Apakah Myelofibrosis itu?
Rawat terakir 7 Juli 2022 |
Setahun lalu, tepatnya bulan puasa /juni 2021. Aku merasa ga nyaman dengan perut bagian kiri, klo kaki kiri diangkat ulu hati serasa ada yang nonjok. Sehabis idul fitri aku ke dokter & dinyatakan maagnya kambuh, tapi sumpah aku ga merasa lambungku yang sakit. Apalagi kalau perut atas bagian kiri dipegang, teraba ada yang membesar didalam. Tapi dokternya bertahan mengatakan kalau lambungnya bermasalah, & diberikanlah obat lambung.
Tentu aja sama sekali ga mengurangi rasa sakitnya, bahkan makin terasa sakit. Melihat mamanya kesakitan, si Ade anak bungsunya membawanya ke rumah sakit untuk di USG. Kebetulan di kerja di RS tersebut sebagai HRD merangkap lawyer. Hasilnya bahwa limpahku membengkak dan indikasi penyakit jika limpah membengkak adalah penyakit darah, tapi kebanyakan sakit thalassemia. Hanya menurut dokter USG dan internis, penyakit thalassemia hanya diderita anak-anak, bukan orang dewasa. Jadi harus didalami lebih lanjut.
Dengan berbekal hasil USG, aku kembali ke dokter yang mengatakan hanya penyakit maag. Dia kaget dan memberikan surat rujukan ke dokter internis. Hasil pemeriksaan darah dari labolatorium yang dibacakan dokter internis, HB ku hanya 6. Dokter tersebut memberikan rujukan ke rumah sakit yang lebih besar untuk penanganan lebih lanjut, karena HB dibawah 8 sudah harus ditransfusi. Aku memilih ditangani di rumah sakit sakit tempat Ade bekerja, Alhamdulillah langsung ditangani dengan baik dan harus rawat inap setelah hasil pengecekan darah, jantung dan lainnya keluar.
Saat itu pertama kali aku ditransfusi dua kantong isi 300 ml, tapi waktu itu covid lagi hebat-hebatnya persediaan darah kosong. Alhamdulillah anak dan keponakan siap mendonorkan darahnya. 2 hari aku sudah boleh pulang dengan HB telah 11 dan tiga hari lagi harus kontrol pasca rawat. Namun setiap bulan harus rutin control dan diawali dengan cek darah. Bulan pertama control cukup mengejutkan dokter, karena HB sudah melorot dari 11 tinggal 9. Tapi masih diatas delapan dan akan dilihat lagi bulan berikutnya.
Pada bulan berikutnya HB sudah melorot jadi 7 dan harus rawat inap kembali, untuk transfusi kembali. tapi juga dikirim ke dokter ahli darah untuk pemeriksaan lebih lanjut. Si kakak dan ade memelukku dan membisikan, “ Mama harus semangat ya, pasti sembuh.” Alhamdulillah….aku tidak merasa sakit ini sebuah beban dan tanpa terselip rasa sedih sama sekali. Kesedihan ku hanya karena Juragan/ suami tidak dapat mendampingi. Anak-anak ga mau mengambil resiko, karena papanya komorbid, jadi dijauhkan dari rumah sakit. Suamiku baru operasi bental (penggantian 1 katup jantung} setahun lalu, takut kena covid.
Aku menerima transfusi ke 2 dengan 3 kantong darah kembali, HB naik menjadi 12. Kontrol pasca transfusi Dokter ahli darah mecurigai epnyakit yang lebih serius, bukan animea akut karena HB cepat sekali drop. Dengan pelan dan hati-hati dia menyampaikan ke Ade, mau memeriksa sumsum tulang belakangku agar cepat ada kepastian penyakit apa. Dokter ahli darah itu baik, bahkan baik banget menurutku. Tanpa menunggu lama dia meminta untuk pengecekan sumsum tulang belakang dilakukan di RS Fatmawati. Aku langsung bertanya, “apakah di RS Fatmawati kita bisa langsung, tanpa menunggu antrian?” Maklum RS Fatmawati adalah rumah sakit umum yang mempunyai aturan sendiri.
“Ga Ibu, nanti Ibu ditangani di Gria Eksekutif Fatmawati dan saya sendiri yang akan melakukannya. Hanya kalau disana ibu tidak perlu keluar uang untuk biaya pengecekan sumsum tulang tersebut, sebesar Rp. 6 juta, karena dicover BPJS. Kalau di sini ibu harus bayar, karena ini rumah sakit swasta dan tidak mengcover biaya tersebut,” jelasnya panjang lebar.
Yaa…Allah…baiknya dokter ini. Aku dan Ade menyetujuani dan dia langsung membuatkan memo. “Ini memo berikan ke perawat di sana ya bu dan yang ini berikan ke tempat pendaftaran. Kita akan ketemu di sana 2 hari lagi.” Aku mengangguk mengiyakan.
Tugas si Kakak yang mengurus aku di RS Fatmawati dan ga perlu waktu lama, 2 jam semua urursan di sana sudah selesai. Mendapat jadwal dua hari lagi untuk pengambilan sumsum tulang belakang, karena menyesuaikan dengan dokter di labolatorium yang akan memeriksan sumsum tersebut. Hari yang ditentukan jam 9 pagi aku sudah dipersiapkan untuk pelaksaan pengambilan sumsum tulang, dokter darah siap membius lokal dadaku dan dokter Lab siap dengan peralatannya. Proses pengambilan jadi santai karena dua dokter tersebut mengajak ngobrol aku. Pengambilan pertama ditolak dokter Lab, karena kurang bagus. Lalu dilakukan pengambilan ke dua dan dinyatakan ok. Spontan aku mengatakan “alhamdulilah,” ternyata kita mengucapkannya berbarengan. Aku diminta untuk tidak bangun dulu selama ½ jam. Saat pengambilan memang tidak berasa, tapi setelahnya dada terasa ditindih 2 kiloan besi, berat.
“Luka ini tidak boleh kena air selama tiga hari ya bu,” pesan dokter darahnya dan hasilnya bisa diambil seminggu kemudian. Setelah ada hasilnya, pengobatanku kembali ke rumah sakit awal. Hasilnya keluar dan saat control ke dokter darah, dibacakanlah hasilnya. Ade menggenggam tanganku erat-erat dan alhamdlillah aku datar aja mendengarkan. Penjelasannya:
“Hasil dari pemeriksaan sumsum tulangya, ibu dinyatakan mengindap penyakit Myelofibrosis, yaitu jenis kanker sumsum tulang yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi sel darah. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan jaringan parut di sumsum tulang sehingga membuat produksi sel-sel darah terganggu. Gampangnya begini, bahwa sumsum tulang belakangnya sudah malas memproduksi darah jadi harus disupply dari luar melalui transfuse darah. Ujungnya penyakit ini dapat menjadi LEUKIMIA alias KANKER DARAH,” jelasnya panjang lebar sambil tersenyum kearahku.
“Ibu harus tetap semangat untuk sembuh ya!. Melihat data awal, interval trasnsfusi ibu setiap dua bulan sekali.”
“Iya dokter, terima kasih banyak. Apakah ada obat yang harus saya konsumsi?”
“Ada bu, hanya vitamin saja.”
“Apakah ada makanan yang bisa membantu untuk dikonsumsi, dokter?”
“Sayangnya tidak ada, karena pabrik darahnya sudah tutup dan ga mau berproduksi lagi. Satu-satunya harus disupply dari luar melalui transfusi. Ibu harus tetap semangat, in shaa Allah bisa sembuh dengan banyak berdoa kepada pemilik hidup.” “Siaaap dokter, terima kasih.”
Sejak hasil pemeriksaan tersebut, aku merasa biasa aja karena tidak ada yang berubah. Hanya memang cepat sekali merasa lelah. Keluarga besar juga tidak ada yang diberitahu, sementara keponakan yang mendonorkan darah hanya tau aku kurang darah. Apalagi sejak transfuse ke-3 sudah ga perlu lagi mencari donor, karena darah tersedia di rumah sakit. Ternyata BPJS hanya mengcover 2 kantong saja, selebihnya kita harus bayar. Memang setiap rawat ada kelebihan biaya yang harus kita bayar tapi anak-anak ga ada yang mau cerita ke mamanya. Mari kita membuka wawasan tentang penyakit MYELOFIBROSIS yang telah aku himpun dari berbagai sumber.
Penyakit apakah Myelofibrosis itu?
Myelofibrosis adalah jenis penyakit kanker sumsum tulang yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi sel darah. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan jaringan parut di sumsum tulang sehingga membuat produksi sel-sel darah terganggu. Penyakit ini merupakan penyakit langka, kebanyakan langsung kanker darah.
Penderita yang mengalami myelofibrosis sering kali tidak merasakan gejala pada awal kemunculan penyakit. Namun, seiring memburuknya gangguan pada produksi sel darah di sumsum tulang, penderita akan merasakan gejala anemia, seperti pucat dan kelelahan, serta mudah berdarah.
Penyebabnya
Belum diketahui secara pasti penyebab dari myelofibrosis primer Terjadinya Myelofibrosis ini ketika sel-sel induk di sumsum tulang mengalami mutasi atau perubahan DNA (gen). Sel-sel induk ini seharusnya memiliki kemampuan untuk membelah diri menjadi beberapa sel khusus yang membentuk darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan sel keping darah (trombosit). Setelah itu, sel-sel induk darah yang bermutasi akan bereplikasi dan membelah sehingga akan makin banyak sel yang berubah. Hal tersebut menyebabkan efek serius pada produksi sel darah, sehingga berakibat pertumbuhan jaringan parut di sumsum tulang. Meski sering dikaitkan dengan mutasi atau perubahan gen, myelofibrosis tidak diturunkan dari orang tua atau bukan penyakit keturunan.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan terjadinya mutasi gen tersebut, yaitu:
1. Bertambahnya usia
Myelofibrosis dapat menyerang siapa saja, tetapi paling sering terjadi pada orang usia di atas 50 tahun.
2. Menderita kelainan sel darah
Orang dengan kelainan sel darah, seperti essential thrombocythemia atau polisitemia vera, bisa menderita myelofibrosis.
3. Terpapar bahan kimia tertentu
Risiko terjadinya myelofibrosis akan meningkat jika sering terpapar bahan kimia industri, seperti toluene dan benzene.
4. Terpapar radiasi
Orang yang terpapar radiasi pada tingkat yang sangat tinggi lebih berisiko menderita myelofibrosis.
Gejala Myelofibrosis
Gejala penyakit ini sering kali tidak terlihat di awal sehingga banyak penderitanya yang tidak menyadari kemunculan penyakit ini. Namun, ada beberapa gejala yang muncul ketika penyakit ini berkembang dan mulai mengganggu produksi sel darah. Gejala tersebut meliputi:
1. Gejala anemia, seperti cepat lelah, kulit pucat, hingga sesak napas
2. Sakit di bagian sekitar tulang rusuk, karena limpa membesar
3. Demam
4. Sering berkeringat
5. Tidak nafsu makan
6. Berat badan menurun
7. Kulit mudah memar
8. Mimisan
9. Gusi berdarah
Seringkali penderita tidak menyadari bahwa keluhan yang dialaminya merupakan gejala dari myelofibrosis. Oleh sebab itu, periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala-gejala di atas, terutama bila tidak kunjung membaik.
Penderita myelofibrosis perlu melakukan kontrol rutin ke dokter untuk memantau perkembangan penyakit. Kontrol rutin juga bertujuan untuk mengantisipasi dan mendeteksi terjadinya komplikasi lebih dini.
Pemeriksaan awal yang dilakukan bertujuan untuk mencari tanda-tanda myelofibrosis, seperti kulit pucat akibat anemia atau pembengkakan pada organ limpa. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut ini:
1. Tes darah
Dokter akan melakukan tes hitung darah lengkap untuk mengetahui jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Dugaan myelofibrosis akan makin kuat bila jumlah sel darah terlalu banyak atau terlalu sedikit, serta ditemukan sel darah yang bentuknya tidak normal dan HB rendah.
2. Pemindaian
Pemindaian dengan USG perut bertujuan untuk mendeteksi pembesaran organ limpa. Pembesaran limpa bisa menjadi tanda dari myelofibrosis.
3. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Biopsi dan aspirasi sumsum tulang dilakukan dengan mengambil sampel darah dan jaringan sumsum tulang pasien menggunakan jarum halu Sampel jaringan tersebut kemudian akan diperiksa di laboratorium untuk melihat gangguan yang terjadi.
4. Tes genetik
Tes genetik dilakukan dengan mengambil sampel darah atau sumsum tulang pasien untuk kemudian diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari perubahan gen di dalam sel darah yang berhubungan dengan myelofibrosis.
Pengobatan Myelofibrosis
Langkah yang akan dilakukan untuk pengobatan penyakit ini, tergantung dari hasil pemeriksaannya dan disesuaikan dengan kondisi berat-ringannya penyakit. Berikut ini adalah metode pengobatan yang dilakukan:
1. Transfusi darah
Transfusi darah yang dilakukan secara berkala dapat meningkatkan jumlah sel darah merah dan meredakan gejala anemia.
2. Obat-obatan
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk tablet atau melalui suntik.
4. Radioterapi
Radioterapi adalah penggunaan radiasi sinar khusus untuk membunuh sel. Radioterapi bertujuan untuk membantu mengurangi ukuran organ limpa.
5. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan jika myelofibrosis sudah sangat parah. Pada prosedur ini, dokter akan mengganti sumsum tulang yang sudah rusak dengan sumsum tulang yang sehat.
Komplikasi Myelofibrosis dapat menyebabkan komplikasi serius bila tidak segera ditangani. Beberapa komplikasi tersebut adalah:
1. Tekanan darah meningkat di pembuluh darah hati (hipertensi portal)
2. Sakit punggung kronis karena limpa yang membesar
3. Pertumbuhan tumor di bagian tubuh tertentu
4. Perdarahan pada saluran cerna
5. Perubahan myelofibrosis menjadi leukemia akut
Penyakit Myelofibrosis tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, tetapi risikonya bisa dikurangi dengan menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin. Dengan begitu, myelofibrosis dapat terdeteksi lebih dini dan dapat segera ditangani.
Bagaimana Kondisi Aku?
Rawat bln Mei 2022 |
Alhamdulillah……penyakit ini sangat awal diketahui, sehingga dokter juga bergerak cepat untuk biopsi sumsum tulang dan ditangani dengan baik. Aku memang ga merasakan apa-apa selain cepat lelah dan berharap tidak banyak yang mengetahui, agar tidak perlu banyak menjelaskan. Di keluarga besar tidak semua diberitahu dan tentangga juga hanya 2 orang yang tau, setiap harus dikandangin (istilah aku kalau masuk rawat), hanya anak dan suami yang tau. Tapi anak-anak memang lebih ketat mengawasi mamanya, namun aktivitas semua berjalan normal. Hanya sekarang ga boleh nyupir mobil jarak jauh, semisal ke Jakarta, jadi bolehnya seputaran tangerang doang…hehehe..
Proses Transfusi
Awalnya parno kalau mau naik busway, takut ga dapat duduk. Sementara aku ga kuat berdiri lama, tapi dengan berjalannya waktu dan aku mulai mengenali penyakit ini dan gejala apa yang terjadi dibadanku. Setelah hampir setahun aku mulai lagi berani kelayapan dengan busway, bahkan pergi keluar kota dengan keluarga atau tetangga dan teman-teman. Hanya sekarang semua harus diperhitungkan, jika sudah mendekati waktu untuk dikandangin memang aku cepat lelah. Ibarat lampu minyak yang akan kehabisan minyaknya dan mulai meredup. Jadi perlu dicas lagi dengan melakukan transfuse.
Aku sudah 6 kali menjalani transfusi dan sejauh ini baik-baik aja, hanya yang terakhir agak horror karena ijin dokternya habis, sementara IDI lagi bermasalah dan pengurusan ijinnya tertunda sampai aku benar-benar nyaris padam. Jalan ke masjid untuk tarawih dengan jarak 300 m dari rumah aja, ga kuat. Ngos-ngosan dan lemas, juga ga kuat berdiri lama. Jadi praktis di rumah, masak untuk persaipan lebaran aja, setengah jam aku tinggal tiduran dulu dan meneruskan jika sudah agak segar kembali. Tapi akhir mei kemarin aku sudah benar-benar ga kuat dan setelah konsultasi dokternya, dibawalah ke IGD karena sudah lemah banget. Dokter di IGD sampai geleng-geleng kepala, apalagi begitu keluar hasil cek darah. HB hanya 5. Oksigen langsung terpasang dan 4 kantong darah siap untuk dimasukan. Alhamdulillah…..pulang dengan HB 12 dan hari ini siap untuk control lagi.
Proses transfusi |
Hal yang aku lakukan di rumah
Selain rutin control setiap bulan, aku juga mekonsumsi beberapa herbal yang selama ini cukup memberi efek nyaman dibadan. Setiap pagi aku minum infus water air pare dalam kondisi perut kosong. Jadi 5 iris pare digelas, aku seduh dengan air panas dan setelah dingin baru diminum. Juga meminum air nabiz, yaitu air rendaman kurma. 3 atau 5 butir kurma yang waktu subuh aku rendam dengan segelas air, dan diminum pada waktu sore atau malam hari, kurmanya juga aku makan. Selain minum obat dari dokter. Aku minum obat herbal yang terdiri dari madu, temulawak, daun meniran dan daun kelor yang aku beli. Saat ini sudah menghabiskan 3 botol dan memberikan efek napsu makan aku makin baik (tadinya ga mau makan, apalagi kalau mendekati waktu rawat), berat badanku naik 4 kg, dan sudah tidak cepat lelah lagi. Kuat berdiri lama dan jalan jauh, juga sudah bisa lari pagi lagi. Alhamdulillah…..semoga bisa terus membaik…Aamiin yra dan Allah mengijabah doa-doa yang dilantunkan keluarga dan teman-teman yang begitu perhatian memberikan supportnya.
Berhubung sudah setahun, aku akan diberikan obat untuk membersihkan zat besi di ginjal yang tertimbun, akibat transfusi darah. kata dokternya obatnya mahal.....in shaa allah bisa kebeli.
Jadwal control terakhir tanggal 7 juli dan ternyata sudah harus dicas lagi, karena HB hanya 7. Aku kaget juga saat dokter bilang masuk rawat, karena ga prepare baju. Rasanya baru bulan lalu dirawat dan ternyata….sekarang sudah bulan juli…hahaha..
Aku masih nawar, boleh masuk besok pagi kah? Dokter tertawa dan menjawab boleh, tapi pemerinksaan before rawat hari ini. Besok pagi tinggal masuk dan langsung transfuse 2 kantong. Cek darah, cek antigen, rongent, rekam jantung, booking kamar dan booking darah ke bank darah. Semua selesai malam itu more less jam 9 malam.
SAku juga harus cek keratin dalam darah untuk mengetahui zat besi yang tertimbun di ginjal, karena transfuse berulang. Hal itu harus dibersihkan dengan mengkonsumsi obat yang akan diresepkan dokter dan katanya obatnya mahal. Aku juga ditawarkan untuk melakukan tes untuk mengetahui mutasi gen yang terbentuk, seperti JAK2. Kalau hasilnya positif, maka akan diberi obat yang harganya sangat mahal. Untuk 10 tablet seharga 30 jt dan sebulan jadi 90 juta.
“Fungsinya obat itu untuk apa dokter?”
“Untuk memperpanjang waktu transfusi, jadi bisa hanya 3-6 bulan sekali. Tapi bisa juga tidak ada perubahan dan tetap seperti saat ini.”
“Waduh…..saran dokter gimana?” Ade, jawil tanganku: “Beli obatnya jual rumah kontrakkan dulu ya Ma?”
Dokternya tertawa mendengar omongan Ade.
“Itu ga harus kok, kalau ga mau juga tidak masalah. Memang hasilnya juga tidak terlalu berguna.”
Untuk cas kali ini, akan ditransfusi 750 ml darah yang terbagi dalam 3 kantong. 2 kantong besok pagi dan satu kantong lagi. Sayangnya, tiba di rumah Ade di kabari kalau darahnya ada item yang tidak cocok karena sudah berkali-kali transfuse. Saat ini masih di amprah (aku ga ngerti ini diapakan) dan harus discrening, juga akan diberikan obat sebelum transfuse dilakukan. Yaa…wis manuut!
Jam 8 pagi aku sudah masuk kamar dan dipersiapkan untuk transfuse, kantong pertama hanya berisi 195 ml. Satu kantong dengan durasi 4 jam dan berakahir jam 12 siang, tunggu 2 jam dan baru mulai kantong kedua dengan isi 205 ml. Magrib selesai dan dilanjut besok 1 kantong lagi.
Jam 8 pagi kantong terakhirpun mulai dipasang, tapi sayang hanya berisi 210 ml. Jadi total tidak sampai 750 ml, hanya 620 ml. Masih nunggu 4 jam lagi setelah kantong ke tiga selesai, dapat dilakukan cek darah lagi untuk mengetahui HB nya setelah transfuse. Alhamdulillah…setiap habis transfuse HB melonjak naik, jadi boleh pulang. Kalau kata dokter dan perawat, “Ibu itu cepat naik HBnya, tapi juga cepat turun…hehehe”
Aku begitu bersyukur, keluarga dan teman-teman begitu hebat dalam memberikan support. Hal itu membuat semangatku melambung tinggi, apalagi lantunan doa yang terus diberikan semoga Allah ijabah. Aamiin yra, Terima kasih ku untuk dukungan moril dan materil, juga doa-doanya. Semoga Allah memberikan kita semua kesehatan membalas kebaikan teman-teman.
Aku tidak pernah tau sampai kapan aku akan melakukan transfusi, apakah selamanya sampaai jiwa terlepas dari raga atau sembuh total. Itu hanya Allah yang punya kuasa, aku hanya ikhlas menjalani dan memohon kemurahanNYA menjawab doa-doa kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar