Maaak.....lagi pada ngapain
nih...? Aku lagi baper sampe mewek lagi
Pernah ga sih melihat atau
mendengar cerita seorang anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya?. Atau
paling ngga mendengar keluhan seorang ibu yang kecewa kepada anaknya, entah
karena kuliah yang ngga selesai-selesai, ngga mau mendengar nasihat orangtua
sampai anak yang tidak mau membantu orangtua. Bahkan yang ektrim, orangtua
dibuat seperti pembantu rumah tangganya untuk mengurus anak-anaknya.
Aku tuh baper banget kalau udah jadi pendengar
cerita teman tentang anak-anaknya. Saya bahagia kalau ada orangtua yang
bercerita tentang keberhasilan anaknya. Ada yang hanya perlu didengarkan, ada
yang minta saran dan ada pula yang minta saya turun tangan bicara dengan
anaknya. Naah...kalau sampai harus turun tangan, aku biasanya nanya sampai
detail dari awal, lalu cari ahli untuk saring dulu. Kalau sudah aku dapat
langkah-langkahnya, barulah aku siap membantu menyelesaikan.
Setiap cerita tersebut, selalu
aku sampaikan kepada anak-anakku pada saat makan malam. Hal itu aku jadikan
pembelajaran, agar anak-anak mengerti dan mengetahui bagaimana mereka harus
bersikap terhadap orangtua. Bahkan
seringkali anak-anak membantu memberikan masukan. Aku berharap anak-anak
dapat belajar dari setiap kejadian tersebut.
Kisahnya:
1. Seorang teman mendatangi meja ku di suatu pesta
dan bercerita, anaknya sudah enam tahun
kuliah belum selesai. Aku kenal anaknya, dia satu kampus dengan anakku, hanya
beda fakultas. Anakku sudah
selesai 3 tahun yang lalu, dengan
predikat cum laude (bukan bermaksud sombong, tapi bangga dengan diri sendiri yang berhasil
memompa semangat anakku).
Teman berkeluh kesah karena anaknya dalam menyelesaikan
skripsinya, tapi mentok terus dengan alasan dosen pembimbingnya menolak judulnya. Juga meminta menggunakan penelitiannya yang aneh-aneh.
Akhirnya anaknya ga tahan dan minta
pindah kuliah, sementara dia mau anaknya tidak pindah. Dulu itu susah masuk ke universitas negeri.
Begitu ceritanya sambil mewek.
“Aku minta
tolong, Mba nasehati anakku. Dia nurut
kalau Mba yang bilangin. Tolong ya Mba, aku ngga mau dia pindah dari sana.” Begitu mintanya dan aku menggali masalah yang terjadi.
“Ok, aku coba
ya. Nanti ku kabari.
Sesuai janji,
aku menghubungi anak tersebut. Namun
tidak diangkat, mungkin dia sudah tau kalau aku akan menanyakan
masalahnya. Karena di medsos aku suka
menanyakan kabar kuliahnya. Akhirnya aku dapat bicara dan skripsinya terhambat
karena ada 6 mata kuliah yang belum diambil, padahal itu mata kuliah wajib. “Jleb” dengarnya. Yaa..sudah masih ada waktu kan
sementer depan untuk menuntaskan yang belum diambil? Jawaban yang diberikan
ngga memuaskan ku, intinya tetap minta pindah karena kalau ngga di DO. Mama juga sudah setuju, kalau aku pindah.
Sumpah air
mataku meleleh mendengar jawabannya. Karena ibunya mengatakan kalau dia sudah
abis-abisan untuk membiayai kuliah anaknya, sampai kakaknya tidak kuliah hanya
agar adiknya bisa kuliah. “Maklum dia anak laki-laki Mba” begitu mamanya
bilang. Mamanya single parents. Aku
berusaha terus membujuknya dan
memberikan beberapa alternative agar
tidak sampai pindah, setelah mendapat
masukan dari anakku. Ku dengar dia juga
menangis, semoga berhasil.
Aku sampaikan
hasil pembicaraan dengan anaknya & inti masalahnya bukan karena dosen
pembimbing, tapi belum mengambil 6 mata kuliah wajib sehingga penulisan
skripsinya harus terhenti sebelum menyelesaikan mata kuliah tersebut. Anak tersebuut masih dapat terus kuliah tanpa
di DO, tapi harus diurus ke TU kampus.
Tindaklanjutnya tinggal ibunya yang melaksanakan.
Saat ketemu
kembali dengan ibunya, tanpa ditanya langsung meluncur cerita. Kalau anaknya
tetap pindah, tapi ke daerah lain dang a mau di Jakarta. Woow…..bisa
dibayangkan berapa puluh juta biaya yang harus dikeluarkan masuk ke universitas
swasta, berapa biaya perSKS nya. Biaya kos dan kebutuhan sehari-hari. Miris saya mendengarnya dan speechless.
Pelajarannya:
Anak itu tetap harus selalu dalam
bimbingan orangtua, walaupun sudah kuliah. Apalagi kuliah diluar kota, andai
ngga bisa menjenguknya secara rutin ke sana, jangan putus komunikasi. Kita
sebagai orangtua harus tau, kapan anak harus menyetop kegiatan diluar kuliahnya
agar pendidikannya bisa selelsai tepat waktu. Kenali teman-temannya, agar kita
dapat mengetahui pengaruh yang ditularkan teman-temannya. Usahakan
beri gambaran kepada anak-anak
ketika dia akan mulai kuliah dan pantau
kegiatan kuliahnya serta teman-temannya.
Anak ku yang sejak kecil belum
pernah tinggal jauh dengan orangtua, dia memilih kuliah di luar kota. Saat
mengantarnya, aku harus menguatkan hati agar tidak tega dan tidak menangis
ketika meninggalkannya di kamar kos. Sendirian, ngga ada keluarga hanya
beberapa temannya. Bagaimana teirisnya hatiku saat dia telpon “aku lapar mama, makanannya ngga ada yang
seenak masakan mama” Bahkan sampai
sakit, karena kurang cocok dengan makanan yang ada.
Kondisi ini justru aku manfaatkan
untuk memecut semangatnya agar belajar sungguh-sungguh dan menyelesaikan
kuliahnya dengan cepat. Dia seringkali
mengatakan “aku pengen pulang mama” Maksudnya pulang, ngga kembali lagi.
“Oh Ade mau pulang? Yaaa…cepet lulus”
jawab aku
Ternyata, kata-kata tersebut aku
liat telah tertempel didinding kamarnya
Setiap anak itu unik dan tidak
ada anak yang sama walau dia saudara kembar sekalipun. Kakaknya kuliahnya
selesai tepat waktu, tapi penyelesaian skripsinya terbengkalai karena keasyikan
kerja. Maklum saat PKL dia langsung diangkat jadi pegawai. Mau tau apa
punishment yang aku kasih? Silakan tanggung sendiri biaya kuliahnya sampai
wisuda…hehehe…..bayangin aja kalau satu semester 7 juta, lah kalau setahun
berapa tuh?......Tapi namanya orangtua, saat mau ujian koprehensif dan wisuda
Emaknya ga tega juga, nanya berapa harus
bayar. Jawabanya bikin Emaknya sock!
“Tenang Ma, aku ada kok. Uang Mama simpan aja.” Kereeeen…….Emaknya girang tau, uangnya ga jadi dipakai….wkwkw.
Kata2 Emaknya dia jadikan penyemangat |
2.
Seorang tetangga dekat bercerita saat kita sama-sama
belanja di tukang sayur yang lewat di depan rumah. Selesai belanja biasanya
ibu-ibu masih ngobrol, tiba-tiba dia mendekati ku dan berkisah. Aku sangat
paham dengan ibu ini yang menjadi tulang puggung keluarga, Suaminya sudah ga
bisa kerja karena strok, menantunya tidak bekerja dan tinggal bersama
dengannya. Bahkan pekerjaan rumah tangga, dia pula yg mengerjakannya. Tinggal
bukan di rumah sendiri alias kontrak.
Pelajarannya:
Aku ngga bisa menyalahkan anak si
ibu, karena kesalahan tersebut bukan sepenuhnya ada ditangannya. Namun kembali
ke orangtuanya, apakah dia mengajarkan anaknya
untuk hidup mandiri dan kenapa
dinikahkan kalau calon mantu tidak punya kerjaan. Ibu harus berani bicara dengan anak dan
menantu selama dia tinggal menumpang di rumah. Hal ini seperti lingkaran setan
yang ngga ada penyelesaiannya, karena ketidaktegasan orangtua dengan
dalih “ ngga tega” lalu kapan anak mau dewasa kalau terus ibu
lindungi.
Sejak kecil seorang ibu selalu
mengajarkan anak-anaknya untuk mandiri dan tanamkan itu hingga anak-anak
dewasa. Kemandirian itu ada dua
macam: Mandiri secara mental dan mandiri
secara ekonomi. Saat anak-anak telah bekerja, ajarkan hidup mandiri
agar dapat menolong dan mengurus diri sendiri. Mandiri secara ekonomi,
didik anak-anak untuk membiayai
hidupnya dari hasil keringatnya sendiri.
Bantu merencanakan masa depan
anak sesuai kemampuannya, sehingga pada saatnya memasuki dunia rumah tangga
mereka tidak akan bergantung terus kepada orangtua. Bahkan bisa membantu
orangtua.
Memang paradiqma masyarakat
tingkat menengah ke bawah, anak yang telah menikah dan tetap tinggal bersama orangtua
dianggap hal yang wajar. Mari kita ubah hal tersebut menjadi lebih baik dan
sepatutnya, karena tidak selamanya orangtua akan terus mendampingi anak-anak.
Apalagi terus menjadi beban orangtua.
Hal yang perlu diingat, semua itu
tetap salah orangtua karena tidak mendidik dan membimbing anak-anak dengan baik
dan benar. Andai dididik sejak kecil, tentu akan lebih mudah bukan?.
Saran:
- Didik anak agar mandiri sejak kecil
- Beri pengertian tentang mandiri saat mereka dewasa dan latih untuk dapat mengurus dirinya sendiri
- Bimbing mandiri secara ekonomi, demi masa depannya
- Jangan biarkan anak laki-laki menikah, bila belum mepunyai pekerjaan
- Usahakan hidup terpisah, bila anak telah menikah dan buang jauh rasa tidak tega Anda. Karena hal itu justru akan menghancurkan masa depan anak Anda sendiri.
- Beri contoh teladan, karena hal itu akan lebih cepat diserap anak
- Nasihatkan anak perempuan Anda, untuk mengingatkan suaminya terhadap ibunya.
- Ingatkan anak laki-laki Anda, bahwa dia bertanggungjawab terhadap kedua orangtuanya.
Orangtua aku telah menerapkan pendidikan seperti ini, sehingga anak-anaknya alhamdulillah mandiri. Kalau ada anak yang belum mampu, ibu ku membayarkan kotrak rumanya untuk dua bulan, selebihnya sudah harus bayar sendiri.
Alhamdulillah, pendidikan ini pula yang aku ajarkan kepada dua anakku. Walau aku telah membelikan rumah dari hasil asuransi beasiswa anak-anak yang tidak dipergunakan, alhamdulillah anakku yang pertama sebelum menikah telah memiliki rumah sendiri dan langsung pulang ke sana setelah pesta pernikahan usai.
Semoga bermanfaat.
Wah, nampaknya saya harus belajar parenting sama Mbak Ningsih nih yang udah jauh berpengalaman. TFS ya Mbak :)
BalasHapusItu pengalaman pribadi Mba. sekarang saya bisa tau mana tg benar dan perlu diperbaiki wkt membesarkan anak2. Alhamdulillah yg benar bisa di share & yg salah perlu ditinjau ulang.
HapusBenar banget Mbak Srie, kalau kita enggak mengajarkan kemandirian sejak dini seperti kasus di atas..pas sudah berkeluarga eh masih nyusu sama orang tua..hiks!
BalasHapusTerima kasih pencerahannya dari ulasan ini..Harus banyak belajar nih saya:)
Ternyata anak yg tetap menyusu kpd orang tua stlh menikah itu sangat banyak terjadi di masyarakat kita, Mba Dian.
HapusMiris melihatnya, tp itu buah hasil didikan orangtua yg hrs diterima.
Kita hidup memang hrs terus belajar & semua itu tertuang dalam calon buku solo saya secara lengkap. Makasih sdh mampir Mba Diana
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSenang membaca ini bu sri. Sebagai mahmud (mamah muda), tulisan ini jadi salah satu tempat saya belajar. Sungkem bu sri.
BalasHapusAlhamdulillah klo bermanfaat Mba Lisdha. Saya dididik kejam menurut saýa wkt kecil oleh ibu saya, tp ternyata stlh dewasa saya sangat berterima kasih dg beliau. Karena dpt mengerjakan urusan RT & anak.
HapusMakasih sudah mampir, salam sayang.
bener banget bunda srie, kemandirian harus di taman sejak dini. Walaupun orang lain melihat seperti kejam, tapi memang harus mulai mandiri.
BalasHapusterima kasih untuk sharingnya ya bunda :)
Betul Mba Egy, biar ga anak2 ga selamanya hidup dibawah ketiak orangtua. Makasih sdh mampir Mba
HapusWah iya kemandirian kalau buat saya bahkan lebih utama ketimbang akademik itu sendiri. Ada somebody yang membanggakan anaknya selalu dapat nilai 100 dan juara kelas. Ketika tangannya patah dan mesti diperban, barulah dia sadar... anaknya udah kelas 1 SD belum dia ajarkan untuk mandi sendiri. Tangannya yg lagi diikat, nggak bisalah dia gunakan untuk mandiin anak. Begitupun ketika ada outing class dan ortu ga boleh masuk arena. Panik lagi karena anak nggak pernah diajarkan ganti baju sendiri.
BalasHapusBetul Mba Nita, krn kemandirin harus sejak kecil diajarkan. Kalau tidak ya akan merepotkan orangtua, nenek & orangtua sendiri
Hapus