Rabu, 21 September 2016

PULKAM CERIA





Perjalanan  pulang kampung kali ini benar-benar istimewa dan diluar rencana. Tiga minggu sebelum hari Raya Idhul Adha, di telepon adik yang tinggal di Surabaya. 

“Mba, sampean sama Mas harus pulang lebaran ini. Aku kirim tiketnya besok, berangkat tanggal 9 September dan pulangnya mau tanggal berapa?. Biar aku cari sekalian tiketnya” Ucap adik yang nyerocos diujung telepon.

Aku cukup lama ga menjawab, karena masih kaget dengan rentetan ocehan adik yang mendadak dan tidak memberikan aku kesempatan ngomong, apalagi untuk berpikir.

“Mba…..Mbaaaa,”  suara itu seakan membuyarkan pikiranku dan ketawaku pecah….hahahhaha…
Itulah penggalan permbicaraan aku dengan adik melalui telepon dadakan. Pendek cerita, aku dan suami setuju   pulkam  untuk merayakan Idhul Adha di kampung. Anak-anak ku tidak ada yang bisa ikut karena libur hanya sehari dan tidak bisa  cuti. Aku dan suami bertanya-tanya, ada apa ya sampai kami harus pulang mendadak begini.

Pada hari H, kami berangkat dengan pesawat  sore, biar bisa dijemput adik selepas pulang kantor. Jam setengah lima pesawat menjejakan roda pendaratannya di runway Bandara Juanda Surabaya, kami bergegas keluar  bandara karena ga perlu nunggu bagasi. Cukup satu travel bag yang ditenteng suami dan adik sudah melambaikan tangan diruar gedung bandara. Habis magrib kami tiba di  rumah adik dan  bermalam disitu. Jam tujuh pagi, kami  di drop adik   ke Bangkalan Madura dan  lanjut naik bus patas menuju  Pamekasan. 

Sudah 5 tahun memang kami tidak pulang untuk bertemu adik-adik, karena memang orangtua sudah tidak ada. Masa yang tua terus yang nyambangi  adik-adik, kalau dikeluarga aku ya yang lebih mudalah yang mengunjungi kakaknya....hehehehhehe. Yup.... di pulau garam ini  adik-adik iparku tinggal, tapi lebih banyak di pamekasan. Di sumenep satu orang, begitu juga di bangkalan. Pulkam kali ini ga sampe mampir di sumenep, karena adik yang tinggal disana telah datang di pamekasan juga.

Perjalanan pagi ini sangat nyaman, cuaca juga begitu cerah. Aku mengagumi lukisan Yang Kuasa di daerah ini,  tapi sayang sepanjang perjalanan dari Bangkalan dan Sampang, sudah tidak aku  temuin lagi timbunan garam di pinggir jalan dekat bibir pantai. Dulu tahun delapan puluhan, sepanjang jalan yang aku lalui, terlihat  tumpukan garam. Entah pindah kemana garam-garam tersebut sekarang.

Tiga jam perjalanan kita tempuh untuk sampai dirumah, kebetulan rumah adik dekat dengan terminal bus. Kami ngobrol sampai larut diberanda samping bersama adik dan keluarga yang lain, sambil ditemani kacang rebus. 5 tahun  tidak pulkam sudah banyak perubahan disini. Jalan di depan rumah sudah diperluas dan bus dari terminal 24 jam lalu lalang meninggalkan debu yang berterbangan. Stadion olahraga untuk latihan Persatuan Sepak bola Pamekasan pun telah 90% rampung. Sawah dan lahan perkebunan tembakau sudah banyak yang berubah menjadi rumah mewah. Pembangunan memang mengorbankan kepentingan yang lain.

Pagi ini setelah Adik ziarah ke makam bapak dan ibu mertua, aku menuju Bangkalan dan  bermalam di  di rumah adik yang lain. Kembali ke surabaya mencoba melalui penyebarangan Kamal- Tanjunng Perak yang sekarang sepi peminat. Langsung cuuuuus ke  Magetan, ke rumah adik yang ditugaskan disana. Aku dan suami sudah benar-benar seperti orangtua yang tinggal jalan, karena semua telah diurus adik-adik….hehehhhe….Maklum suami saat ini memang dianggap yang tertua, setelah 3 orang kakaknya mendahuluinya menghadap Ilahi. 

Kehebohan terjadi saat bertemu adik yang telah lama tidak pernah bertemu, malam takbiran di Magetan. Banyak jalan-jalan utama ditutup, karena dipadati warga yang bertakbir keliling. Akhirnya jalan-jalan malam di magetan harus berputar-putar karena hampir sebagian jalan ditutup. Pertam kali akau   berlebaran qurban di Magetan dan disini tidak seramai lebaran qurban di Pamekasan. Namun ada sedikit kesamaan, setelah melaksanakan shalat Idhul Qurban semua jamaah bersalaman dan setelah itu makan bersama diteras masjid. Sementara di Pamekasan, selesai shalat kita akan makan bersama disatu rumah yang terdekat dengan masjid dengan hidangan kuliner khas Madura, sambil bercengkrama. Selesai baru saling berkunjung ke sanak family. Pokoknya lebih meriah dari lebaran Idhul Fitri.

Setelah kembali dari masjid, kami jalan menuju Surabaya sambil mencicipi kuliner. Ada satu kuliner yang berkesan yang sempat aku cicipi, yaitu Rawon Rosobo yang disajikan bersama nasi, tanpa cambah dan telur asin. Dagingnya pun buka potongan kecil-kecil, tapi sebesar empal, tiga potong pula per piring. Rasanya  memang maknyus bingiiiit. Aku dibawa ke Japanan mengunjungi kakak sepupu yang memang sangat jarang bertemu dan ternyata mereka telah dikabari adik-adik dan kami maksi bersama dengan menu ala suroboyoan……muantab.

Perjalanan lanjut mengunjungi Paklik-paklik yang merupakan adik ibu mertua di kota surabaya. Benar-benar perjalanan yang luar biasa menyenangkan, bersilaturahmi dengan keluarga yang sudah sekian tahun tidak bertemu, tentu saja keceriaan memenuhi hati ku dan suami yang ga dapat digambarkan. Puas bercengkrama melepas rasa rindu yang terlalu lama terpendam, kami pamit pulang.  Karena hari sudah malam dan waktunya makmal, kita hunting sate kelopo…..asyiiiik & lekeeeer. Seharian bersilaturahmi dengan keluarga dan  melepas rindu, tentu hanya keceriaan yang terpancar dari wajah kami. Perut telah terisi penuh, yuuuk...mari kealam mimpi.

Di hari terakhir  ini, kita kembali  berkumpul  dan ceria bercengkrama sebelum aku dan suami kembali ke Jakarta. Alhamdulillah Hari Raya Qurban tahun ini yang jatuh pada bulan September, benar-benar menjadi September Ceria bagi aku dan suami. Kami dapat bersilaturahmi, ngobrol ngalor ngidul, makan bersama sambil melepas rindu yang tertahan selama 5 tahun.

#Sekolah_Perempuan#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar