Menulis
adalah hal yang begitu akrab denganku sejak
aku duduk dibangku SMP, diawali dengan senangnya menulis dibuku harian.
Dalam setahun aku bisa menghabiskan dua buah buku harian yang berisi seratus,
sampai seratus lima puluh lembar dengan ukuran lebih kecil dari buku tulis.
Diatas
tempat tidurku berserakan aneka buku bacaan, mulai dari majalah, koran, buku
cerita HC. Anderson, novel sampai komik silat. Ibu selalu marah apabila hendak
membelikan baju, karena aku akan bilang “Bu, boleh ditukar sama buku ngga
bajunya.” Berhubung nilai raporku selalu baik, akhirnya ibu tidak
pernah menolak setiap aku meminta dibelikan buku bacaan.
Akhirnya
ibu malah memberikan aku langganan majalah remaja yang terkenal pada masa itu
dan sampai saat ini, majalah tersebut masih eksis. Majalah tersebut yang
memotivasi aku untuk mulai mencoba mengirim cerpen, ada beberapa kali ditolak
tapi akhirnya tembus juga satu cerpenku nongol di majalah itu. Rasa senang itu tidak dapat aku tutupi, tambahan
uang jajan aku dapat dan kepada siapa saja aku pamerkan tulisan itu, termasuk
kepada guru bahasa indonesiaku. Hal ini berlanjut sampai aku duduk di bangku
SMA dan mendirikan majalah dinding sekolah, tetapi sayang setelah lulus aku mulai
jarang menulis lagi. Memasuki dunia
kerja yang berpindah-pindah divisi, akhirnya aku dipindahkan ke divisi humas karena sering
mengirim tulisan untuk majalah kantor dan menjadi reporter. Alhamdulilah ada beberapa tulisanku yang pernah terbit dikoran
ibu kota, berupa artikel dan resensi buku.
Betapa
sengsaranya menulis pada tahun tujuh puluhan, naskah yang
dikirim boleh ditulis tangan dan apesnya kalau tulisannya tidak jelas terbaca
maka naskah jangan harap akan diterbitkan. Kadang boleh pinjam mesin ketik
bapak, tapi sangat lama mengerjakannya, karena aku mengetiknya dengan sebelas
jari (istilah menggunakan dua jari
telunjuk saja). Waktu tahun Sembilan puluhan aku menemukan komunitas menulis
Lingkar Pena, tapi sangat sulit untuk menjadi anggotanya. Akhirnya aku lelah sendiri dan patah arang, tapi hal itu tidak bertahan
lama. Apalagi kalau ada info lomba cerpen
atau novel, aku selalu gatal rasanya jika tidak ikut berpartisipasi. Jadi aku suka
mengirimkan cerpen atau novel yang ada
di file, sayangnya belum pernah menang !.
Pada
bulan april yang baru lalu aku pernah membaca di tabloid Nova tentang komunitas
menulis, aku coba buka alamat webnya dan akhirnya setelah tiga kali daftar
berhasil log in di Ibu-ibu Doyan Nulis. Aku tidak dapat menggambarkan betapa
senangnya bisa masuk ke komunitas IIDN yang sudah puluhan tahun aku rindukan,
sebagai wadah untuk aku bertanya, bertukar pengalaman dan belajar. Hal yang
paling membuat aku bahagia adalah ketika
bisa berkomunikasi dengan ratunya IIDN, walau hanya melalui dunia maya. Beberapa
pertanyaanku dijawab dan menghapus rasa
dahaga keingintahuanku selama ini. Tapi ada yang sangat aku sesalkan dengan IIDN,
adalah kenapa setelah berusia tiga tahun aku baru menemukanmu ? mengesalkan
sekalee!.
Setelah
itu, selama dua hari aku melototi si merah lappyku dan berselancar di fb IIDN
yang membuat aku berdecak kagum ketika mengetahui
IIDN baru berusia tiga tahun tetapi sudah
mengantongi angka 6.686 anggota. Sayang jempolku hanya ada empat dengan jempol
kaki, kalau saja ada sepuluh masih kurang rasanya untuk mengacung buat kehebatan IIDN.
Aku
copas pelajaran dari Sang Ratu IIDN, Indari Mastuti, Markom anu geulis LygiaPencanduhujan dan
Ibu-ibu Doyan Nulis lainnya, hingga membuat adrenalin menulisku mengila dan sulit untuk dibendung,
maka lahirlah blogku dengan selamat dan cantik. Belum genap sebulan aku menjadi bagian dari
keluarga IIDN, beberapa artikel dan
opini telah aku lahirkan. Writing is So
Easy yang merupakan slogan IIDN, telah aku buktikan kebenarnya.
Begitu
banyak cerita ibu-ibu yang telah berhasil menelurkan buku membuat aku iri dan ngiler. Aku harus bisa menyusul
mereka, membuat buku pasti so easy too, apalagi dengan bimbingan para pengurus
IIDN yang jempolan semua. Selain itu juga didukung oleh Agensi naskah Indscript
Creative yang dikelola Sang Ratu, Indari Mastuti, pastinya keinginanku membuat
buku bisa terkabul.
Aku
salut dengan niat tulus Sang Ratu IIDN, indari Mastuti yang dapat membuat ibu-ibu rumah tangga produktif yang pada ujungnya dapat menghasilkan
lembar-lembar rupiah. Apalagi saat ini sepulu prosen dari anggota IIDN sudah
berhasil menjadi penulis, baik penulis artikel di media cetak dan online serta penulis buku yang hebat. Siapa lagi yang
mau terjangkit virus dahsyat menulis ? Silakan merapat ke Ibu-ibu Doyan Nulis
made in Indari Mastuti. Happy Milad IIDN
tercinta dan sukses selalu membawa ibu-ibu Indonesia berkarya dan bermanfaat
bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar