Pelataran masjid istiqlal adalah salah satu saksi bisu
masa kecilku, di mana aku bermain petak umpet, berlarian untuk sholat dan juga tempat aku mengaji
setiap sore hari. Pada waktu itu kondisinya masih dalam taraf pembangunan,
bahkan adik-adikku berkolah TK
disana. Di masjid ini kalau pagi
ramai dengan anak-anak sekolah taman kanak-kanak Wijaya Kusuma namanya dan
ada juga pengajian ibu-ibu. Sore hari diramaikan oleh anak-anak yang berlarian
untuk merebutan mendapatkan kursi paling depan untuk mengaji, agar mendapatkan
antrian mengaji lebih dulu. Ustadz Ridwan Lubis dengan sabar akan mengajar kami satu persatu, hingga sholat
magrib menjelang.
Kami berebut
keluar kelas untuk masuk ke
masjid dan mencari
tempat di baris belakang..hehehehe… di saf
paling belakang, setelah meletakkan tas kami akan berebutan untuk mengambil air wudhu. Pada saat
sholat kegaduhan dibelakang terus
saja berlangsung, suara hahaha…hihihi kami anak-anak yang sholat sambil bercanda. Tapi masjid akan sunyi pada saat sholat, apabila penjaga masjid
ada. Penjaga itu seorang bapak yang berkulit
hitam, dengan memakai kopiah dan maaf jalannya agak pincang dengan sebuah
rotan tergengam ditangannya serta selalu
menggunakan kemeja warna putih atau biru. Pak Karim namanya.
Apabila kami melihatnya datang, bergerakpun takut rasanya, karena Pak Karim
tidak segan-segan untuk memukul
anak-anak yang sholatnya bercanda dengan rotan yang dipegangnya.
Selepas sholat isya, anak-anak remaja dan dewasa akan berkumpul di
depan pemancar radio yang ada di
lingkungan masjid. Sementara kami, anak-anak
akan menyebrang jalan untuk menangkap jangkrik yang bertebaran dibawah lampu
jalan yang terletak diberang masjid dan tepat di depan pintu
gerbang komplek tempat tinggalku.
Setelah aku duduk di bangku SMP,
kegiatan itu terus saja berlangsung dan apabila
tiba Hari Raya Idul Fitri, para laki-laki
dewasa akan menjadi juru parkir para
jamaah yang akan sholat. Lahan parkir yang digunakan adalah halaman komplek tempat tinggal kami dan halaman gereja cathedral, pada
saat natal, lahan parkir
yang digunakan selain halaman komplek
juga halaman masjid istiqlal.
Indahnya perbedaan.
Serpihan-serpihan itu mencoba
menyatu untuk membentuk kenangan lama yang melintas kembali dikala aku dan
suami mampir untuk sholat dzuhur di
masjid istiqlal, yang kini makin megah dan
indah. Aku seakan tidak mengenalnya sekarang,
bahkan dikala selesai berwudhu, aku bingung dimana kini
tempat sholatnya sampai harus bertanya kepada pengunjung lain. Keluargaku pindah dari komplek tempat kami
tinggal pada tahun 1977 ke selatan Jakarta
dan baru tahun 2013 aku menginjakkan
kaki kembali di Masjid Istiqlal.
Masjid Istiqlal dalam sejarah
Masjid Istiqlal yang ide awalnya dicetuskan oleh beberapa ulama, seperti : KH. Wahid
Hasyim, Menteri Agama RI 1, H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, Ir Sofwan dan
200 orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqurrahman, yang awalnya dengan
mendirikan Yayasan Masjid Istiqlal pada tahun 1953.
Pada
tanggal 7 Desember 1954 yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H.
Tjokroaminoto diresmikan yang didukung oleh Presiden Soekarno. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang
berarti “Merdeka,” nama tersebut
merupakan ungkapan rasa
syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SAW. Kemudian membentuk Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal
(PPMI).
Penentuan
lokasi masjid ditetapkan oleh Bung Karno di atas bekas benteng Belanda
Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal
Van Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan
Lapangan Banteng, Jalan Kathedral dan Jalan Veteran. Penentuan lokasi ini sempat menimbulkan
perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta yang akhirnya disepakati di bangun di lahan bekas benteng Belanda,
karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan
keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Langkah
awal untuk perencanaan pembangunan adalah
menyiapkan rancangan gambar atau arsitekturnya, maka pada tahun 1955
Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal menggelar
sayembara rancangan gambar atau
arsitektur masjid Istiqlal yang jurinya diketuai oleh Presiden Soekarno. Keluar sebagai pemenang pada sayembara
tersebut adalah Frederich Silaban
dengan judul “Ketuhanan.” Frederich
Silaban adalah seorang arsitek beragama Kristen kelahiran Bonandolok Sumatera,
16 Desember 1912. Beliau juga yang merancang kompleks Gelanggang Olahraga
Senayan.
Realisasi
pembangunan masjid Istiqlal yang pemancangan tiang pertamanya dilakukan oleh Presiden pertama RI, Ir. Soekarno dilaksanakan
pada 24 Agustus 1961. Situasi
politik dalam negeri yang cukup memanas, pembangunan masjid istiqlal jadi
tersendat-sendat, apalagi pembangunan ini berbarengan dengan pembangunan Gelora
Senayan dan Monumen Nasional. Pada tahun 1965-1966 pembangunan Masjid Istiqlal terhenti sama
sekali.
Masjid Istiqlal mulai dipergunakan pada tanggal 31 Agustus 1967 yang ditandai dengan berkumandangnya adzan Maghrib yang pertama. Secara keseluruhan pembangunan masjid Istiqlal diselesaikan selama 17 tahun yang diresmikan oleh presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar