Senin, 16 April 2018

Aku Menyusuinya Selama 40 Hari




Menanti kehadiran seorang anak bagi pasangan  suami istri, merupakan  sesuatu  yang membahagiakan. Anak merupakan anugrah dan  rejeki dari Allah. Kita hanya dapat berusaha dan menunggu, berharap  diberi kepercayaan oleh-Nya. Aku memang berharap tidak terlalu cepat diberikan keturunan setelah menikah. Namun  bila di kasih cepat,  aku akan sangat bersyukur. 

Ternyata  penantian memiliki momongan, menjadi sebuah penantian panjang. Apakah ini  jawaban doaku atau malah karma untukku?  Hampir tiga tahun penantian itu, akhirnya aku dinyatakan positif setelah pulang dari dinas selama dua minggu.

Awalnya seorang teman yang dinas bersama mengatakan, “Kamu hamil deh”  Aku hanya tertawa dan menjawab “Ngga tau, emang ada yang berubah  ya?” tanyaku. 

Teman tersebut membeberkan keanehan yang  terjadi dengan aku selama tugas. Katanya, aku sekarang senang makan biasanya paling susah kalau di suruh makan. Badanku juga terlihat lebih berisi dan dari datang minta rujak terus deh. “Memang kapan terakhir kamu  datang mens?”

Aku kalau ditanya masalah mens, bingung mau jawabnya gimana dan malas juga jelasinnya. Karena aku mens itu setahun hanya 3 atau 4 kali aja. Itu sudah cukup bagus, sebelum nikah aku hanya mens 2 kali setahun…..hehehe.  Aku sih santai aja, Ibu yang rempong setelah mengetahui siklusku. Akhirnya Ibu membawaku berkonsultasi ke dokter kandungan dan setelah diperiksa berkali-kali, semua dinyatakan normal dan baik-baik saja.

Sepulang dinas, aku penasaran dan langsung mampir ke dokter kandungan. Alhamdulillah, ternyata benar aku telah  mengandung 16 minggu. Suami kaget setelah aku beritahu dan terpancar dari wajahnya.  Aku tidak mengalami morning sickness, tapi malah ngga bisa berhenti makan. Berat  badan naik 4 kg dan nafsu makanku meningkat tajam. Kalau aku tidak mengunyah, kepala rasanya pusing  gitu. 

ini dengan BB 77kg
Kondisi ini membuat aku sangat bahagia karena hamil dan senang karena suka makan.  Aku ngga peduli dengan berat badanku. Aku yang awalnya kurus, berubah menjadi berisi. Aku senang dengan kondisi ini, maklum kalau ngga hamil susaaaah untuk naiki BB. Kehamilan ini berjalan lancar, tapi pada saat memasuki bulan ke tujuh tekanan darahku melonjak tinggi. Padahal aku ngga punya riwayat penyakit darah tinggi dan dokter memberikan beberapa larangan yang tidak boleh aku konsumsi.

Pada saat berkumpul keluarga di rumah kakak, air ketubanku pecah dan aku langsung dibawa ke rumah sakit. Dan ternyata harus mendapat penanganan khusus di ruang ICU, bayi belum dapat dilahirkan karena tekanan darah masih terlalu tinggi. Aku tergolek selama tiga hari sambil menunggu tekanan darah turun, dan  aku dinyatakan kena pra ekslamsia. Tapi dihari ke empat dengan cepat aku dilarikan ke ruang operasi untuk dilakukan  operasi Caesar, karena tekanan darahku dalam kondisi normal. 

Lahirlah anak pertamaku melalui ceasar, karena memang air ketuban sudah pecah sejak 4 hari lalu. Bayi laki-laki dengan berat  hanya 1,9 kg dengan panjang 48 cm. Untuk recovery aku masih di masukan ke ruang ICU kembali dan belum bisa bertemu anakku karena dia di masukan di dalam incubator.  Setelah memasuki hari kedua, aku diambil darah sehari dua kali. Ternyata begitu pula dengan anakku, tapi semua menutup rapat kondisi bayiku setiap aku tanya. Akhirnya aku dipindah ke ruang perawatan biasa dan itulah saat aku meminta untuk dapat mengunjungi  ruang  baby. Ternyata anakku di ruang NICU dengan jarum  infus menancap di kepala dan  kakinya, dengan mata tertutup kain kasa. 

Hatiku berkecamuk tak tentu melihat kondisnya seperti itu, tapi  kenapa  selama ini aku ngga pernah diberitahu. Aku hanya diminta untuk memompa ASI untuk anakku minum. Aku perhatikan dan berputar mengelilingi box nya yang terdapat di tengah ruangan, saat aku disisi kiri, kepalanya menoleh ke arahku dan kepalanya  mengikuti langkahku mengelilinginya. Duh..Gusti, tolong sehatkan anakku. Tiba-tiba seorang perawat berkata, “wah…tau ya kalau ada mamanya, biasanya tidak ada gerakan”  Aku langsung menghampiri perawat tersebut, “Anak saya kenapa Mba?” belum mendapat jawaban, dokter yang mendampingi membawa kukeluar  untuk kembali ke kamar perawatan.

Saat pemakaman
Itulah hari terakhir aku melihat buah hatiku, tepat jam 22.00 wib dia pergi untuk selama-lamanya. Usianya  belum genap tujuh hari. Aku ngga diberitahu kabar duka ini, tapi aku merasa ada yang aneh. Karena seharian itu, tidak ada seorangpun yang datang menjengukku. Begitu juga dengan suamiku, yang biasanya setelah subuh langsung masuk ke kamar. Ini ngga nongol, hampir magrib dia baru datang. Seperti biasa aku menanyakan keadaan anak kami dan dia hanya menjawab anaknya baik-baik saja.

Keesokan hari, kakak iparku yang kebetulan bidan di rumah sakit tersebut, pagi-pagi datang sambil menangis. Aku bingung melihatnya dan belum sempat aku bertanya, dia langsung bilang kalau anakku sudah meninggal kemarin. Dokter kandungan yang melarang untuk memberitahu, karena  dikhawatirkan dengan kesehatanku yang baru  operasi. Aku menangis menyesali kenapa tidak diberi waktu untuk melihatnya terakhir kali.  Tidak lama datang seorang dokter, ternyata itu  dokter anak yang menangani anakku. 

Aku terus saja menangis, sementara dokter menjelaskan bahwa anakku mengalami kelainan jantung. Salah satu katub jantung tidak dapat menutup,  dalam posisi terbuka. Sehingga darah kotor dan darah bersih tercampur. Andai anak ini dapat selamat, dia tidak boleh banyak menangis dan pada usia tujuh tahun, 12 tahun harus melakukan bypass jantung. Aku langsung terdiam dan dengan cepat mencerna penjelasan dokter.   
  
Kesedihan ini harus segera kuhentikan. Aku Harus berpikir rasional dengan kondisi yang tidak memungkinkan, tentu andai  ini tetap bertahan banyak yang harus dilaluinya bypass jantung dan lain-lain. Aku mengambil segi positifnya dari Kejadian ini dan  berusaha ikhlas  melepas kepergian  anakku, yang telah di tunggu selama 3 tahun.

Aku hanya ingin cepat pulang agar dapat mengunjungi tempat peristirahatannya. Saat  tiba waktunya diperbolehkan pulang, aku meminta untuk langsung  mampir ke makam anakku.  Aku harus hati-hati melangkah karena  tempat pemakaman basah setelah diguyur hujan, dan jalanan sangat licin. Sementara aku jalan harus pelan-pelan, karena jahitan bekas operasi masih terasa  sakit.

Akhirnya aku sampai di makam anakku, tapi setelah melihat  makam tersebut semua menjadi gelap dan aku ngga tau lagi apa yang terjadi. Saat sadar aku telah berada di rumah dan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.  Di makam tadi aku melihat tanah makam amblas karena hujan dan sepertinya aku melihat anakku terbaring di sana,  jiwaku seakan  ikut  bersamanya. Itulah kejadian yang justru membuat aku sangat sedih dan sock. Dalam tidur aku sering menangis, sehingga setiap tidur selalu ada yang menjagaku. Kesedihan sesungguhnya ternyata baru dimulai sejak aku melihat kondisi makam.

Kejadian lain yang diluar nalar aku alami, tapi kejadian itulah yang membuat aku bahagia. Setiap malam dalam tidurku, aku dibangunkan seorang perempuan yang  hanya terlihat dari dada ke bawah dan berpakaian serba putih. Dia memberikan anakku dan menyuruh untuk disusui, awalnya aku ragu tapi perempuan itu menyakinkan aku, kalau itu adalah anakku. Pertama aku perhatikan wajah bayi yang diberikan dan memang itu anakku. Aku terima dan tanpa sadar aku mengambil posisi seperti orang mau menyusui. 

Tapi kalau suamiku bangun dan melihat, dia langsung menyadarkanku. Sekeja itu bayi yang sedang aku susui lenyap dan aku hanya bisa menangis. Ha ini terjadi setiap malam selama 40 hari dan setelah itu, aku merasa anakku selalu  hadir di dekatku. Namun tepat ditanggal kelahirannya setahun kemudian, aku bermimpi anakku datang. Dia sudah besar dan telah bisa berjalan dan berkata, “Aku mau pamit,  mama  jangan sedih ya.” Ucapnya sambil mencium dan memelukku.

Itulah kata perpisahannya dan terakhir aku melihat  anak pertamaku, yang telah dinanti selama 3 tahun dan harus kuikhlaskan untuk kembali kepelukan Sang Pencipta.  Selamat jalan sayang, tunggu Mama bila saatnya tiba.

#KaryaCinta
#AlumniSekolahPerempuan

15 komentar:

  1. Melelehhhh... hiks hiks. Pengalaman hidup MakBun ternyata sangat dalam. Sehat-sehat terus ya.. Maksay...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Pengalaman itu yg membuat aku bisa berdiri tegak sampai sekarang Mba Bety.makasih sdh mampir ya.

      Hapus
  2. Al fatihah untuk putranya,semoga Mbak Ningsih selalu kuat. Insya Allah, si kecil sudah damai dan bahagia :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Makasih Mba Damar, itu sudah 31 th yg lalu & alhamdulillah Allah memberikan ganti. Makasih sdh mampir

      Hapus
  3. Peyuuuk maksay... Sabar dan kuat ya mak insya Allah si kecil menjadi syafaat untuk kedua orangtuanya di akhirat kelak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. Pengalaman itu membuat aku bisa tegar sampai saat ini & Allah telah memberikan gantinya. Makasih sdh mampir ya Mba Dwi

      Hapus
  4. Anak kita sedang bermain bersama di surga, Mbak..
    Insya Allah kita diberi kesempatan untuk berkumpul bersama ketika saatnya tiba. Aamiin:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra. In shaa Allah Mba Dian, anak.pertama & ketiga telah bahagia dipelukan Sang Ilahi.

      Hapus
  5. Ya Alloh, mbak 😭😭😭, sediih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah sudah ada gantinya sepasang & sepasang juga telah dipeluk.Ilahi. makasih sdh mampir Mba Emmy

      Hapus
  6. Duuh..jad baper bacanya, Mbak. Semoga ananda bisa menjadi syafaat bagi orang tuanya di akhirat kelak. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu 31 th yg lalu Mba Nurul. Aamiin yra, in shaa Allah.
      Makasih sdh mampir.

      Hapus
  7. Hiks sedih bacanya bunda, sampai meneteskan air mata :(

    BalasHapus
  8. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
    Bunda Srie...
    Pagi-pagi saya udah mewek, huhuhu sedih banget Bundaaaa. Saya keguguran aja sedih, Bunda apalagi gak sempat bertemu dan gak tahu apa-apa. Masyallah indah Bunda menuliskannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Dira, maaf sdh bikin mewek...alhamdulillah sdh ada penggantinya sepasang.

      Hapus