepada  masyarakat luas. Kegiatan  tersebut  dihadiri oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman  RI,   Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI dan undangan lainnya.

Pembukaan  resmi Pameran  ini, telah dilakukan pada pagi harinya oleh Bapak Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI dan acara dilanjutkan berlangsung  sampai sore hari dengan menampilkan musik  Gondang,  pembacaan  puisi dan fashion show dengan bahan kain ulos hasil karya Beni Sihombing.  Acara yang   diselenggarakan oleh  Yayasan DEL dan Tobatenun, berjalan lancar step by step.

Ibu Devi Pandjaitan (kiri atas), Ibu Kerri Na Basaria (kanan atas) & Ibu Sri Mulyani (kiri bawah)
Pameran ini  diprakarsai oleh  Ibu Devi Pandjaitan, yang ingin melestarikan ulos. Dalam sambutannya   beliau mengatakan, “akan membangun kampung tenun ulos di Sumatera Utara dan memberikan  pendampingan. Hal ini  agar dapat   mengangkat kualitas hidup para penenun dan   melepaskan mereka dari jeratan  para tauke.”  

Niat yang sangat luar biasa dan patut diapresiasi, karena ulos merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang sangat perlu dijaga kelestarian dan  pengembangannya.

Fashoin Show karya Beni Sihombing
Kain  ulos yang dipamerkan sebanyak 50 buah, 25-30 ulos merupakan koleksi langka yang mungkin orang batak sendiri tidak mengenal motif- motif tersebut.  Kain ulos  yang dipamerkan ini telah berusia lebih dari 50 tahun, yang  merupakan koleksi pribadi Ibu Devi Pandjaitan dan Ibu Kerri Na Basaria. 

Waktu & Tempat
Pameran ini digelar  pada  tanggal 20 September – 7 Oktober 2018,  di Museum Tekstil  Jl. Aipda KS. Tubun No. 2-4, Tanah Abang-Jakarta. Pameran Ulos ini  dibuka untuk umum dengan jam operasional : pk. 10.00-18.00 WIB. 

Anda  ingin mengoleksi  Tenun Ulos? 
Silakan kunjungi  BAZAR  TENUN ULOS, pada tanggal 29-30 September 2018 di tempat yang sama mulai Pk. 09.00-16.00 WIB. Anda akan dimanjakan dengan  koleksi tenun ulos  aneka motif, yang dapat dipilih untuk dimiliki.

Catat waktunya
ULOS YANG DIPAMERKAN

Pameran ini  berawal dari rasa keprihatinan Ibu Devi Pandjaitan pada tenun  ulos asli yang dikhawatirkan akan punah.    Bersama  putri tercintanya Kerri Na Basaria dari Tobatenun,  berniat   melestarikan ulos dan  debut  pertama   dengan menggelar Pameran Ulos koleksi pribadinya.  Hal ini juga bermaksud  untuk memperkenalkan salah satu  kain tradisional Indonesia, yang berasal dari Tanah Batak kepada masyarakat. 

Pameran ini dikemas sangat apik dan kekinian, diharapkan  mampu menarik minat   pengunjung muda untuk mencintai ulos. Karena tak dapat dipungkiri,  bahwa  adat ulos makin menurun seirama dengan   menipisnya perhatian generasi muda setempat akan pentingnya ulos.

Ruang  pameran didisplay mengikuti siklus kehidupan manusia, yaitu ruangan Kelahiran, Kehidupan, Pernikahan, Kematian dan Alam Abadi.  Ruangan pameran  didesign sangat unik, dengan sekat kain hitam yang memisahkan antar bagian ruangan.  Memasuki ruangan  perkenalan  (Introduction) pengujung disuguhi diorama  kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir.
Ulos Lobi-lobu

Lanjut melangkah ke ruang kelahiran (Birth),  terpampang ulos warna hitam bergaris putih dengan nama “Ulos Lobu Lobu”  Ulos jenis ini   diberikan kepada perempuan yang ingin hamil atau baru melahirkan, yang berfungsi sebagai gendongan. Juga diharapkan dapat melindungi anak-anak hingga generasi berikutnya.

Langkah berikutnya ke ruang  kehidupan (life), merupakan gambaran alam, penduduk dan perjalanan hidup manusia. Di ruang ini terpampang Kain Ulos Ragi yang  menjadi simbol kehidupan sejak anak-anak, sampai berusia senja. 

Ulos Ragi Angkola
Melangkah  lebih dalam kita memasuki ruang  pernikahan (marriage), dengan dekorasi yang cantik dan berbeda. Masyarakat Batak memiliki nilai tersendiri akan pesta pernikahan, dengan tampilan kain ulos Bintang Maratur yang merupakan  simbol suka cita. Dalam tradisi batak digunakan untuk mangulosi pengantin yang melakukan hajatan. Ulos ini menggambarkan arti  kesetia dan rukun dalam suatu ikatan keluarga. 

Ulos Bintang Maratur
Kematian (dead), merupakan ruang selanjutnya. Inilah siklus kehidupan  sesungguhnya, yang dialami semua orang dan ini akhir dari kehidupan di dunia  yang harus diterima. Langkah pengunjung sudah dipenghujung ruangan, yaitu ruangan keabadian (paradise) di sinilah tempat terakhir tujuan manusia, yaitu alam abadi. 

Ulos Heteran


Ulos Tutur


Ruangan Paradise
Disetiap tahapan ruangan terpampang kain ulos yang  digunakan pada  setiap fase kehidupan tersebut.  Pameran ini tidak dipungut biaya, tapi pengunjung hanya dikenakan biaya restribusi museum sebesar Rp. 5.000,- 

MUSEUM TEKSTIL
Mungkin tidak semua orang  mengetahui  Museum Tekstil  ini, tapi kalau  Pasar Tanah Abang  tentu  tahu dunk ya…hehehe.   Yup..museum ini   letaknya  hanya beberapa ratus meter dari  pasar  dan  stasiun  kereta tanah abang.  Tepatnya di Jl. Aipda  Ks. Tubun  No. 2-4  Tanah Abang,  Jakarta Pusat.
Museum ini menempati  gedung yang awalnya merupakan rumah pribadi seorang  berkewargaan prancis.  Gedung yang didirikan pada abad ke 19 ini, pada tahun 1975 dijual kepada Departemen Sosial dan diserahkan kepada  Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.  
 
Prasasti Museum Tekstil
Pemerintah DKI Jakarta memfungsikan  gedung tersebut sebagai   museum tekstil, yang di fokuskan untuk melestarikan tekstil tradisional   Indonesia. Kemudian pada tanggal 28 Juni 1976 diresmikan  oleh Ibu Tien Soeharto sebagai Museum Tekstil. 

ULOS BAGI ORANG BATAK

Ulos  tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak.  Hal ini dikarena   nenek  moyang orang batak meyakini,  bahwa  yang memberi kehidupan bagi tubuh manusia adalah : Darah, Napas dan Kehangatan.   Kehangatan  yang dapat  dinikmati setiap saat dan dapat  dilakukan dimanapun.  
  
Secara harafiah ulos berarti selimut, budaya ini sama tuanya dengan kebudayaan Batak yang telah mengenal 3 konsep kehangatan yaitu:  Matahari, Api dan Ulos.    
   
Namun Matahari terbit dan terbenam setiap saat, sedangkan   Api dapat di nyalakan setiap saat, namun tidak praktis untuk di gunakan menghangatkan tubuh. Sementara Ulos sangat praktis digunakan di mana   dan kapan saja,  sehingga Ulos  menjadi barang yang  sangat  di butuhkan.  Pada akhirnya ulos  menjadi  lambang kehangatan yang sudah mengakar di dalam budaya Batak.
 Menurut penggunaanya ulos terbagi dalam 3 macam, yaitu :

1.       Diabithon, merupakan ulos  yang digunakan  ke tubuh menjadi baju atau sarung.
2.       Dihadanghon,  ulos  yang penggunaannya diletakan di bahu sebagai selendang.
3.       Dililithon, ulos yang digunakan sebagai  pengikat kepala.

Dalam beberapa ritual adat, Ulos biasa diberikan kepada keluarga  seperti :  ritual mengulosi dan ada aturan yang harus dipatuhi, antara lain seseorang hanya boleh mengulosi kepada keturunan yang berada dibawahnya. Misal, orang tua boleh mengulosi anaknya. Tetapi anak tidak boleh mengulosi orangtuanya. Ulos yang dipergunakan juga harus sesuai dengan ketentuan peruntukannya, karena setiap ulos memiliki makna tersendiri.  Kapan harus  digunakan, disampaikan kepada siapa dan dalam upacara adat yang  bagaimana,  agar penggunaan   ulos  sesuai  dengan  yang ditetapkan secara adat. 

Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang “non Batak”. Pemberian ini  diartikan sebagai suatu penghormatan dan kasih saying, misal diberikan  kepada Presiden atau Pejabat negara. Hal ini diharapan semoga dalam menjalankan tugas-tugasnya selalu dalam kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya.

TOKOH DIBELAKANG LAYAR
Indonesia  yang terdiri  dari  1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010, tentu memiliki  budaya dan kain khas tradisional masing-masing suku  atau daerah. Sebut saja  batik  yang sudah begitu terkenal dan menjadi pakaian sehari-hari masyarakat, bahkan telah ditetapkan sebagai  Warisan Budaya Dunia oleh  UNESCO yaitu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan  pada tanggal  2 Oktober 2009.  Untuk itu  Pemerintah menetapkan setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.
Ibu Devi Pandjaitan

Begitu juga dengan kain tenun tradisonal dari daerah lainnya, dan tidak mau ketinggalan dengan daerah lainnya  Kain  Ulos pun mulai unjuk gigi. Ibu Devi Pandjaitan  bersama putrinya Kerri Na Basaria merupakan tokoh yang berada dibelakang layar  Pameran Ulos,  merasa terpanggil untuk ikut melestarikan Tenun Ulos tradisional yang berasal dari  kampung halamannya  Sumatera Utara.  

Berawal dari rasa keprihatinannya melihat  kain Ulos tradisional yang di tenun oleh para ibu mulai  punah,  karena  kalah bersaing dengan  kain ulos  yang diproduksi.  Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa  adat ulos makin menurun seirama dengan makin menipisnya perhatian generasi muda setempat akan pentingnya ulos.  

Niat mulia Ibu empat orang anak ini lah  yang tergerak  untuk menggelar Pameran Ulos koleksi pribadinya yang merupakan  kain ulos langka. Bahkan bukan hanya mengadakan pameran, tapi  akan membangun kampung ulos dan memberikan pendampingan kepada para penenun. Diharapkan kain ulos dengan motif-motif  lama akan terjaga kelestariannya dan Kain Ulos dapat diakui dunia sebagai warisan  budaya dunia, seperti batik.

Langkah ini merupakan salah satu solusi  untuk pelestarian ulos, sehingga ketrampilan menenun ditanamkan juga kepada generasi muda. Ibu-ibu menenun untuk memenuhi kebutuhan adat,  dengan cara tradisional yang motif-motifnya mengagumkan, sedangkan untuk tujuan pariwisata dapat diproduksi secara masal melalui perusahaan.

MACAM-MACAM ULOS
Pada suatu kesempatan, saya  bertakziah ke tempat  seorang teman yang suaminya meninggal. Suaminya orang Batak dan teman saya menggunakan ulos yang disampirkan dibahunya. Saya hanya mengetahui seperti itulah adat Batak, bila ada keluarganya yang meninggal semua menggunakan ulos. Ternyata saya keliru, karena ulos yang dipergunakan teman saya ternyata salah menurut yang mengerti (memang teman saya bukan berasal  dari Medan). 

Menurut  seorang  sumber yang mengetahui adat istiadat Batak, teman saya itu harusnya menggunakan ulos dengan motif dan warna yang sesuai dengan peruntukannya. Karena  ulos yang digunakan dapat memberitahu, bahwa seorang istri yang  ditinggalkan,  sudah mempunyai anak dan cucu.  Ulos yang digunakan akan berbeda pula, bila si istri  belum punya anak atau  cucu.  Kira-kira seperti itu makna dari kain ulos dalam suatu ritual adat batak yang saat itu baru saya ketahui.  

Untuk itu saya akan menampilkan beberapa Jenis Ulos dan fungsinya yang bersumber dari  berbagai sumber. Saya  berharap   dapat menambah wawasan Anda  tentang Ulos Batak  dari tulisan ini.

1.       Ulos Antak-Antak
Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang  meninggal, juga dapat digunakan sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).

2.       Ulos Bintang Maratur
Ulos  Bintang Maratur,   paling banyak kegunaannya di dalam acara adat Batak Toba yakni:

  • Diberikan kepada anak yang memasuki rumah baru. Keberhasilan  memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya.  karena keberhasilan tersebut dianggap sebagai suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa yang disertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan.
  • Orang batak yang tinggal  di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula. Walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu secara umum  sama, namun pada hal-hal tertentu ada  perbedaan dalam hal pemaknaan  nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun. Oleh karena itu pemberian Ulos Bintang Maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira,  seperti saat menempati atau meresmikan rumah baru.
  •  Secara khusus di daerah Toba,  Ulos jenis ini diberikan pada acara selamatan kehamilan  7 bulan yang diberikan oleh pihak hula-hula kepada anaknya. Ulos ini juga diberikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang  selanjutnya. Ulos ini juga dapat diberikan kepada pahompu (cucu) yang baru dibabtis dan dapat diguna  sebagai selendang.

3.        Ulos Bolean (membelai-belai)
Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan dan  diberikan kepada anak yang kehilangan orangtuanya. Membelai-belai, dimaksudkan untuk menghilangkan rasa sedih   agar hati anak yang sudah kehilangan orang tua tabah menghadapinya.

4.       Ulos Mangiring
Ulos jenis ini diberikan kepada anak cucu yang baru lahir, terutama anak pertama yang memiliki maksud dan tujuan  sebagai simbol  agar nanti  diberikan  anak kembali.  Ulos ini juga dapat dipergunakan sebagai  alat gendong  untuk anak atau sebagai  selendang. 

5.        Ulos Pinuncaan
Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah, kemudian disatukan hingga menjadi bentuk satu ulos. Kegunaannya antara lain:


  • Ulos jenis ini digunakan  pada  acara duka cita maupun suka cita, dalam   acara adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh Raja-Raja Adat.
  •  Juga digunakan pakai oleh  masyarakat biasa selama memenuhi aturannya,  misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
  • Pada  pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hula-hula), ulos ini juga di pakai/ di lilit sebagai kain/ hohop-hohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
  • Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua pengantin perempuan (Hula-hula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.


6.       Ulos Ragi Hotang
Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya di persunting atau diperistri oleh laki-laki yang telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

7.       Ulos Ragi Huting
Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada jaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (Hoba-hoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) batak Toba yang ber-adat.

8.       Ulos Sibolang Rasta Pamontari
Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman sekarang, Ulos Sibolang bisa dikatakan sebagai simbol duka cita, yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum punya cucu) dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya.  

9.      Ulos Si bunga Umbasang dan Ulos Simpar
Secara umum ulos ini hanya berfungsi dan di pakai sebagai Selendang bagi para ibu-ibu             sewaktu     mengikuti pelaksanaan segala jenis acara adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut sebagai Panoropi (yang meramaikan) . 

10.   Ulos Suri-suri Ganjang.
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan oleh pihak Hula-hula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos gabe-gabe (berkat).

Kain ulos  menggunakan dominan Putih, merah, kuning dan hitam,  mempunyai arti tersendiri seperti:
·         Putih:  melambangkan kesucian dan kejujuran
·         Merah:  melambangkan kepahlawanan dan keberanian
·          Kuning: melambangkan kekayaan/kesuburan
·         Hitam : melambangkan kedukaan

Kain ulos tidak dapat digunakan sembarangan, tetapi harus sesuai  dengan acara yang dilaksanakan.

26 komentar:

  1. Salut dengan Ibu Devi Panjaitan dan putrinya dalam usahanya menjaga kelestarian ulos sebagai warisan budaya bangsa. DAn baru tahu kalau sebegitu banyak kisah ulos mulai dari sejarah, jenis, peruntukan dan lainnya. Kagum dan bangga saya jadi orang Indonesia.

    Oh ya, saya beberapa kali lewat Museum Tekstil ini tapi belum pernah mampir Mbak..hiks. Kalau anak-anank sih sudah pernah semua karena ikut field trip sekolah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih 10 hari lagi Mba..bagus loh pamerannya..deket lagi dr rumah..hehehe

      Hapus
  2. Bicara ulos jadi ingat waktu resepsi nikaan dulu. Tetanggaku yang orang Batak memberikan ulos di tengah-tengah acara gitu. Dan sampai sekarang aku masih menyimpan ulos itu. Memang kadang bingung sih mau dipakai pas acara apa gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Oh gitu ya Mba..klo.ulos klasik sebaiknya disimpan tp klo ulos modern bagus loh buat dibikin baju..hehhe

      Hapus
  3. Selama ini tahunya ulos ya ulos saja. palingan yg langka atau bahannya khusus pasti yg mahal. Eee ternyata banyak bgt jenisnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba..yg mahal itu bahan dasarnya diberi pewarna dr tumbuhan, juga dikerjakan oleh tangan terampil dg motif2 yg bagus.

      Hapus
  4. informatif….
    jadi ngerti tentang ulos.
    thank you for sharing

    BalasHapus
  5. Saya baru tau ulos itu banyak macam, jadi semakin menambah ilmu nih, makasih banyak mba ulasannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 Mba Steffi, saya juga baru itu dpt penjelasan ttg ulos..

      Hapus
  6. Pernah dapat oleh-oleh ulos, tapi tidak tahu mau dipakai dimana.
    Ternyata ulos banyak jenisnya juga yah? Betewe salut sama ibu Devi Panjaitan yang melestarikan ulos.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ulos itu sangat berharga bagi masyarakat Batak. Betul Ibu Devi luar biasa ide & sumbangsihnya untukasyarakat.

      Hapus
  7. Makasih infonya mba, saya jadi tahu nih tentang ulos.

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Saya ada 3 ulos di rumah. 2 dibeli saat jalan-jalan ke Danau Toba dulu, satu lagi peninggalan alm Papa mertua. Jadi pengen lihat pamerannya juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kereeen...saran saya Mba harus liat pamerannya...kereen & temui sejarah ulos klasik

      Hapus
  10. Wah ternyata ada banyak macamnya ulos itu. Baru tahu. Indonesia memang kaya ya...

    BalasHapus
  11. Eh batu tau sy ada ulos yg berarti selimut. Pengen deh ke museum tekstil Jakarta, pernah lewat doang dlu huhu.

    Semoga kain Ulos tradisional yang di tenun oleh para ibu kembali berjaya dan tidak hilang ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saran saya arus datang Mba ke pamerannya. Masih 1 m8nggu lagi. Aamiin yra

      Hapus
  12. Lengkap banget infonya Mak Srie, bagus buat pengetahuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah...itu baru sebagian dr ulos Mba. Msh banyak jenis lainnya.

      Hapus
  13. Luar biasa budaya Batak, maknanya dalemm banget. Semoga dengan adanya pameran ulos ini anak muda tetap bisa mempeerahankan budaya leluhur. Terima kasih infonya, kereen...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba...Ulos itu sangat tinggi nilainya bagi orang Batak. Aamiin yra. Sama2

      Hapus